dan negara. Perjuangan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia baik secara konfrontasi maupun diplomasi tujuannya sama-sama penting serta memberikan andil yang besar
dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Para pemuda yang sudah mendapatkan pendidikan militer setelah Indonesia merdeka, akhirnya menjadi pejuang-
pejuang yang maju ke medan perang. Sementara orang yang dipekerjakan oleh Jepang dalam persuratkabaran, kembali menerbitkan surat kabar yang membawa berita tentang
republik kepada rakyat.
4. 1. Perkembangan pers Daerah di Tapanuli 1945-1950
Pers sebagai media yang sangat berperan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak hadir begitu saja di tengah-tengah masyarakat, tetapi pers
secara lambat laun dikenal dan akhirnya berkembang sebagai sarana informasi yang merakyat. Pada masa penjajahan Belanda pers muncul sebagai akibat dari kegiatan
perdagangan yang membuat orang membutuhkan informasi karena semakin meluanya kegiatan perdagangan, maka semakin tinggi pula kebutuhan akan informasi bagi orang-
orang yang terlibat didalamnya. Masa penjajahan Belanda konsep nasionalisme sengaja dikesampingkan, sehingga
sebagian surat kabar bersifat keagamaan dan kesukuan. Sejarah lahirnya pers nasional pada masa revolusi bertolak dari landasan pengembangan fungsi media masa sebagai
sarana pengabdian rakyat. Tentu saja motivasi pengabdian ini bertolak dari motivasi perjuangan. Hal ini menunjukkan bahwa pers atau persurat kabaran Indonesia lahir tidak
didukung oleh motivasi ekonomi, tetapi lebih didukung oleh motivasi perjuangan demi bangsa dan negara.
Universitas Sumatera Utara
Pada saat Jepang menguasai Indonesia, kehidupan persuratkabaran di Indonesia pada umumnya dan di Tapanuli pada khususnya tidak begitu berkembang. Hal ini
ditandai dengan hanya ada satu surat kabar yang boleh terbit di Tapanuli yaitu Tapanuli Sinbun yang terbit dalam edisi Indonesia dan berbahasa Tionghoa. Dimana yang menjadi
pemimpin redaksinya bernama Hadley Hasibuan. Harian ini lebih banyak memuat berita- berita untuk kepentingan politik Jepang dalam perang Asia Timur Raya, sehingga
masyarakat Indonesia kurang berminat untuk membacanya. Untuk edisi berbahasa Indonesia mereka mempekerjakan orang-orang Indonesia, sehingga ketika bekerja disurat
kabar masa pendudukan Jepang dimanfaatkan sebagai tempat untuk bertukar pikiran diantar tokoh yang kemudian tampil sebagai pemimpin pada masa perang kemerdekaan.
Pengalaman bekerja dalam dunia pers pada masa pendudukan Jepang, akhirnya menjembatani perpindahan waktu dan kesempatan dari zaman penjajahan ke zaman
setelah merdeka, yang selanjutnya mewariskan nilai positif bagi peranan pers di Indonesia pada masa perjuangan. Untuk kebutuhan perlengkapan, percetakan yang
digunakan pada masa Jepang kemudian pada awal proklamasi kembali digunakan untuk menerbitkan surat kabar.
Pemerintahan Jepang yang sangat sensitif terhadap surat kabar yang dikeluarkan oleh pribumi, akhirnya menjadi latar belakang minimnya surat kabar yang terbit
menjelang berakhirnya pemerintahan Jepang. Disamping itu militer Jepang mendirikan bunkaka sebagai alat untuk seleksi terhadap pemberitaan yang dikeluarkan oleh pribumi.
Berita yang akan disampaikan terlebih dahulu disensor sebelum diterbitkan agar tidak memuat berita situasi politik nasional maupun internasional, bahkan untuk berita
mengenai kekalahan Jepang selalu dibendung atau ditutupi.
Universitas Sumatera Utara
Pasang surut surat kabar ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya karena kurangnya tenaga ahli dibidangnya, kesulitan keuangan yang dialami oleh bangsa
Indonesia diawal kemerdekaan karena situasi perekonomian Indonesia yang masih kacau. Disamping itu karena sekutu tidak jarang membredel pers yang selalu memuat berita
mengenai republik yang dianggap menentang kebijakan kolonial, bahkan ada yang sampai diasingkan seperti H.M Manulang yang merupakan pemimpin dari redaksi Harian
Soara Batak di Tarutung. Setelah Indonesia merdeka mulai muncul kembali surat kabar republiken antara
lain : 1.
Pada bulan September 1945 terbit Bintang Tapanuli, kemudian nama itu diganti menjadi Suluh Rakyat pada tanggal 29 September 1945, di bawah pimpinan Sutan
Batara, yang terbit di Padang Sidempuan. 2.
Suara Nasional yang terbit pada bulan Maret 1946 di Tarutung, di bawah pimpinan redaksi Said Mangaraja Tua. pada masa kolonial Belanda surat kabar ini
bernama Soeara Tapanoeli. Lantaran berita-beritanya yang tajam, maka pimpinannya ditahan oleh Inggris dan penerbitan pindah ke Sibolga.
3. Utusan Tapanuli yang terbit di Sibolga pada bulan Januari 1947 di bawah
pimpinan redaksi J.Siahaan. 4.
Harian Vita Vera yang terbit di Tarutung, surat kabar ini sudah pernah terbit pada masa kolonial Belanda, namun karena kesulitan di bidang ekonomi maka surat
kabar ini berhenti terbit, dan bangkit kembali di awal tahun 1948 di bawah pimpinan Urbanus.
Universitas Sumatera Utara
4. 2. Peranan Pers di Tapanuli Masa Revolusi