8. Soeara Sini 9. Bintang Batak

cukup konservatif karena telah melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap orang- orang pribumi berupa pemungutan pajak dan kerja rodi. Maka Soeara Tapanoeli berusaha mengupas masalah pengembalian kepercayaan dengan menggantikan gubernur jenderal lama Fock kepada gubernur yang baru bernama De Graeff. Surat kabar tersebut telah memusatkan pandangannya pada keperluan supaya fungsi dewan negeri dan susunannya harus benar-benar diperbaiki, dengan tujuan agar rakyat mendapat kesempatan untuk turut serta dalam mengurus segala kebijakan politik yang berlaku di Tapanuli khususnya di Sibolga. Dalam pemberitaannya Ahmad Hoesin sebagai salah seorang anggota redaksi Soeara Tapanoeli juga telah menyadari bahwa masalah yang dihadapi oleh rakyat bukan hanya soal politik, tetapi juga seputar masalah ekonomi juga harus diselesaikan mengingat pada waktu itu kota Sibolga merupakan pusat bandar perdagangan untuk wilayah Tapanuli. Oleh karena itu melalui pemberitaannya Soeara Tapanoeli berupaya keras agar rakyat dapat mengetahui segala informasi yang berkembang pada masa itu. Karena kelemahan di bidang administrasi, maka pada tahun 1926 surat kabar Soeara Tapanoeli akhirnya berhenti dalam penerbitannya. 2. 2. 8. Soeara Sini Pada bulan Mei 1929, sebuah surat kabar bernama Soeara Sini terbit di Sibolga, di bawah pimpinan redaksi Saroehoem. Dalam penerbitannya surat kabar ini terbit sekali sebulan, melalui percetakan Tapanoeli, surat kabar ini mampu membuat berita setengah halaman. Oleh karena kondisi percetakan yang kurang memuaskan, selanjutnya surat kabar ini pindah ke Tarutung di bawah percetakan Bataksche Electrische Drukkerij Mij. Dalam pemberitaannya, surat kabar ini banyak mengupas tentang masalah-masalah Universitas Sumatera Utara politik dan sosial yang terjadi di Tapanuli. Di daerah ini, Soeara Sini mendapat perhatian dan dukungan lantaran berita-berita yang disampaikan cukup tajam dan radikal dalam menentang setiap kebijakan Belanda di Tapanuli. Oleh karena itu Saroehoem dijuluki sebagai “Soekarno Van Tapanoeli”. Namun perkembangan surat kabar ini tidak begitu lama yakni hanya dua tahun saja, hal ini lantaran banyaknya kekurangan khususnya di bidang administarsi 2. 2. 9. Bintang Batak Pada akhir tahun 1928 tepatnya di bulan November, terbitlah sebuah surat kabar dalam edisi berbahasa Indonesia di Sibolga bernama Bintang Batak, di bawah pimpinan redaksi G. Ph.Siagian. Surat kabar ini terbit seminggu sekali. Dalam setiap penerbitannya Bintang Batak banyak mengupas berita mengenai persoalan ekonomi, hal ini disebabkan karena pada masa itu krisis ekonomi sedang melanda dunia yang dikenal dengan Malaise yang imbasnya sampai ke Tapanuli. Dalam setiap kesempatan surat kabar ini berusaha mendesak supaya penguasa kolonial agar lebih banyak memberi peluang kepada penduduk pribumi untuk dapat mengerti bagaimana cara mencari sumber kehidupan. Selain itu para petani pribumi juga diarahkan agar selalu berhati-hati dalam menghadapi ancaman kesulitan ekonomi. Surat kabar Bintang Batak juga menyoroti masalah tentang banyaknya biaya yang dikeluarkan oleh penguasa di bidang pemeliharaan keamanan, pada hal disisi lain biaya tersebut dapat dimanfaatkan untuk keperluan peningkatan kesehatan penduduk pribumi, sebab menurut keterangan yang diperoleh dikatakan bahwa di wilayah tersebut belum ada dibangun sebuah rumah sakit. Dalam pemberitaannya pada tanggal 13 November 1929 diungkapkan bahwa seorang pegawai Belanda telah melanggar seorang anak-anak, namun dalam kejadian dia Universitas Sumatera Utara hanya mengacuhkan begitu saja anak tersebut. Selain berita tersebut, juga diungkapakan bagaimana hukuman yang diberikan oleh pihak kolonial kepada penduduk ketika ia berhutang pajak sebesar f 5.81, maka sanksi atas hutang tersebut ia harus membayar dua kali lipat dari nilai hutang sebelumnya. Berita-berita yang diterbitkan oleh surat kabar Bintang Batak tidak hanya membahas masalah seputar ekonomi, tetapi juga membahas mengenai persoalan sosial dan agama di Tapanuli. Salah satu diantaranya adalah mengenai perkembangan kekristenan Batak akibat dari pengaruh Rijnschzending Jerman yang ingin berkuasa di Tapanuli, sehingga menimbulkan anggapan bahwa pengaruh dominasi zending dengan pemeluk Kristen Batak telah melahirkan ungkapan “Berdikari” berdiri di atas kaki sendiri. Dari masalah-masalah yang disampaikan, maka telah membawa kemajuan besar dalam dunia persuratkabaran di Tapanuli. Dengan banyaknya berita-berita yang muncul telah membuat rakyat semakin mandiri dan mampu dalam mengatasi setiap persoalan yang ada. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya putera-putera Batak yang mendapatkan pendidikan di sekolah hasil dari proses misi zending Jerman ke tanah Batak pada waktu itu. Dalam perkembangan selanjutnya, diakhir tahun 1931 keberadaan surat kabar ini sudah mulai goyah dan akhirnya berhenti dalam penerbitan lantaran banyaknya persoalan yang dihadapi khususnya di bidang ekonomi.

2. 3. Beberapa Surat Kabar Kecil Sekitar tahun 1926-1928