6 Bendera Kita Pers Di Tapanuli 1945 – 1950

kemudian disidang oleh Pengadilan Kerapatan Besar Tarutung pada tanggal 7 Februari 1924. Kemudian diputuskan bahwa Soemoeroeng dihukum 1,5 tahun penjara karena dianggap telah melanggar pasal 207 dan 145 KUHP Hindia Belanda, yaitu memberi rasa malu dan menerbitkan bibit kebencian antara rakyat dan pemerintah. Maka pada tanggal 5 Juni 1924, Residen Sibolga memperteguh putusan rapat, dan setelah grasi Soemoeroeng ditolak Gubernur Jendral Hinda Belanda, maka pada tanggal 27 Oktober Soemoeroeng dibawa ke Sibolga untuk menjalani hukumannya. Akibatnya Soeara Batak tidak terbit lagi. M.H Manullang sendiri sekeluar dari penjara Cipinang pada tahun 1924, kemudian menerbitkan koran baru bernama Persamaan. Tahun 1928 merupakan tahun-tahun tersibuk yang penuh dengan kobaran semangat juang yang ditunjukan oleh rakyat dalam menumbuhkan rasa nasionalisme, maka sejalan dengan itu juga dunia persuratkabaran semakin melancarkan tugasnya sebagai pembawa dan pemberi berita terhadap rakyat Tapanuli khususnya. Untuk itu para tokoh-tokoh pers berupaya keras untuk tetap menerbitkan surat kabar baru menjelang dilaksanakannya sumpah pemuda pada tahun 1928 yang cukup menggugah kesadaran rakyat untuk bangkit melawan ketidakadilan di wilayahnya sendiri. Oleh karena itu adapun surat kabar yang pernah terbit di Tapanuli pada masa tersebut antara lain ; 2. 2. 6 Bendera Kita Sebuah surat kabar ternama yang terbit 3 kali seminggu tercatat bernama Bendera Kita terbit di kota Sibolga pada tanggal 4 Januari 1925, di bawah pimpinan seorang wartawan revolusioner bernama Jesayas Siahaan. Surat kabar Bendera Kita mulai terbit diawali dengan sebuah kritikan tajam yang ditujukan kepada pemerintah kolonial Belanda yang ingin melakukan propaganda ke Tapanuli bernama Hemmers yang Universitas Sumatera Utara mengatakan bahwa “supaya orang-orang Kristen jangan melawan Belanda tetapi harus membantunya”. Selanjutnya Hemmers juga mengatakan bahwa kapitalis-kapitalis perlu menanamkan modalnya untuk kemajuan Tapanuli. Dalam pemberitaannya surat kabar Bendera Kita mengingatkan kepada pembacanya betapa orang-orang Belanda dulunya telah berperang untuk mendapatkan kemerdekaan dari Spanyol selama 80 tahun lamanya, pada hal bila dikaji semua orang mengetahui bahwa Belanda dan Spanyol sama-sama pemeluk Kristen. Terhadap kaum kapitalis Bendera Kita menjelaskan bahwa menurut Kristen orang-orang kaya akan sukar untuk masuk surga dari pada orang miskin, selain itu terhadap kapitalis sendiri menurut surat kabar Bendera Kita menyimpulkan bahwa orang-orang Jawa hanya menjadi budak modern di perkebunan berita ini disampaikan pada tanggal 11 Maret 1926. Dalam perkembangan selanjutnya, maka Jesayas Siahaan ditangkap dengan alasan karena beliau telah menjadi aktivis komunis, oleh karena itu maka pimpinan surat kabar Bendera Kita digantikan oleh S.M Simanjutak. Dalam kepemimpinannya beliau pernah menerbitkan sebuah berita pada tanggal 23 Juli tahun 1927 yang berjudul ‘pemerintah harus digoelisten’ dihukum, yang menjelaskan bahwa perlu diadakannya pemeriksaan ke Digoel penjara, karena semakin cepat akan semakin baik. Selanjutnya secara pribadi beliau juga tidak sependapat apabila kekuasaan Belanda diusir sekarang juga dari Indonesia, dengan alasan bahwa tidak menghendaki jika akibat dari peraturan keras pemerintah dapat membuat orang-orang yang tidak bersalah akan turut dipenjarakan juga. Dalam pemberitaan berikutnya pada tanggal 30 Juli 1927, surat kabat Bendera Kita berusaha membahas masalah siapa orang yang menjadi mata-mata Belanda yang Universitas Sumatera Utara semula telah menonjolkan diri justru sekarang telah menjadi pemimpin yang cukup berani berterus-terang mengupas kebusukan dan keburukan pemerintah. Menurut keterangan yang didapat melalui surat kabar Bendera Kita juga menjelaskan bahwa pada dasarnya dengan memberi kesempatan kepada seorang kaki tangan seperti ini, maka pemerintah sebetulnya tidak menindas gerakan revolusioner melainkan akan mendukungnya. Selanjutnya maka pada tanggal 10 September 1927, surat kabar ini telah berhenti dalam penerbitannya lantaran kelemahan di bidang administrasi. 2. 2. 7. Soeara Tapanoeli