3. Hindia Sepakat Pers Di Tapanuli 1945 – 1950

diskusi oleh sarjana orientalis Belanda yang mengatakan bahwa mengucapkan sumpah di mesjid tidak dibutuhkan oleh hukum Islam. Ketika tahun 1920, surat kabar Tapian Na Oeli dalam pemberitaannya terbit dengan mempergunakan slogan ‘rawe-rawe rantas’ dan akhirnya penerbitannya berakhir, hal ini disebabkan karena terbitnya surat kabar baru di Sibolga bernama Hindia Sepakat 2. 2. 3. Hindia Sepakat Pada tanggal 31 Agustus 1920, terbit sebuah surat kabar baru di Sibolga bernama Hindia Sepakat, yang terbit setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu, dibawah penerbitan N.V.Handel Maatschappij Boekhandel en Drukkerij Kemadjoan Bangsa Sibolga, dengan direkturnya Dja Endar Bongsoe, sedangkan yang menjadi pemimpin redaksinya adalah Abdul Manap gelar Mangaradja Hoetagogar, sementara yang menjadi redakturnya adalah Achmad Amin 7 7 Abdul Manap berasal dari seorang pendidik dan pernah menjadi Onder Wijer kepala sekolah di Lokseumawe, kemudian beliau pindah ke Sibolga lalu terjun dalam bidang pergerakan rakyat, dalam kedudukannya itu beliau berhasil menjadi anggota dewan local di Padang Sidempuan. Ibid., hlm. 85. . Surat kabar ini mempunyai sebuah slogan yang cukup membawa pengaruh terhadap upaya perkembangannya yakni “penjokong dan pembantoe kemadjoean jang lajak bagi koetamaannja bangsa dengan pendoedoek”. Dalam perkembangan selanjutnya surat kabar ini cukup memberi kesan yang dapat dipercaya oleh para pembacanya, hal ini disebabkan karena tulisan-tulisan yang dimuat oleh pimpinan redaksi cukup berani serta berjiwa kerakyatan. Hal ini tercermin dari kata-kata ‘sama rata dan sama rasa’ yang selalu diperhatikan dalam memuat berita. Dalam setiap tulisannya surat kabar ini juga memakai istilah-istilah dalam bahasa Indonesia seperti pemakaian kata ralat, lajur, dan istilah ruas untuk kata ganti alinea. Oleh karena ituhal ini menunjukkan adanya kenginan dari si pemimpin untuk memperkaya pemakaian kata Universitas Sumatera Utara dalam bahasa Indonesia, dengan tujuan agar fungsinya dapat lebih ditingkatkan menjadi bahasa pers dalam arti luas. Dalam setiap pemberitaannya surat kabar Hindia Sepakat selalu memuat tulisan yang mengandung ungkapan rasa nasionalisme terhadap bangsa, seperti judul tulisan “sayangilah bangsamu, dan cintailah tanah airmu’yang ditulis oleh tim redaktur Achmad Amin. Selain tulisan beliau terdapat juga tulisan seorang tokoh yang cukup terkenal di Tapanuli ketika itu bernama Soetan Koemala Boelan, dimana beliau sering memuat tulisan dan kritikan yang bernada tajam kepada pihak Belanda. Berikutnya ada juga yang bernama Parada Harahap beliau adalah anggota pimpinan redaksi wartawan. Beliau pernah memuat tulisan dalam surat kabar Hindia Sepakat, tulisannya mengarah pada peraturan pidana yang baru berlaku pada waktu itu dengan judul ‘pers dengan artikel 315 Wetboek Van Strafrecht’. Tulisan dari Parada Harahap mencatat perubahan kedudukan seorang wartawan yang apabila dituntut pasti selalu dihadapkan kepada pengadilan rad justisi, maka dengan adanya peraturan baru tersebut setiap wartawan tertuduh tidak lagi dibawa ke pengadilan Rad Justisi tetapi ke lanrat atau magi straatsgerecht atau ke tempat rapat. Dalam langkah selanjutnya, di Sibolga Abdul Manap terkenal sebagai seorang tokoh pemimpin rakyat dan namanya sangat populer dalam mengatasi setiap permasalahan, bahkan namanya terkenal sampai ke Loekseumawe untuk itu beliau diminta untuk datang kesana, namun dalam pemberitaan sebuah surat kabar dikatakan tidak boleh sembarangan untuk masuk ke Aceh karena adanya peraturan ‘passenstelsel’. Peranan yang ditunjukkan oleh Abdul Manap dapat terlihat dari keikutsertaannya dalam memprakarsai suatu peraturan rakyat Sumatera yang akhirnya dilaksanakanlah rapat Universitas Sumatera Utara raksasa di Sibolga. Sebagai seorang pemimpin beliau sangat disegani dan dihormati oleh rakyat karena dianggap dapat mengatasi setiap permasalahan dalam setiap organisasi Syarekat Islam di Sibolga. Dalam setiap pemberitaanya, surat kabar Hindia Sepakat dikenal sebagai surat kabar yang cukup ekstrims serta dicap sangat radikal, hal ini disebabkan karena surat kabar tersebut banyak menentang tindakan-tindakan pihak kolonialisme Barat di Tapanuli. Pada akhir tahun 1921 Abdul Manap dihadapkan ke pengadilan rapat di Sibolga atas tuntutan penyelidikan terhadap tulisan yang berjudul ‘Madona’, yang dimuat dalam surat kabar Hindia Sepakat pada tanggal 28 Oktober tahun 1920 no 13, yang isinya mengecam praktek residen Vortsman. Oleh karena itu Abdul Manap tidak bersedia untuk memberikan penjelasan siapa sebenarnya penulis dari karangan Madona tersebut, bahkan ia tidak bertanggung jawab terhadap semua tulisan yang dimuat oleh surat kabar Hindia Sepakat 8 Di dalam pengadilan tersebut ia menolak untuk duduk dibangku persidangan, maka ia hanya berdiri dan akhirnya Abdul Manap dijatuhi hukuman 1 tahun penjara, tetapi beliau naik banding dan oleh pihak pengadilan dia hanya dihukum 3 bulan penjara, di penjara Cipinang Jakarta. Oleh karena itu, maka surat kabar Hindia Sepakat akhirnya dipimpin oleh Abdul Xarim, beliau merupakan bekas pimpinan N.I.P yang berada di Langsa yang sebelumnya pernah berhenti dari B.O.W di Padang. Selama memimpin surat kabar ini, Abdul Xarim pernah mengalami masalah dalam pemberitaannya, oleh karena 8 Surat kabar ini dicetak di Tapanuli pada percetakakan Tapanoeli Drukkerij, pada penerbitan pertamanya Xarim berkomunikasi dengan pembacanya dimulai dengan ucapan ‘Assalamoe Alaikoem’. Di bagian atas surat kabar itu bersemboyan Chotbah Merdeka, dan kata perkenalannya berjudul Matahari Terbit yang menyebutkan bahwa Indonesia harus dimerdekakan oleh Nederland dan mudah-mudahan dikabulkan oleh Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, beliau juga menganjurkan agar bangsa Indonesia jangan dianggap sebagai timun terhadap Belanda, tetapi sebaliknya Indonesia harus dapat menjadi durian terhadap siapa pun. Ibid., hlm. 96. Universitas Sumatera Utara itu beliau harus berurusan dengan pihak yang berwajib untuk mempertanggung jawabkan tindakannya. Maka akhirnya Xarim dan rekannya Pedo Al Mansur berhenti dari surat kabar tersebut dan selanjutnya mereka kembali ke Langsa untuk menerbitkan sebuah surat kabar baru bernama ‘Oetoesan Raiat’. 2. 2. 4. Sinar Merdeka