Mendapat Tempat Untuk BernaungTempat Tinggal

kepadanya, maka ia di wajibkan mengembalikan mahar yang telah diberikan suaminya dan pada saat itu juga suaminya harus menceraikannya. 22 Hukum Islam memberikan jalan kepada istri yang menghendaki perceraian dengan mengajukan khuluk sebagaimana Islam memberikan jalan kepada suami untuk menceraikan istrinya dengan jalan talak. 23 Khuluk menurut istilah ilmu fiqh berarti : menghilangkan atau mengurungkan akad nikah dengan kesediaan istri membayar iwadh ganti rugi kepada pemilik akad nikah itu suami dengan menggunakan kata cerai, atau khuluk. Iwadh bisa berupa pengembalian mahar oleh istri kepada suami atau sejumlah barang, uang atau sesuatu yang dipandang mempunyai nilai yang telah disepakati oleh suami dan istri. 24 Sebagai dasar hukum khuluk terdapat dalam Al- Qur’an Surat Al- Baqarah ayat 229 yang berbunyi :                                                    Artinya: 22 Butsainah as-Sayyid al-Iraqi. Menyingkap Tabir Perceraian. Jakarta; Pustaka Al-Sofwa. 2005 Cet. 1, h 199 23 Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Bogor; kencana. 2003 Cet. 1. h. 220 24 Kamal Mukhtar, Asas- Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta, Bulan Bintang 1974 Cet. 1, h. 169 “Talak yang dapat dirujuki dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang maruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya suami isteri tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya, Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.” Q.S; Al-Baqarah2 : 229 Sebagai dasar hukum dari hadist sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Abbas menurut riwayat al-Bukhari, bahwa istri Tsabit bin Qais bin Syam bernama Jamilah datang menghadap Rasulullah SAW mengadukan perihal dirinya sehubungan dengan suaminya , sebagai berikut : . 25 Artinya : Istri Tsabit Bin Qais datang mengadu kepada Nabi SAW dan berkata : “Ya Rasulullah Tsabit Bin Qais itu tidak ada kurangnya dari segi kelakuannya dan tidak pula dari segi keberagamaannya. Cuma saya tidak senang akan terjadi kekufuran dalam Islam ”. Rasulullah SAW Berkata : “maukah kamu mengembalikan kebunnya tsabit?”. Jamilah menjawab : ya bersedia. 25 Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, h. 308. hadis No.5364 Kemudian Rasulullah memanggil Tsabit lalu bersabda kepadanya : “Terimalah kebun dan ceraikanlah dia satu kali cerai.” Firman Allah SWT dan hadist Rasulullah tersebut di atas menjadi dalil di syariatkanya khuluk dan sahnya terjadinya khuluk antara suami istri. Walaupun khuluk dibolehkan dalam Islam, namun dalam pelaksanaanya harus ada alasan-alasan yang logis yang menyebabkan terjadinya khuluk, dalam hal ini adalah bila keduanya sama-sama hawatir tidak dapat melakukan aturan-aturan Allah. Tetapi jika tidak ada alasan apapun istri meminta cerai dari suami atau disebabkan hawa nafsu atau secara tiba-tiba, maka mengenai hal ini, Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda : 26 ٔ Artinya : “Dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang di benarkan maka di haramkan baginya bau surga ”. HR. Tirmidzi Khuluk itu wajib dilakukan istri karena suami tidak mau memberikan nafkah atau menggauli istri, sedangkan istri menjadi tersiksa. Khuluk diharamkan jika dengan maksud menyengsarakan istri dan anak-anaknya. Khuluk di perbolehkan mubah ketika ada keperluan yang membolehkan 26 Abi Muhammad Husain Bin Mas’ud al-Baghawi, Syarh al-Sunnah, jilid 5, Darul Kitabul Alamiyah, Beirut, h. 143

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Hukum Suami atau Istri Dalam Perceraian Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No. 209/Pdt.G/2007/PN.Mdn)

0 59 130

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Anak Li’an Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 1595/PDT.G/2010/PA Sidoarjo)

1 68 141

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Hak Pemeliharaan Dan Kewajiban Memberi Nafkah Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Di Kota Binjai (Studi Putusan Pada Wilayah Hukum Pengadilan Agama Binjai)

1 42 105

Hak Anak Angkat Dari Orang Tua Angkat Dalam Hukum Islam (Studi Pada Pengadilan Agama Medan)

0 20 5

Akibat Hukum Terhadap Putusnya Perkawinan Campuran Antara Warga Asing Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Hukum Positif : Analisa Putusan Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.459/Pdt.G/2006/PAJS

0 15 123

Pengakuan Hukum Islam Terhadap Hak Mut’ah Mantan Istri Dalam Kajian Empat Mazhab (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.1151/Pdt.G/2008/Pajs)

1 17 89

Analisis Yuridis Izin Poligami Dalam Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

4 25 87

Perlindungan Hak Anak Dalam Keluarga Poligami (Studi Atas Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan)

0 16 120

Penerapan Hermeneutika Hukum di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)

0 12 172