Hukum Pemberian Mut’ah

Di samping UU tersebut, KHI juga mengatur masalah mut’ah, diantaranya: Pasal 149: Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib : a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul Pasal 158: Mut’ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat: a. Belum ditetapkan mahar bagi istri ba’da al dukhul b. Perceraian itu atas kehendak suami. Pasal 159: Mut’ah sunnat diberikan oleh bekas suami tanpa syarat tersebut pada pasal 158 Pasal 160: Besarnya mut’ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami. 8

C. Tujuan dan Hikmah Pemberian Mut’ah

Menurut Muhammad Abduh, talak merupakan perbuatan rendah dan kebimbangan, yang sebenarnya suami tidak menginginkannya. Hanya saja terkadang ada sesuatu yang membuatnya harus menceraikan istrinya. Karena itu, ia diharuskan untuk memberikan mut’ah untuk menghilangkan kerendahan tersebut. Dan status mut’ah tersebut seperti saksi yang membersihkan istrinya. Ia 8 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, h.152 juga menyadari bahwa talak tersebut timbul dari hatinya karena adanya suatu sebab, bukan disebabkan karena istrinya. Karena Allah mewajibkan agar kita menjaga harga diri kita sesuai dengan kemampuannya, maka Allah menjadikan pemberian tersebut sebagai pengobat sakit hati, agar manusia mau mentolelirnya sehingga dikatakan ; si fulan memberikan fulanah ini dan itu. Sebenarnya ia menceraikan istrinya karena terpaksa, ia menyesali perbuatannya dan mengakui akan keutamaan istrinya, bukan karena ia melihat ada cacat pada istrinya, atau karena adanya sesuatu yang meragukan pada istrinya. Dikatakan bahwa Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali menceraikan salah seorang dari istri-istrinya dengan memberikan sepuluh ribu dirham. Seseorang berkata, pemberian yang sedikit dari kekasih yang menginginkan perpisahan. 9 Masih berkaitan dengan pendapat di atas, biasanya sebelum diadakan akad nikah, ada kebiasaan-kebiasaan tertentu yakni saling mengenal satu sama lain dan saling mengunjungi rumah masing-masing. Baru kemudian dilaksanakan peminangan dan disusul dengan akad. Karena itu, jika suami menceraikan istrinya sebelum dukhul, maka manusia pada umumnya akan mengira yang tidak-tidak kepada wanita tersebut, berbeda dengan jika diceraikannya setelah dukhul. Karena pergaulan suami- istri akan mengungkap karakteristik keduanya, maka boleh jadi talak tersebut dikarenakan adanya perbedaan sifat diantara keduanya, dari situlah sebagian ulama mewajibkan bagi suami untuk memberikan mut’ah 9 Abd. al- Adzim Ma’ani dan Ahmad al-Ghundur, Hukum-Hukum dari al-Qur’an dan Hadis Secara Etimologi, Sosial dan Syari’at Jakarta : Pustaka Firdaus,2003 Cet 1. h.178 kepada istrinya yang diceraikan sebelum dukhul dengannya. Jika suami memberinya mut’ah yang layak, maka prasangka-prasangka buruk tersebut akan hilang dengan sendirinya. 10 Dengan demikian hikmah dari pemberian mutah bahwa dengan adanya mut’ah ini, dapat dijadikan sebagai alat bukti kebersihan perempuan tersebut dan sebagai obat penawar dan penahan rasa sakit hati akibat dari perceraian.

D. Hak Istri Dalam Perkawinan

Ada beberapa hak yang dimiliki seorang istri terhadap suaminya baik berupa materi ataupun non materi, di antaranya:

1. Mendapat mahar

Dalam pernikahan seorang lelaki harus menyerahkan mahar kepada wanita yang dinikahinya. Mahar ini hukumnya wajib sesuai dengan firman Allah SWT :      …..  Artinya : “Berikanlah maskawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” QS. al-Nisa : 4 Dan juga firman Allah SWT . 10 Ibid. h.179      Artinya : “berikanlah kepada mereka maharnya dengan sempurna, sebagai suatu kewajiban” QS. al-Nisa : 24 Dari al-Sunnah pun ada dalil yang menunjukkan wajibnya mahar, yaitu ucapan Rasulullah kepada seorang sahabatnya yang ingin menikah sementara sahabat ini tidak memiliki harta: 11 Artinya : “Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu, walaupun hanya cincin dari besi. ” HR. al-Bukhari al-Imam Ibnu Qudamah berkata, 12 Artinya : “ Kaum muslimin ulamanya telah sepakat tentang disyariatkannya mahar dalam pernikahan.” Mahar merupakan milik pribadi si wanita. Ia boleh menggunakan dan memanfaatkannya sekehendaknya dalam batasan yang diperkenankan syariat. Adapun orang lain, baik ayahnya, saudara laki-lakinya, suaminya, atau selain 11 Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari Beirut : Dar al-Fikr, 1995 Juz III. h.255, hadis No.5087 12 Syamsuddin Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Qudamah al- Hanbali, al-Mughni, Cairo : Dar al-Hadis, 2004 Juz IX. h. 448

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Hukum Suami atau Istri Dalam Perceraian Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No. 209/Pdt.G/2007/PN.Mdn)

0 59 130

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Anak Li’an Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 1595/PDT.G/2010/PA Sidoarjo)

1 68 141

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Hak Pemeliharaan Dan Kewajiban Memberi Nafkah Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Di Kota Binjai (Studi Putusan Pada Wilayah Hukum Pengadilan Agama Binjai)

1 42 105

Hak Anak Angkat Dari Orang Tua Angkat Dalam Hukum Islam (Studi Pada Pengadilan Agama Medan)

0 20 5

Akibat Hukum Terhadap Putusnya Perkawinan Campuran Antara Warga Asing Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Hukum Positif : Analisa Putusan Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.459/Pdt.G/2006/PAJS

0 15 123

Pengakuan Hukum Islam Terhadap Hak Mut’ah Mantan Istri Dalam Kajian Empat Mazhab (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.1151/Pdt.G/2008/Pajs)

1 17 89

Analisis Yuridis Izin Poligami Dalam Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

4 25 87

Perlindungan Hak Anak Dalam Keluarga Poligami (Studi Atas Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan)

0 16 120

Penerapan Hermeneutika Hukum di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)

0 12 172