3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian tesis ini menggunakan studi kepustakaan library research, artinya data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan
berupa data sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian.
4. Analisis Data
Seluruh data yang sudah diperoleh, dikumpulkan untuk selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan cara pemilihan
pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang pertanggungjawaban bank terhadap nasabah dalam hal bank gagal dihubungkan
dengan Undang-Undang No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan menghasilkan
klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari
suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Sehingga dapat menjadi acuan dan pertimbangan hukum dalam mengatasi
permasalahan-permasalahan yang timbul.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
BAB II KETENTUAN BANK DINYATAKAN SEBAGAI BANK GAGAL OLEH
BANK INDONESIA
A. Faktor-Faktor Penyebab Bank Dinyatakan Sebagai Bank Gagal Oleh Bank Indonesia
Kebijakan moneter dapat dilaksanakan secara efektif untuk mencapai sasaran yang diinginkan apabila didukung oleh adanya lembaga-lembaga dan sarana-sarana
antara lain sistem keuangan.
78
Sistem keuangan meliputi perbankan, perusahaan pembiayaan dan lembaga keuangan lainnya.
79
Sektor perbankan memiliki peranan yang kritikal dalam perekonomian Indonesia karena mendominir sistem finansial.
80
Hal ini dapat dilihat dari fungsi bank tersebut, yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
81
Dana masyarakat biasanya digunakan apabila bank mengalami kesulitan untuk memperoleh dana dari luar.
82
Oleh karena itu, sangat diharapkan peran Bank Indonesia di dalam setiap kegiatan yang dilakukan bank
karena dana yang digunakan bank tersebut berasal dari masyarakat. Sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, BI mempunyai tugas: 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
78
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op. cit. hal. 246.
79
Ibid.
80
Ibid.
81
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 3.
82
Soetanto Hadinoto, Bank Strategy on Funding and Liability Management, Jakarta: Gramedia,2008, hal. 56.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
3. Mengatur dan mengawasi bank. Untuk dapat menjalankan tugas tersebut, maka berdasarkan Pasal 26 Undang-
Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, BI juga mempunyai kewenangan, yaitu:
1. Memberikan dan mencabut izin usaha bank 2. Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank
3. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank 4. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha
tertentu. Peran BI dirasakan menjadi begitu penting dalam dunia perbankan, mengingat
dampak dari krisis perbankan yang dimulai tahun 1998 yang menyebabkan 16 bank dinilai oleh otoritas perbankan tidak mungkin lagi dipertahankan eksistensinya
sehingga dinyatakan sebagai Bank Gagal.
83
Hal itu dilakukan untuk membantu menjaga nilai aset bank untuk kepentingan kreditur dan sekaligus dapat menjaga
kredibilitas regulator sehingga pada gilirannya mengurangi risiko systemick risk.
84
Pencabutan ijin usaha bank dan proses likuidasi yang cepat merupakan bukti ketegasan regulator sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem
perbankan secara keseluruhan.
85
Kecepatan penyelesaian bank bermasalah juga dibutuhkan untuk mencegah terjadinya dampak menular terhadap bank lainnya.
86
83
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 131-132.
84
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 251.
85
Ibid., hal.233.
86
Ibid., hal. 232.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Untuk mengetahui kriteria Bank Gagal dapat dilihat pada penjelasan Pasal 37 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Perbankan, yang menyatakan bahwa:
1 Keadaan suatu bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, apabila berdasarkan penilaian BI, kondisi usaha bank
semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas dan rentabilitas serta pengelolaan bank yang tidak
dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat
2 Kriteria membahayakan sistem perbankan yaitu apabila tingkat kesulitan yang dialami dalam melakukan kegiatan usaha, suatu bank tidak mampu memenuhi
kewajiban-kewajibannya kepada bank lain, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan dampak berantai kepada bank-bank lain.
Kriteria Bank Gagal tersebut juga diatur dalam Pasal 5 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia No.69PBI2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan
Status Bank yang menyatakan bahwa: “Bank yang dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya adalah bank yang memenuhi 1 satu atau lebih kriteria sebagai berikut:
a. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum kurang dari 8 b. Rasio Giro Wajib Minimum dalam rupiah kurang dari rasio yang
ditetapkan untuk Giro Wajib Minimum Bank, dengan perkembangan yang memburuk dalam waktu singkat atau berdasarkan penilaian BI
mengalami permasalahan likuiditas yang mendasar.”
Dalam hal BI menilai suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka bank tersebut ditempatkan dalam pengawasan
khusus
87
BI. Terhadap bank dengan status pengawasan khusus, maka ada beberapa tindakan BI yang diambil, antara lain:
88
1. Memerintahkan bank danatau pemegang saham untuk mengajukan rencana perbaikan permodalan secara tertulis kepada BI
87
Pengawasan khusus yaitu pengawasan terhadap bank yang dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
88
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 150-151.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
2. Memerintahkan bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan perbaikan
3. Memerintahkan bank danatau pemegang saham bank untuk melakukan tindakan antara lain:
a. Mengganti dewan komisaris danatau direksi bank b. Menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modal bank
c. Melakukan merger atau konsolidasi dengan bank d. Menjual bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh
kewajiban bank e. Menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada
pihak lain f. Menjual sebagian atau seluruh harta danatau kewajiban bank kepada
bank atau pihak lain g. Membekukan kegiatan usaha tertentu bank
Adapun larangan dan pembatasan bank dalam pengawasan khusus, antara lain:
89
a. Bank dilarang melakukan pembayaran distribusi modal pembagian dividen atau pemberian bonus
89
Ibid., hal. 151.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
b. Bank dilarang melakukan transaksi dengan pihak terkait atau pihak lain yang ditetapkan oleh BI
c. Bank dikenakan pembatasan pertumbuhan aset d. Bank dilarang melakukan pembayaran terhadap pinjaman subordinasi
e. Bank dikenakan pembatasan kompensasi kepada pihak terkait Apabila bank dalam pengawasan khusus tidak dapat membaik kondisinya,
maka BI akan mencabut izin usaha. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 13 PBI No.69PBI2004 yang menentukan:
a. Bank Indonesia menetapkan bank untuk dicabut izin usahanya apabila memenuhi persyaratan:
1. Kondisi bank menurun sehingga: 1 Memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
kurang dari 2 dan dinilai tidak dapat ditingkatkan menjadi 8
2 Memiliki rasio Giro Wajib Minimum dalam rupiah kurang dari 0 dan tidak dapat diselesaikan sesuai peraturan yang
berlaku 2. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum kurang dari 8 dan
kondisi bank tidak mengalami perbaikan b. Bank Indonesia menetapkan untuk mencabut izin usaha apabila Komite
Koordinasi merekomendasikan pencabutan izin usaha Bank yang mengalami kegagalan dapat menimbulkan dampak yang luas
mempengaruhi nasabah dan lembaga-lembaga yang menyimpan dananya atau menginvetasikan modalnya di bank.
90
Akan tetapi kegagalan bank merupakan petunjuk sehat yang menggambarkan bahwa inovasi telah mengenyampingkan
perusahaan yang buruk atau kompetisi telah menyebabkan perusahaan yang tidak
90
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Bank Bersubsidi Yang Membebani, Jakarta: E Publishing Company, 2008, hal. 19.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
efisien keluar dari pasar.
91
Karena pada dasarnya, ada dua hal yang menyebabkan bank dijauhi oleh nasabah, yaitu ketidakpercayaan pada kemampuan pengurus bank
atau pengawas dalam memprediksi perubahan kualitas pinjaman dan nasabah mempertanyakan kemampuan pengurus bank dalam mengawasi pengambilan risiko
investasi.
92
Jadi, apabila bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya tidak dapat memenuhi Rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum kurang dari 8 dan Rasio Giro Wajib Minimum dalam rupiah kurang dari rasio yang ditetapkan untuk Giro Wajib Minimum Bank, maka bank tersebut
ditempatkan dalam pengawasan khusus BI. Apabila bank dalam pengawasan khusus tersebut tidak dapat membaik kondisinya, maka BI akan mencabut izin usahanya dan
menyerahkan kepada LPS. LPS yang akan memutuskan kebijakan untuk menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank yang di cabut izin usahanya dengan
memperkirakan dampak pencabutan izin usaha bank terhadap perekonomian nasional.
93
Apabila LPS memutuskan untuk menyelamatkan bank yang dicabut izin usahanya, maka bank tersebut dinyatakan sebagai Bank Gagal. Akan tetapi, apabila
LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap bank yang dicabut izin usahanya, maka bank tersebut dinyatakan sebagai bank likuidasi.
94
91
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op. cit. hal. 46.
92
Ibid., hal. 276.
93
Penjelasan Undang-Undang No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
94
Imam Subarkah, Wawancara, 10 Juni 2009.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
BI secara atributif diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mencabut ijin usaha bank.
95
Adapun faktor-faktor penyebab bank sebagai bank gagal, antara lain:
1. Adanya jaminan terselubung Implicit Guarantee 2. Lemahnya pengawasan bank
3. Lemahnya manajemen bank
Ad.1. Adanya Jaminan Terselubung Implicit Guarantee
Jaminan terselubung implicit Guarantee adalah bantuan yang diberikan pemerintah terhadap bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas.
96
Hal ini dilakukan karena belum adanya suatu sistem yang jelas mengenai status dana nasabah
apabila bank dilikuidasi yang tentunya berdampak sangat buruk bagi bank, yaitu akan menimbulkan bank panic.
97
Jaminan terselubung tersebut dilakukan dengan memberikan blanket guarantee terhadap bank-bank yang mengalami kesulitan.
Karena tidak adanya jaminan secara eksplisit LPS bagi nasabah penyimpan apabila bank dilikuidasi mengakibatkan munculnya jaminan terselubung.
98
Hal ini mengakibatkan ketidakhati-hatian pengurus dalam mengelola bank.
99
Adanya jaminan terselubung bersama-sama dengan crony capitalism telah menyebabkan
terjadinya pembiayaan investasi yang tidak produktif.
100
Hal ini menyebabkan
95
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 137.
96
Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Bandung: Books Terrace Library, 2007, hal. 47.
97
Ibid.
98
Ibid., hal. 46.
99
Ibid., hal. 47.
100
Ibid., hal. 48.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
berpalingnya nasabah tradisional bank kepada penerbitan saham dan atau obligasi sebagai sumber pembiayaan yang menyebabkan kegagalan bank.
101
Nasabah bank merupakan salah satu sumber dana bagi bank untuk menjaga kecukupan modal bank tersebut. Dana dari nasabah merupakan sumber dana yang
paling memperoleh perhatian bagi bank, di samping mudah mencarinya juga tersedia banyak di masyarakat.
102
Hal ini menyebabkan bank wajib memiliki modal inti minimum yang dipersyaratkan untuk mendukung kegiatan usahanya, mengingat
kompleksitas kegiatan usaha bank yang semakin meningkat dan berpotensi menyebabkan meningginya risiko yang dihadapi.
103
Modal inti meliputi modal disetor dan modal cadangan tambahan modal.
104
Bank diwajibkan untuk memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPPM sebesar 8 yang dihitung dari perbandingan antara Modal dengan Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko ATMR.
105
Untuk menentukan besarnya Modal Minimum bagi suatu bank dapat dilakukan beberapa tahap, yaitu:
106
1. Menentukan Dasar Perhitungan Kebutuhan Modal 2. Menetapkan Bobot Risiko Aktiva yang terdapat pada Neraca Bank
3. Menetapkan Bobot Risiko Aktiva Administratif.
101
Ibid., hal. 5.
102
Soetanto Hadinoto, Op. cit. hal. 59.
103
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Op. cit. hal. 118.
104
Ibid.
105
Ibid., hal.119
106
Soetanto Hadinoto, Op. cit. hal. 245.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Pada saat ini, bank wajib memenuhi modal inti paling kurang sebesar Rp. 80 Miliar dan pada 31 Desember 2010 wajib memenuhi paling kurang Rp. 100 Miliar.
107
Bank yang tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut dapat melakukan tindakan agar pemegang saham menambah modal
108
dengan melakukan merger, konsolidasi maupun akuisisi dengan bank lain. Dan apabila tetap membahayakan sistem
perbankan, maka BI mencabut ijin usaha bank tersebut sehingga menjadi Bank Gagal. Dalam menentukan porsi dana, bank juga harus memperhatikan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
109
1. Biaya dana yang rendah dengan mengatur komposisi sumber dana agar cost minimal
2. Sumber dana stabil dan volatilitas rendah untuk mendukung manajemen likuidasi
3. Komposisi sumber dana diprioritaskan untuk membiayai aktiva yang produktif termasuk komitmen pemberian kredit
4. Memenuhi regulasi internal maupun eksternal bank yang ada. Hal tersebut harus menjadi perhatian bank, karena salah satu penyebab bank
dinyatakan sebagai bank gagal juga disebabkan oleh ketidakmampuan bank
107
Ibid. hal. 118.
108
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 37 ayat 2 a.
109
Soetanto Hadinoto, Op. cit. hal. 278.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
mengelola konsentrasi dana dengan efektif.
110
Di samping itu, buruknya kondisi perbankan di Indonesia setidaknya juga disebabkan oleh enam faktor, yaitu:
111
1. Penyaluran kredit yang terlalu ekspansif yang dipicu oleh pemasukan dana luar negeri yang bersifat rentan karena sifatnya jangka pendek.
2. Pemberian kredit tanpa melalui proses analisis kredit yang sehat. 3. Konsentrasi kredit yang berlebihan kepada suatu kelompok usaha atau
individu baik yang terkait dengan bank maupun tidak 4. Moral hazard karena belum tegasnya mekanisme exit policy dan berlarut-
larutnya penyelesaian bank-bank bermasalah 5. Campur tangan pemilik yang berlebihan dalam manajemen bank
6. Lemahnya aspek supervisi dan regulasi perbankan. Oleh karena itu, untuk menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang
secara tegas dinyatakan sebagai single objective dari BI, maka BI harus ketat dalam memantau indikator perbankan yaitu rasio kecukupan modal CAR yang juga
ditentukan oleh perkembangan risiko kredit dan faktor likuiditas di dunia perbankan.
112
Karena dengan permodalan yang kuat bank dapat mengemban risiko yang tinggi.
113
110
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 95.
111
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op. cit. hal. 64. sebagaimana dikutip dari Widigdo Sukarman, “Upaya Penyehatan Perbankan dan Sektor Rill,” Bisnis Ekonomi
Politik Quarterly Review of the Indonesia Economy, Vol. 3, No. 1, Januari 1999, hal. 21.
112
Kompas, 24 November 2008, hal.19.
113
Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan Relevansinya dengan Kebijakan
Single Presence Policy”, hal. 1. dalam http:zulsitompul.Wordpress.com20080709merger-akuisisi-dan-konsolidasi perbankan.htm.
diakses tanggal 8-10-08 .
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Ad.2. Lemahnya Pengawasan Bank
Salah satu faktor penyebab Bank Gagal adalah lemahnya pengawasan dari BI.
114
Pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh BI masih kurang efektif terutama karena lemahnya law enforcement.
115
Hal ini disebabkan pengawasan internal bank dan sistem informasi yang relatif terbatas sehingga memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang pada perbankan yang mendorong peningkatan risiko kegagalan bank.
116
Kelemahan tersebut juga mendorong pemberian kredit yang terkonsentrasi hanya kepada
beberapa debitur, khususnya pada individukelompok usaha yang terkait dengan bank.
117
Padahal pengawasan terhadap bank sangat penting paling tidak karena beberapa alasan, antara lain:
118
1. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap integritas industri perbankan dan individual bank
2. Pemeriksaan berkala merupakan langkah terbaik untuk menentukan tingkat kesehatan bank terhadap peraturan perundang-undangan
3. Membantu mencegah munculnya masalah dan memperbaiki suatu masalah sebelum semakin memburuk sehingga biaya penyelamatan tidak menjadi
mahal
114
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 131. sebagaimana dikutip dari Susidarto,”Reposisi Pengawasan Bank”, dalam http:www.Kompas.comKompas-cetak020426opinimenu33.htm.
115
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op. cit. hal. 66.
116
Ibid., hal. 65
117
Ibid.
118
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 237.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
4. Memberikan masukan tentang bentuk, tingkat keseriusan dan akibat dari suatu masalah dan memberikan masukan tentang langkah-langkah perbaikan yang
tepat. Dalam melaksanakan tugas pengawasan bank, BI dapat menggunakan sistem
pengawasannya dengan 2 dua pendekatan, antara lain:
119
1. Pengawasan berdasarkan kepatuhan compliance based supervision yaitu menekankan pada kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan
yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. 2. Pengawasan berdasarkan risiko risk based supervision yaitu pendekatan
pengawasan yang berorientasi ke depan forward looking Lemahnya pengawasan dapat menyebabkan banyaknya Bank Gagal yang
mengakibatkan kerugian pada penyimpan dana, pemegang saham dan dunia usaha.
120
Hal ini semakin diperburuk lagi dengan masih terbatasnya informasi yang tersedia bagi masyarakat mengenai kondisi keuangan suatu bank sehingga kontrol masyarakat
terhadap perkembangan perbankan tidak berjalan dengan semestinya.
121
Kondisi ini menyebabkan rapuhnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
122
Oleh karena itu, BI selaku lembaga yang mempunyai wewenang pengawasan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha bank harus tegas di dalam mengawasi
jalannya industri perbankan. Karena pada dasarnya pengawasan bank dimaksudkan
119
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Op.cit. hal. 109.
120
Zulkarnain Sitompul, “Pentingnya Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Sistem Perbankan”, Op.cit., hal. 12.
121
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Loc. cit.
122
Ibid.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
untuk mencapai 4 tujuan yaitu kompetisi dan efisiensi operasional, keamanan dan kesehatan, kebijakan moneter dan efisiensi alokasi serta melindungi nasabah kecil.
123
Pengawasan merupakan
instrumen penting untuk menekan bank dalam
pengambilan risiko, bila hal ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya akan dapat mengancam stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
124
Di samping itu, pengawasan juga harus dilengkapi dengan disiplin internal dan eksternal dari
perbankan.
125
Dengan melibatkan internal governance, pendekatan pengawasan memasukkan dan memelihara praktik manajemen yang sehat.
126
Pengawasan internal terkait erat dengan pola dan struktur kepemilikan bank. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat kritis dalam mencapai praktek perbankan
yang sehat. Karena kepemilikan secara mayoritas memungkinkan timbulnya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam kepengurusan bank.
127
Oleh karena itu, BI selaku pengawas eksternal harus mengefektifkan pengawasan sebagai upaya
meningkatkan kesehatan perbankan.
128
Tingkat kesehatan bank dinilai dengan pendekatan kuantitatif yang dilakukan dengan penilaian terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas, aktiva produktif,
manajemen, rentabilitas, dan likuidasi yang disingkat dengan CAMEL.
129
Penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan dengan mengkuantifikasi komponen dari masing-
123
Ibid. hal. 252.
124
Zulkarnain Sitompul, “Pentingnya Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Sistem Perbankan”, Op.cit., hal. 10.
125
Ibid. hal. 1.
126
Ibid.
127
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 112.
128
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op.cit. hal. 256.
129
Rachamadi Usman, Op. cit. hal. 130.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
masing faktor.
130
Hasil kuantifikasi dari komponen tersebut dinilai lebih lanjut dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materil
berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan masing-masing faktor.
131
Kemudian faktor dan komponen diberikan bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap
kesehatan bank, dan penilaiannya dilakukan dengan “reward system” yang dinyatakan dalam nilai kredit 0 sampai 100.
132
Atas dasar penilaian tersebut ditetapkan empat golongan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu sehat, cukup sehat,
kurang sehat dan tidak sehat.
133
Pendekatan tersebut diharapkan dapat membantu BI di dalam menilai apakah suatu bank masih layak untuk dipertahankan atau tidak. Karena salah satu penyebab
ambruknya bank swasta antara lain disebabkan oleh lemahnya sistem pengawasan BI terhadap operasi perbankan nasional.
134
Di samping itu, kecepatan proses penyelesaian bank bermasalah merupakan salah satu kunci efektifitas pengawasan
dan dapat mengurangi biaya yang akan ditanggung pemerintah.
135
Ad.3. Lemahnya Manajemen Bank
Faktor lain penyebab Bank Gagal yaitu lemahnya manajemen bank.
136
Hal ini telah mengakibatkan penurunan kualitas aset produkif dan peningkatan risiko yang
130
Ibid.hal. 131.
131
Ibid.
132
Ibid.
133
Ibid.
134
Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit. hal. 80.
135
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 231.
136
Ibid. hal. 115.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
dihadapi bank.
137
Buruknya kondisi perbankan di Indonesia juga disebabkan campur tangan pemilik yang berlebihan dalam manajemen bank, bahkan tidak sedikit pemilik
yang merangkap jabatan sebagai pengurus bank.
138
Hal ini menyebabkan perilaku para pengelola dan pemilik bank yang cenderung mengeksploitasi dan atau
mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha.
139
Seharusnya pengurus bank wajib mematuhi semua aturan main agar bank terhindar dari kemungkinan kerugian yang dapat mengancam kelangsungan usahanya
dan pada gilirannya merugikan masyarakat.
140
Hal ini penting untuk diperhatikan, karena penyebab utama Bank Gagal di Indonesia adalah kelalaian pengurus bank
serta penipuan dan penggelapan yang mereka lakukan karena nasabah sangat sulit untuk mendeteksinya.
141
Sedangkan kegagalan terbesar dari pengurus bank adalah kegagalan dalam mengurus resiko yang pada dasarnya akan selalu dihadapi bank.
142
Menurut Timoty W Koch, resiko dasar dari bank yaitu credit risk, liquidity risk, interest rate risk, operational risk dan capital or solvency risk.
143
137
Burhanuddin Abdullah, “Peran Kebijakan Moneter Dan Perbankan Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Di Indonesia”, disampaikan pada Kursus Reguler Angkatan XXXVI Lemhanas,
Jakarta, tanggal 13 Januari 2003, hal. 7.
138
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 111-112.
139
Adrian Sutedi, Loc.cit.
140
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 101.
141
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op.cit. hal. 5-6.
142
Gunarto Suhardi, Usaha Meningkatkan Kinerja Kepatuhan Perbankan Di Indonesia, Yogyakarta: Andi Offset, 2004, hal. 3.
143
Ibid., sebagaimana dikutip dari Timoty W Koch, Bank Management, New York: The Dryden Press, 1992, hal. 111. Credit risk adalah resiko yang paling besar karena aktiva bank dengan
penghasilan bunga yang terbesar ditempatkan pada pemberian kredit kepada para nasabah debitur. Liquidity risk adalah keseimbangan antara kebutuhan likuiditas dan penempatan alat likuid. Gagal
dalam menjaga keseimbangan tersebut berarti gagal memperoleh pendapatan yang mencukupi atau gagal dalam meberikan pelayanan kepada para nasabahnya dan runtuhlah kepercayaan masyarakat
kepada banknya. Interest rate risk, naik turunnya suku bunga menimbulkan resiko bagi bank karena
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Kelemahan internal industri perbankan terutama juga disebabkan oleh rendahnya kualitas pengelolaan internal yang tercermin dari konsentasi kredit yang
berlebihan pada satu grup atau individu, serta campur tangan pemilik yang berlebihan dalam manajemen bank.
144
Sedangkan bank memperoleh dana dari masyarakat yang biasanya digunakan apabila bank mengalami kesulitan untuk memperoleh dana dari
luar.
145
Dana ini dapat disalahgunakan oleh pemilik dengan memberikan pinjaman kepada orang dalam.
146
Hal ini merupakan faktor penyebab utama terjadinya Bank Gagal di banyak negara.
147
Manajemen bank merupakan hal yang paling penting dan menduduki posisi sentral.
148
Karena manajemen yang efektif dan efisien dapat meningkatkan kapabilitas sekaligus kelancaran keadaan finansial dari suatu perusahaan yang
berjalan aktif.
149
Oleh karena itu, harus menghilangkan benturan kepentingan antara pemegang saham dan atau pengurus bank.
150
terdapat perbedaan durasi penempatan dana dengan perolehan dana dari pihak ketiga. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pendapatan bunga dengan biaya bunga yang dapat
membawa kerugian pada bank. Operational risk merupakan resiko yang terjadi karena keharusan diserapnya berbagai biaya tambahan baik karena biaya operasional personil, peralatan, sistim dan
lain-lain maupun biaya-biaya yang terjadi karena kecurangan pegawai atau nasabah dari bank tersebut. Capital or solvensy risk karena akumulasi dari berbagai resiko tersebut yang tidak dapat
diatasi oleh pengurus bank, sebagai akibat selanjutnya bank menjadi insolvent dan akhirnya bangkrut. Hal ini merupakan tahap terakhir dari kegagalan pengurus bank baik karena kesengajaan ataupun
karena kelalaian atau bahkan karena kurang pengetahuannya.
144
Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit. hal. 21.
145
Soetanto Hadinoto, Op. cit. hal. 56.
146
Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan Relevansinya dengan Kebijakan Single Presence Policy”, Op.cit. hal.2.
147
Ibid.
148
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 224.
149
Indra Surya Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Jakarta: Fajar Interpratama Offset,
2008, hal. 97.
150
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 113.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Di Amerika Serikat sistem pengelolaan perusahaan dilakukan oleh outsiderarm’s length, yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh orang luar
perusahaan.
151
Pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan merupakan sistem yang menguntungkan karena pengurus dapat dipekerjakan semata-mata berdasarkan
atas kompetensi yang mereka miliki.
152
Pengurus bank adalah mereka yang profesional dan memiliki keahlian dalam bidang usaha perbankan yang berarti
memenuhi karakteristik tentang kepengurusan oleh organ tertentu yang bukan pemilik saham.
153
Pembatasan kepemilikan bank juga dimaksudkan untuk membatasi risiko kegagalan bank, menghindari benturan kepentingan dan mencegah pemusatan
kekuasaan keuangan.
154
Hal ini dapat dilakukan dengan membatasi jumlah pemilik saham oleh individu atau lembaga dengan maksud mencegah dominasi pemilik atas
pengurus dan membatasi kepemilikan berdasarkan kriteria pemilik.
155
Uraian tersebut juga sesuai dengan kriteria yang dibuat oleh BI. Agar dapat menjadi pemilik bank, para pihak tidak termasuk dalam daftar orang yang dilarang
menjadi pemegang saham dan yang menurut penilaian BI yang bersangkutan memiliki integritas yang baik.
156
Apabila hal ini dapat diterapkan, maka manajemen perbankan akan berjalan dengan baik.
151
Ibid., hal. 115.
152
Ibid.
153
Gunarto Suhardi, Usaha Meningkatkan Kinerja Kepatuhan Perbankan Di Indonesia, Op. cit. hal. 18.
154
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 118.
155
Ibid.
156
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Op.cit. hal. 115.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
B. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Bank Agar Tidak Dinyatakan Sebagai Bank Gagal Oleh Bank Indonesia
Kebijakan pemerintah di sektor perbankan harus diarahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh.
157
Hal ini tidak lagi semata-mata memegang peranan penting dalam pengembangan infrastruktur keuangan dalam
rangka mengatasi kesenjangan antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting dalam memelihara kestabilan makro melalui keterkaitannya dengan
efektivitas kebijakan moneter.
158
Karena perbankan merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarakan transaksi pembayaran, baik nasional maupun
internasional.
159
Oleh karena itu, upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menjadi bagian yang sangat penting untuk dilakukan.
160
Apabila masyarakat sudah tidak percaya pada bank, maka akan menyebabkan terjadinya rush yang
menyebabkan kegagalan bank. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan bank agar tidak dinyatakan sebagai Bank Gagal, antara lain:
1. Penerapan Prinsip Kehati-hatian Prudential Banking Principle 2. Pelaksanaan Good Corporate Governance
3. Melakukan Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
157
Adrian Sutedi, Loc.cit.
158
Ibid. sebagaimana dikutip dari Syahril Sabirin, “Upaya Keluar dari Krisis Ekonomi dan Moneter”, Orasi Ilmiah disampaikan pada acara Wisuda Sarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera
Barat tanggal 29 September 2001 di Padang, hal.5.
159
Ibid. hal. 130.
160
Ibid. sebagaimana dikutip dari Syahril Sabirin, “Kebijakan Moneter dan Perbankan dalam Mendukung Pembangunan Nasional”, dalam
http:www . publikasi BI. go.id.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Ad.1. Penerapan Prinsip Kehati-hatian Prudential Banking Principle
Prinsip kehati-hatian Prudential Banking Principle adalah salah satu azas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan
usahanya wajib bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.
161
Hal tersebut diatur dalam Pasal 8, 10 dan 11 Undang- Undang Perbankan. Pasal 8 menyatakan:
“Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur
untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.
162
Hal ini penting mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-
unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih
yang dibayar dengan kredit yang bersangkutan.
163
Pasal 10 Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan menyatakan Bank Umum dilarang:
161
Ibid. hal. 161. sebagaimana dikutip dari Anwar Nasution, “Pokok-Pokok Pikiran tentang Pembinaan dan Pengawasan Perbankan”, dalam rangka Pemantapan Kepercayaan Kepada Masyarakat
terhadap Industri Perbankan, Makalah disampaikan pada seminar tentang “Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah”, Departemen Kehakiman, BPHN, Hotel Indonesia, Jakarta, tanggal 24-25 Juni
1997, hal.2.
162
Lihat penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
163
Ibid.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
a. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf b dan huruf c
164
. b. Melakukan usaha perasuransian
c. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7.
Sedangkan Pasal 11 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa:
1 Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau
sekelompok peminjam yang terkait termasuk kepada perusahaan- perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan
2 Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak boleh melebihi 30 dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia 3 Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai pembatasan maksimum
pemberian kredit, atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain
yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada:
a. Pemegang saham yang memiliki 10 atau lebih dari modal disetor bank
b. Anggota Dewan Komisaris c. Anggota Direksi
d. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan
huruf c e. Pejabat bank lainnya
f. Perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d dan huruf e
164
Pasal 7 huruf b dan c: b. melakukan kegiatan penyertaan modal pad bank atau perusahaan lain di bidang keuangan
seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI
c. melakukan kegiatan penyertaan modal, sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaanya dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh BI
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
4 Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 tidak boleh melebihi 10 dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia 4A Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat
1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 4
5 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 3 wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh Bank
Indonesia.
Prinsip kehati-hatian juga diatur secara eksplisit dalam Pasal 29 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pasal 29 ayat 2
menyatakan: “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.
Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, tingkat kesehatan bank akan terjaga. Hal tersebut dapat meningkatkan likuiditas bank yang ditandai dengan adanya
dana murah yang dapat disalurkan melalui kredit yang sehat dan diharapkan membuat kinerja operasional bank menjadi sehat.
165
Sehingga pemerintah tidak perlu memberikan jaminan terselubung terhadap bank.
Pasal 29 ayat 2 tersebut sejalan dengan Pasal 25 Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa:
“Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, BI berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-
hatian”.
165
Soetanto Hadinoto, Op. cit. hal. 111.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
BI dalam menerapkan serangkaian aturan yang biasa disebut ketentuan kehati- hatian tersebut mencakup banyak aspek, antara lain aturan mengenai Modal Inti Bank
Umum, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM, Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK, Kualitas Aktiva, Penyisihan Penghapusan Aktiva, Giro
Wajib Minimum, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
166
Hal tersebut menjadi begitu penting untuk diatur oleh BI, karena pengaturan industri perbankan harus dapat menjawab dua masalah fundamental, yaitu
luas dan dalamnya materi yang akan diatur dan bentuk pengaturan yang akan diterapkan.
167
Bank wajib memiliki modal inti minimum yang dipersyaratkan untuk mendukung kegiatan usahanya, agar bank siap dan mampu menanggung
kemungkinan kerugian yang timbul.
168
Bank juga wajib memenuhi kewajiban KPMM dengan memperhitungkan risiko pasar sebesar 8 baik secara individual
danatau secara konsolidasi dengan perusahaan anak.
169
Sedangkan ketentuan BMPK bagi Bank Umum dibedakan menjadi dua macam pihak. Untuk pihak yang tidak
terikat dengan bank, penyediaan dana kepada satu peminjam ditetapkan paling tinggi 20 dari modal bank, dan untuk satu kelompok peminjam paling tinggi 25 dari
modal bank. Sedangkan untuk pihak yang terkait dengan bank, maka seluruh
166
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Op.cit. hal. 118.
167
Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit. hal. 15.
168
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Loc. cit.
169
Ibid., hal. 119.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
portofolio penyediaan dana ditetapkan paling tinggi 10 dari modal bank.
170
Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi lemahnya manajemen pada bank. Dengan adanya
ketentuan BMPK, maka pengurus bank tidak akan sembarangan dalam memberikan pinjaman terhadap nasabah debitur.
Bank wajib menjaga Kualitas Aktiva dan Penyisihan Penghapusan Aktiva untuk mengelola risiko kredit agar potensi kerugian dapat diminimalisir.
171
Bank Umum juga wajib untuk memelihara GWM dalam rupiah yang ditetapkan sebesar 7
dari dana pihak ketiga dalam rupiah dan untuk bank devisa wajib memelihara GWM dalam valuta asing yang ditetapkan sebesar 3 dari dana pihak ketiga dalam valuta
asing.
172
Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah karena terkait dengan pemantauan rekening dan transaksi bank.
173
Di samping itu, juga wajib untuk melakukan transparansi kondisi keuangan bank dengan menyusun, menyampaikan ke
BI dan mengumumkan kondisi keuangannya kepada masyarakat secara bulanan, triwulan dan tahunan. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi lemahnya pengawasan,
dimana masyarakat juga dapat ikut berperan dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja bank tersebut.
170
Ibid., hal. 121.
171
Ibid.
172
Ibid., hal. 122.
173
Ibid., hal. 124.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Eksistensi sektor finansial yang sehat dan kuat merupakan elemen yang penting dan menjadi pelumas bagi perkembangan dunia usaha.
174
Apabila sektor keuangan tidak berfungsi dengan baik, proses kebangkrutan dari perusahaan dalam
sektor yang kalah dalam liberalisasi akan menyebabkan efek domino berupa krisis perbankan yang pada gilirannya akan menimbulkan crowding out bagi industri yang
seharusnya diuntungkan oleh proses liberalisasi.
175
Oleh karena itu, peraturan kehati- hatian yang disusun secara baik akan mengurangi krisis keuangan dan membantu
mengurangi kerapuhan sistem keuangan terhadap gejolak makro ekonomi.
176
Pasal 29 ayat 3 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Menyatakan:
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang
tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.”
Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan
memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Karena salah satu persyaratan bank yang baik adalah kemampuannya untuk menyediakan mobilitas pada modal yaitu
kemampuan untuk menggerakkan kredit dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan variasi persyaratan bisnis.
177
174
Ibid., hal. 106.
175
Ibid.
176
Ibid., hal. 62. sebagaimana dikutip dari V. Sundararajan dan Thomas J.T. Balino ed, Banking Crises: Cases and Issues, Washington, DC:IMF, 1991 ,hal.13-16.
177
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op.cit. hal. 248.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Bankir adalah profesi yang dituntut memiliki standar kehati-hatian yang tinggi dalam mengelola bank.
178
Standar kehati-hatian ditetapkan sebagai “the degree of care to which the bank directos were bound is that which ordinarily prudent and
diligent persons would exercise under similar sircumstances.” Berdasarkan standar ini pengurus bank wajib menjaga kondisi bank dan melakukan pengawasan dan
pemeriksaan yang diperlukan.
179
Untuk itu, pengurus harus menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas pengawasan terhadap bank.
180
Karena bank sebagai institusi keuangan merupakan jantung perekonomian dan dana yang disalurkan dalam
bentuk kredit bukan berasal dari pemilik bank.
181
Hal ini sejalan dengan komentar Hakim Agung Shientag dalam Litwin v. Allen, bahwa standar kehati-hatian yang lebih tinggi dipersyaratkan kepada pengurus
bank dibandingkan dengan pengurus perusahaan lain.
182
Oleh karena itu, pengurus bank harus menjalankan bank secara efisien atau menghadapi risiko kebangkrutan.
183
Karena pengalaman menunjukkan dalam setiap kasus kebangkrutan bank, justru pemilik dan penguruslah yang punya andil besar dalam menghancurkan bank
tersebut.
184
178
Zulkarnain Sitompul,”Bankir Perlu Berhati-Hati”, Loc. cit.
179
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Loc.cit.
180
Ibid.
181
Zulkarnain Sitompul,”Bankir Perlu Berhati-Hati”, Loc. cit.
182
Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit. hal. 42. sebagaimana dikutip dari Litwin v. Allen, Supreme Court of New York, 1940,25 N.Y.S.2d 667.
183
Ibid., hal. 275.
184
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 179.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Dengan meluasnya kegiatan usaha yang dilakukan bank, semakin besar beban pengaturan bagi bank sehingga semakin besar pula biaya untuk pengawasannya.
185
Oleh karena itu, pengawas disarankan untuk lebih memusatkan perhatian pada kebijakan makroprudensial yaitu mencegah sistem perbankan secara keseluruhan
mengalami masalah sehingga mengurangi kerugian terhadap perekonomian.
186
Ad.2. Pelaksanaan Good Corporate Governance
Risiko kegiatan usaha perbankan kian beragam. Keadaan tersebut semakin meningkatkan kebutuhan akan praktik tata kelola perusahaan yang baik good
corporate governance di bidang perbankan.
187
Hal ini diatur di dalam PBI No.84PBI2006. Pengelolaan bank penting diformulasikan dengan prinsip GCG,
agar kualitas pengelolaan bank dapat mendorong jalannya fungsi utama bank tersebut, sekaligus untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
188
Penerapan GCG secara konkret memiliki tujuan terhadap perusahaan, antara lain:
189
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing
2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah
185
Ibid., hal. 41. sebagaimana dikutip dari Thomas M. Hoenig, “Financial Modernization: Implications for the Safety Net, Remark from the Conference on Deposit insurance, FDIC”,
Washington DC, 29 January 1998, Merce Law Review, Vol.49,1998, hal.791.
186
Ibid., hal.127. sebagaimana dikutip dari The Economist, “Regulator Should Worry Less About Individual Banks and more About System”, 26 Juli-1 Agustus 2003, hal.68. Uraian lebih dalam
mengenai macroprudential lihat Claudio Borio, “Towards a Macroprudential Framework for Financial Supervision and Regulation”, BIS Working Paper, No.128, February 2003.
187
Indra Surya Ivan Yustiavandana, Op. cit. hal. 116.
188
Bismar Nasution, “Penerapan Good Corporate Governance dalam Pencegahan Penyalahan Kredit”, disampaikan pada “Seminar Hukum Perkreditan”, PT. Bank Rakyat Indonesia, Medan,
tanggal 12-13 Maret 2002, hal. 5.
189
Indra Surya Ivan Yustiavandana, Op. cit. hal. 68.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholder terhadap
perusahaan 5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum
Prinsip-prinsip utama dari GCG yang menjadi indikator sebagaimana ditawarkan Orgnization for Economic Cooperation and Development OECD adalah
fairness kewajaran,
disclosuretransparency keterbukaan, accountability akuntabilitas dan responsibility pertanggungjawaban.
190
1. Fairness Kewajaran
Prinsip fairness menyatakan keharusan bagi sebuah perusahaan untuk
memberikan kedudukan yang sama terhadap para pemegang saham, sehingga kerugian akibat perlakuan diskriminatif dapat dicegah sedini mungkin.
191
Secara konkret, implementasi dari prinsip tersebut bagi kepentingan para pemegang saham
dapat diwujudkan dengan memberikan hak-hak sebagai berikut:
192
190
Ibid. sebagaimana dikutip dari Wahyono Darmabrata dan Ari Wahyudi Hertanto,”Implikasi Good Corporate Governance dalam Menyikapi Bentuk-Bentuk Penyimpangan
Fiduciary Duty Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas,” Jurnal Hukum Bisnis Volume 22 No.6 Tahun 2003, hal.27.
191
Ibid., hal 71.
192
Ibid. sebagaimana dikutip dari Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance,”Pedoman Good Corporate Governance,” dalam “Good Corporate Governance Konsep
dan Implementasi Perusahan Publik dan Korporasi Indonesia”, diedit oleh Hindarmojo Hinuri Jakarta: Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia, 2002, hal.4.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
a. Hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam suatu RUPS berdasarkan ketentuan satu saham memberi hak kepada pemegangnya untuk mengeluarkan
satu suara atau one man one vote b. Hak untuk memperoleh informasi material mengenai perseroan secara tepat
waktu dan teratur, dan hak ini harus diberikan kepada semua pemegang saham tanpa ada pembedaan atas klasifikasi saham yang dimiliki olehnya.
c. Hak untuk menerima sebagian dari keuntungan perseroan yang diperuntukkan bagi pemegang saham sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya
dalam perseroan dalam bentuk dividen dan pembagian keuntungan lainnya. Formulasi prinsip keadilan tersebut juga harus melakukan pendekatan pada
prinsip pengawasan, dimana pengurusnya mempunyai peran yang cukup untuk mengawasi perbankan.
193
Alasan dilakukan pengawasan berkaitan dengan upaya menjaga kepercayaan masyarakat.
194
Pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap integritas perbankan diupayakan karena kepercayaan masyarakat merupakan faktor
yang sangat krusial.
195
PBI No.525PBI2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatuhan Fit and Proper Test merupakan salah satu pemenuhan terhadap prinsip keadilan, dimana
calon direksi dan komisaris bank harus memenuhi kompetensi tertentu untuk menjadi
193
Bismar Nasution, “Peranan Birokrasi Dalam Mengupayakan Good Corporate: Suatu Kajian Dari Pandangan Hukum Dan Moral”, disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Komisi
Hukum Nasional Republik Indonesia,“Reformasi Hukum di Indonesia Melalui Prinsip-prinsip Good Governance”, yang diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia bekerjasama dengan
Program Studi Magister Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, tanggal 1-2 Oktober 2003, medan, Sumatera Utara, hal. 2.
194
Ibid.
195
Ibid.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
pengurus bank. Hanya pihak yang memiliki integritas tinggi dan kelayakan keuangan saja yang dapat menjadi pemegang saham pengendali. Semua pengurus bank
menentukan kebijaksanaan dan mereka memimpin terlaksananya kebijaksanaan dalam kegiatan perbankan sehingga harus menjalani test tersebut.
196
Di samping itu, seorang pengurus bank tidak boleh gambling coba-coba akan tetapi harus
diperhitungkan untung ruginya.
197
2. DisclosureTransparency Keterbukaan