4. Sinar Merdeka Pers Di Tapanuli 1945 – 1950

itu beliau harus berurusan dengan pihak yang berwajib untuk mempertanggung jawabkan tindakannya. Maka akhirnya Xarim dan rekannya Pedo Al Mansur berhenti dari surat kabar tersebut dan selanjutnya mereka kembali ke Langsa untuk menerbitkan sebuah surat kabar baru bernama ‘Oetoesan Raiat’. 2. 2. 4. Sinar Merdeka Parada Harahap merupakan orang ke-2 di Sumatera Utara yang menggunakan kata atau istilah “Merdeka” pada nama surat kabarnya. Hal ini menunjukkan bahwa Parada Harahap sejak zaman kebangkitan sudah memiliki kesadaran yang kuat untuk segera menjadi bangsa yang merdeka. Maka keinginan beliau pun segera terwujud dengan menerbitkan sebuah surat kabar ternama yakni ‘Sinar Merdeka’ pada tahun 1914 yang terbit di Padang Sidempuan. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan persuratkabaran selanjutnya, maka Parada Harahap ikut aktif dalam menceritakan suka dan duka diawal permulaan kegiatannya pada waktu itu. Parada Harahap merupakan seorang sosok yang selfmademenotodidak, sejak dari masa mudanya Parada Harahap sudah terlihat aktif dalam arti ingin mengetahui apa saja tentang sesuatu yang belum pernah diketahuinya. Maka di Padang Sidempuan, sebuah kota yang tidak terlalu jauh dari kampung halaman atau tempat kelahirannya Pargarutan, sudah terbit sejak tahun 1914 sebuah mingguan berbahasa Batak bernama ‘Postaha’, dan dari penerbitan inilah Parada Harahap telah mengenal surat kabar sejak ia masih kecil. Dalam perkembangan selanjutnya, dengan pengetahuan yang sederhana timbul keinginan dalam hatinya untuk segera merantau dari Tapanuli ke Sumatera Timur pada tahun 1916. Maka akhirnya ia bekerja menjadi krani pada perkebunan Soengai Dapdap Universitas Sumatera Utara milik H.A.P Mij, sebuah kantor besar Boenoet di daerah Kisaran. Dari sini beliau mengirim berbagai tulisan ke Pewarta Deli, dan dengan memakai nama terang ‘Parada Harahap Soengai dadapeer’. Maka akhirnya beliau dikenal oleh para pembaca surat kabar karena tulisannya yang pernah dimuat oleh harian Pewarta Deli yang berjudul “Ach, naib Bangsaku”, yang membahas mengenai persoalan ekonomi dimana ia telah mengatakan kelemahan posisi bangsa Indonesia dalam menghadapi pihak asing terutama orang Tionghoa. Parada Harahap juga menyoroti soal masalah perkawinan bangsa Indonesia yang dikatakannya terlalu cepat menikah, namun akhirnya beliau tidak betah tinggal di Kisaran dan akhirnya pindah ke Medan dan tinggal di Krugerstraat 12. Selanjutnya muncul keinginan darinya untuk segera membangun sebuah ormas perkebunan dan akhirnya pada tanggal 16 November 1918 ia berhasil mengumpulkan para anggota untuk membentuk sebuah organisasi perkebunan dengan nama ‘Estate Klerken Bond’, maka dari usahanya tersebut terbitlah sebuah majalah pembawa suara karyawan bernama “De Cranie”. Disamping itu beliau juga mensponsori penerbitan sebuah majalah khusus wanita, dimana seorang tokoh wanita yang menjadi guru bernama Tengku A. Sabariah sangat tertarik dengan rencananya tersebut, maka terbitlah nomor percobaan pada tanggal 15 Mei 1919 dengan direksinya adalah T.A Sabariah dan redaksinya bernama Butet Satidjah dan tim pembantunya adalah A.S Hamidah, sedangkan yang menjadi pemimpin umumnya adalah Parada Harahap sendiri, selanjutnya setelah beliau menikah dengan istrinya bernama Setiaman, maka nama istrinya pun ikut tercantum dalam dewan redaksi 9 9 Wawancara dengan Mangaraja Siahaan tanggal 12 April 2008 di Sibolga . Universitas Sumatera Utara Merasa tidak puas tinggal di Medan dengan segala kegiatannya itu, akhirnya Parada Harahap kembali ke Tapanuli dan menjadi pemimpin redaksi surat kabar berbahasa Batak bernama Poestaha. Sambil memimpin mingguan tersebut, Parada Harahap berhasil membangkitkan animo Mangradja Bangun Batari yang merupakan direktur ‘N.V.Partopan Tapanoeli’, untuk segera menerbitkan surat kabar baru, maka lahirlah surat kabar Sinar Merdeka. Disini Parada Harahap mulai menonjolkan bakatnya sebagai pejuang pena. Dalam penerbitan surat kabarnya nomor pertama pada tanggal 3 Agustus, beliau mendapatkan masalah yang akhirnya harus dirasakannya juga, karena menjelang surat kabar tersebut terbit sudah banyak bahan-bahan yang terkumpul di mejanya. Satu diantara berita tersebut adalah kasus seorang manteri-polisi Sutan Naparas di Sipirok. Dalam kasus ini Parada Harahap banyak mengungkapkan sisi buruk dari Sutan Naparas yang juga sangat kejam. Pengalaman pahit yang didapatkan oleh Parada Harahap selama beliau mendirikan surat kabar ini, bukan merupakan suatu penghalang baginya untuk tetap menerbitkan berita pada masa itu. Beliau juga merupakan salah satu tokoh pers yang paling sering diperkarakan dan diadili oleh pemerintah kolonial Belanda, namun sedikit pun tidak terlihat kegentaran dihatinya. Hal ini dilakukan dengan mengancam kesombongan penjajahan, yang dimuat dalam satu tulisannya yang mengatakan bahwa ‘kontrolir Belanda Van de Meulen ini adalah tidak lebih muda dari seorang babu yang menjaga anak-anak’, oleh karena itu dari pemberitaan ini akhirnya menimbulkan pertengkaran antara Parada Harahap dengan Belanda. Sejak berita itu diturunkan ada saja hantaman dan masalah yang dilancarkan oleh pihak Belanda terhadapnya. Selain berita itu, Parada Harahap juga pernah menulis dan menceritakan Universitas Sumatera Utara dalam surat kabarnya bahwa beliau pernah ditangkap di tengah jalan sehinnga dia tidak diperbolehkan untuk pulang. Parada Harahap akhirnya ditahan dalam tahanan selama 2 hari, selanjutnya dia di keluarkan kembali karena berita yang dimuatnya telah dibaca oleh Residen yang menyebabkan Residen tersebut turun tangan. Akibat dari tindakan pemerintah kolonial Belanda terhadap dirinya, selanjutnya bukan membuat beliau menjadi jera bahkan berita-berita yang dimuat oleh surat kabarnya pun semakin radikal dan sangat keras menghantam pemimpinan Belanda di Tapanuli. Oleh sebab itu hal ini sangat dirasakan di kalangan pegawai-pegawai Belanda, untuk itu mereka menjadi sangat hati-hati terhadap apa saja yang dimuat oleh surat kabar Sinar Merdeka, sebab berita itu akan sampai kepada parket pokrol jendaral Jaksa Agung. Setiap nomor yang terbit selalu saja ada terdapat kolom yang digaris merah dan dikirim kepada pembesar justisi Belanda. Oleh karena itu wajar saja kalau masyarakat rendahan Suara Merdeka menjadi tumpuan harapan untuk menyampaikan segala keluh kesah mereka dan ratap tangis terhadap perbuatan serta tindakan sewenang-wenang para pegawai-pegawai Belanda. Dimana saat itu Tapanuli dalam suasana gelap dari keadilan. Tampilnya Parada Harahap oleh rakyat dianggap sebagai pahlawan pena yang sangat berperan dalam merebut kemenangan di medan perang. Selama 2 tahun Parada Harahap berada di Padang Sidempuan, maka tidak kurang 12 kali beliau menghadapi delik pers. Untuk itu tidak kurang dari 7 bulan juga ia harus keluar masuk penjara. 2. 2. 5. SOARA BATAK