pertamanya surat kabar ini telah berani memuat berita yang sangat menggemparkan rakyat Tapanuli yang beritanya berisikan bahwa “Sekutu Akan Menjadikan Tapanuli
Lautan Berdarah Maka Bersiapalah Untuk Berjuang Kembali”. Tentu saja sejak berita ini diturunkan membuat kecemasan dalam diri rakyat sekaligus penderitaan apa lagi yang
akan mereka hadapi. Oleh karena itu semangat untuk terus berjuang pun terus tertanam dalam diri rakyat dalam mempertahankan wilayah dan kemerdekaannya yang telah
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebelum berita ini dimuat sebagai salah satu headline topik utama, pimpinan surat kabar banyak mendapat surat kaleng yang
isinya mengancam keselamatan jiwanya, namun dengan semangat nasionalisme yang kuat mereka tidak gentar terhadap gertakan yang diberikan oleh Sekutu terhadap
mereka
21
Setelah Suluh Rakyat dibredel Sekutu, namun Sutan Batara tidak menjadi berdiam diri, tetapi dengan semangat perjuangan yang kental beliau dan rekan-rekannya
berniat untuk menerbitkan kembali surat kabar perjuangan yang terbit pada bulan Januari .
Awal tahun 1947 tepatnya di bulan Maret, surat kabar tersebut pun dibredel dan dilarang terbit oleh Sekutu lantaran dapat mengganggu keberadaan mereka di wilayah
kekuasaannya tersebut selain itu agar rakyat Tapanuli tidak dapat mengetahui informasi berita apa saja yang sedang terjadi di wilayahnya. Tetapi dengan semangat juang yang
tinggi, akhirnya Suara Nasional dapat terbit kembali sampai dengan peristiwa agresi
militer Belanda tahun 1948.
4.6.3. Utusan Tapanuli
21
Sejak berita yang diturunkan oleh surat kabar ini rakyat semakin cemas menghadapi derita apa lagi yang akan mereka rasakan, namun dengan jiwa dan semangat yang kokoh semakin memperteguh
mereka untuk tetap bersatu. Op.cit., hlm. 315.
Universitas Sumatera Utara
1947 dengan nama Utusan Tapanuli di bawah pimpinan redaksi J.Siahaan di Sibolga. Pemberian nama itu dilatarbelakangi pemahaman beliau terhadap tokoh pergerakan agar
tetap mewaspadai segala tindakan Sekutu di Tapanuli. Meskipun Utusan Tapanuli tidak ikut berjuang dari awal revolusi, tetapi surat kabar ini memberikan kontribusi yang besar
terhadap upaya perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Surat kabar ini mengalami jatuh bangun dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemberi informasi,
dimana di awal penerbitannya hanya menerbitkan dua halaman saja. Sejak edisi pertama Utusan Tapanuli juga membawa suara tentang kepentingan republik, sehingga selama
revolsi surat kabar ini dibredel sebanyak tiga kali. Setelah meletusnya Agresi Militer Belanda I hubungan antara Sumatera
khususnya Tapanulidengan ibukota sudah mulai membaik dan berita-berita yang dimuat oleh surat kabar di ibukota telah dapat dibaca dalam surat kabar yang terbit di Tapanuli.
Pembredelan Utusan Tapanuli yang pertama disebabkan karena adanya pemberitaan yang dikutip melalui surat kabar Berita Indonesia yang terbit di Jakarta dalam edisi tanggal 15
Maret yang menyiarkan bahwa “serdadu-serdadu Belanda telah membakar rumah- rumah penduduk di pulau Jawa”. Latar belakang pembredelan surat kabar ini bukan
hanya karena berita ini diturunkan, tetapi karena Sekutu menganggap bahwa misi yang dilakukan oleh pimpinan Utusan Tapanuli dianggap dapat mempengaruhi rakyat sehingga
dapat membatasi ruang gerak dan keberadaan, selain itu Sekutu juga berpendapat bahwa Utusan Tapanuli telah menjadikan rakyat sangat anti terhadap mereka melalui
pemberitaan-pemberitaannya. Oleh karena itu Sekutu menjadi menyesal telah memberi izin terbit bagi surat kabar republik di daerah pendudukannya.
Universitas Sumatera Utara
Dari pembredelan yang pertama pimpinan Utusan Tapanuli mencoba mendatangi Belanda untuk meminta penjelasan apakah surat kabar ini boleh terbit atau tidak. Namun
pihak Belanda tidak memberikan jawaban dan hanya mengatakan agar J.Siahaan menunggu jawaban seminggu kemudian. Setelah lama ditunggu, ternyata Belanda tidak
memberikan kepastian dan hal ini dinilai sangat menghambat tujuannya untuk memberikan berita kepada rakyat Tapanuli. Maka akhirnya secara diam-diam pimpinan
surat kabar berusaha menerbitkan kembali dan sudah siap untuk menerima segala resiko yang mungkin terjadi. Ternyata Belanda tidak melakukan apa-apa dan justru membiarkan
Utusan Tapanuli untuk terbit kembali. Dalam pemberitaan pada tanggal 18 Juli 1947 surat kabar ini untuk kedua kalinya
dibredel, oleh karena beritanya dalam edisi 10 Juni yang berjudul “Si mata biru telah diburuh oleh rakyat Indonesia”. Kejadian ini menyebabkan tewasnya Jendral Spoor di
dekat Pandan perbatasan Sibolga. Pemberitaan ini cukup panas dan membuat Sekutu semakin emosi dan marah karena diangap telah kalah dalam pertempuran Agresi Militer
Belanda I tanggal 14 Juli 1947
22
22
Berita ini dimuat dalam surat kabar Utusan Tapanuli dalam edisi 10 Juni 1947.
. Dari pemberitaan ini, maka Utusan Tapanuli harus dibredel dan harus berdiam diri selama 20 hari. Akibat ulasan Utusan Tapanuli yang
sering menyinggung Belanda, maka Belanda sangat memperhatikan sekali setiap berita yang dimuatnya. Pembredelan kali ini tidak berselang lama setelah pembredelan
sebelumnya. Sebab-sebab pembredelan adalah mengenai berita yang diturunkan pada tanggal 15 Agustus 1947 yang mengatakan “Berikan pada rakyat Tapanuli asal laba
tetap terjamin”. Merasa sudah kebal terhadap pembredelan karena setiap kali Utusan Tapanuli dibredel pimpinannya selalu berusaha untuk menerbitkan kembali surat
kabarnya, maka pihak Belanda akhirnya mengambil sikap diam dan hanya memberikan
Universitas Sumatera Utara
peringatan yang menegaskan agar setiap berita tentang aksi militer Belanda hanya berdasarkan sumber resmi Belanda, dan pembredelan kali ini merupakan yang terakhir
selama revolusi fisik berlangsung di Tapanuli.
4.7. Pembredelan Surat Kabar