latar belakang pemberian sanski ini karena pers memuat berita tentang kegiatan militer Sekutu di Indonesia. Disamping itu pers mampu memberikan penerangan kepada
masyarakat mengenai bentuk pemerintahan yang sudah ada dan harus tetap dipertahankan.
4. 8. Tokoh pers juga pejuang
Berbicara mengenai peranan pers pada masa revolusi tidak terlepas dari perjuangan para tokoh-tokoh pers yang terlibat di dalamnya. Situasi Tapanuli selama
perang kemerdekaan boleh dikatakan tidak pernah sepi dari suasana tembak-menembak. Para pejuang republik termasuk tokoh pers harus sangat hati-hati dalam menghadapi
Sekutu, oleh karena itu tokoh pers selalu jadi incaran Belanda, sebab dianggap dapat memberi pengaruh besar terhadap rakyat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan.
Sebagaiman sering dikatakan bahwa organisasi pergerakkan dan tokoh-tokoh dan pers merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Pada masa perjuangan bukan hanya tokoh-
tokoh pergerakkan saja yang sering ditangkap dan dipenjarakan atau ditahan, tetapi tokoh pers juga mengalami hal yang sama sehingga pengalaman pejuang politik dirasakan juga
oleh para tokoh-tokoh pers di Tapanuli seperti yang dialami oleh M.H. Manullang salah satu pimpinan redaksi surat kabar Soara Batak di Tarutung.
Selain berjuang melalui pena para tokoh pers juga ikut berjuang secara fisik untuk mempertahankan kemerdekaan, melaui curahan semangat dan tenaga dalam melawan
pihak Sekutu. Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia orang-orang yang bekerja dalam pers dianggapsebagai sarana untuk menyampaikan aspirasi atau kepentingan
pemerintah kepada masyarakat, demikian juga sebaliknya. Setelah kemerdekaan para
Universitas Sumatera Utara
tokoh pers banyak yang menjadi tokoh nasional. Surat kabar bagaikan lembaga pendidikan yang melahirkan banyak wartawan yang kemudian tampil menjadi tokoh
politik khususnya di bidang pemerintahan di antaranya Rosihan Anwar, BM Diah, dan Adam Malik.
Pada awal kemerdekaan Indonesia dimana situasi politik dan ekonomi masih dalam suasana kacau dikarenakan Indonesia masih dalam tahap pembentukan lembaga,
namun pers tetap terus berjuang mengemban tugasnya sebagai salah satu media pemberi informasi bagi rakyat Tapanuli. Dengan situasi ekonomi yang sulit dikarenakan beberapa
faktor seperti banyaknya mata uang yang beredar, kas Negara kosong lantaran biaya perang selama berjuang untuk mencapai kemerdekaan bahkan setelah merdeka pun
bangsa Indonesia masih terus berjuang agar diakui secara internasional sebagai bangsa yang berdaulat. Dengan latar belakang seperti inilah para pekerja surat rela bekerja tanpa
upah sebagai pengganti lelah mereka. Tidak hanya kondisi seperti itu saja yang mereka alami, untuk membeli kertas pun peecetakan surat kabar tidak mampu, seperti yang
dialami surat kabar Suara Nasional yang pernah terbit di Sibolga, dimana pada penerbitan pertamanya para karyawan rela bekerja dengan tidak digaji selama tiga bulan. Bahkan
ketika surat kabar perjuangan harus dibredel untuk mendapatkan nasi bungkus pun sangatlah susah, sehingga terkadang mereka mencari makan sendiri-sendiri
24
Pejuang pers juga rela meninggalkan keluarga, anak dan istri ketika penerbitannya harus diungsikan ke tempat yang aman atau sebaliknya keluarga diungsikan ke tempat
yang aman sementara para pejuang pena ini tetap bertahan di daerah konflik dengan tujuan agar surat kabar ini tetap dapat terbit. Sekutu juga mengadakan show of force serta
menggeledah setiap pejuang yang ditemukan kemudian ditahan, oleh karena itu untuk .
24
Wawancara dengan Rumondang Siagian tanggal 20 Agustus 2008 di Balige.
Universitas Sumatera Utara
mengatasi masalah tersebut terkadang para wartawan ini tidur di kantor di antara tumpukan kertas. Selama menginap di kantor mereka selalu mengerjakan tugas-tugas
penerbitan bahkan mereka sampai lupa untuk menjaga kesehatannyadan akhirnya meninggal dunia. Oleh karena itu sewajarnyalah kita memberi penghormatan kepada para
pejuang pers yang selalu setia melayani pembacanya yang haus akan informasi khususnya berita-berita tentang perkembangan Indonesia selama perang kemerdekaan
berlangsung. Mengingat alat transportasi yangmasih sangat sederhana di masa revolusi, maka penyebarluasan surat kabar pun membutuhkan perjuangan. Mereka yang berada di
luar kota harus rela menempuh jarak yang cukup jauh untuk dapat sampai ke tempat yang mereka tuju, semua itu dilakukan dengan berjalan kaki melewati semak belukar yang
merupakan nie’mansland daerah tak bertuan. Kemudian setelah kembali ke tempat asal mereka langsung menyambung pendistribusiannya ke pedalaman, untuk itu para tokoh
pers sering tertangkap oleh patroli Belanda, maka selanjutnya mereka dihukum bahkan dipukuli, sementara surat kabarnya langsung dibuang sehingga tidak dapat dipungut
kembali
25
. Perjuangan para tokoh pers di Tapanuli tidak terlepas dari penerbitan surat kabar
yang difungsikan sebagai media untuk menyampaikan kritik ataupun perlawanan terhadap Belanda. Disamping itu surat kabar juga dijadikan sebagai media yang sifatnya
sebagai penghubung antara masyarakat dengan pemerintah.
25
Wawancara dengan Binsar Lubis tanggal 25 September 2008 di Sibolga.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan