membawa anak kandung 1 satu orang sedangkan Termohon membawa anak kandung 3 tiga orang.
3. Bahwa antara Pemohon dan Termohon sering terjdi perselisihan yang dikarenakan masalah ekonomi dimana Pemohon tidak mencukupi nafkah
Termohon, dan Pemohon tidak dihargai sebagai suami. 4. Bahwa antara Pemohon dan Termohon telah pisah rumah kurang lebih 2 dua
tahun. 5. Bahwa pihak keluarga sudah berusaha untuk menasehati Pemohon dengan
Termohon, akan tetapi usaha itu tidak berhasil, karena Pemohon tetap pada pendiriannya.
Bahwa atas keterangan para saksi tersebut Pemohon dan Termohon membenarkannya.
Dengan demikian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka Pemohon dan Termohon dipandang telah mempunyai cukup alasan,
dan telah memenuhi ketentuan perundang-undangan, Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor : 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum
Islam, dengan terbuktinya pula perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara Pemohon dan Termohon dan tidak ada lagi harapan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga tersebut, apabila perkawinan mereka diteruskan maka tujuan perkawinan sebagaimana dimaksud pasal 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974
Tentang Perkawinan jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam tidak akan tercapai.
Bahwa perceraian yang akan terjadi antara Pemohon dengan Termohon adalah sebagai akibat permohonan Talak oleh Pemohon, oleh karenanya sesuai
ketentuan Pasal 149 sub a dan b Kompilasi Hukum Islam maka Pemohon berkewajiban membayar Mut’ah, Nafkah Iddah dan Kiswah kepada Termohon.
Adapun biaya yang timbul dari perkara ini dibebankan kepada Pemohon berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
D. Putusan Hakim
Berdasarkan fakta-fakta tersebut dan juga dari sikap Pemohon dan Termohon sejak terjadinya peristiwa tersebut sampai akhir proses persidangan,
tidak ternyata telah terjadi perubahan sikap diantara para pihak untuk rukun kembali sebagai suami istri, maka Majelis Hakim memberikan penetapan dan
keputusan yang menyangkut permohonan Talak oleh Pemohon, menyatakan bahwa : Pertama, Mengabulkan permohonan Pemohon. Kedua, Bahwa di
persidangan Termohon tidak dapat menunjukkan bukti-bukti penghasilan Pemohon, dan berdasarkan alasan-alasan Pemohon yang hanya sebagai
Pensiunan PNS Guru dan sesuai dengan kesanggupannya, maka Majelis Hakim menghukum Pemohon untuk membayar kepada Termohon
: Mut’ah berupa uang sebesar Rp. 10.000.000,- sepuluh juta rupiah, Nafkah Iddah dan Kiswah sebesar
Rp. 2.500.000,- dua juta lima ratus ribu rupiah. Ketiga, Membebankan kepada
Pemohon untuk membayar biaya perkara tersebut sebesar Rp. 156.000,- seratus lima puluh enam ribu rupiah
Demikian putusan tersebut dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada hari Kamis 21 Agustus 2008 Masehi, bertepatan
dengan tanggal 20 Sya’ban 1429 Hijriyah oleh Drs. A. Choiri,SH,MH, selaku Ketua Majelis, Dra. Hj. Noor Jannah Aziz,MH, dan Drs. H. Muh. Abduh
Sulaeman,SH,MH., masing-masing selaku Hakim Anggota dan pada hari itu juga diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dengan dibantu oleh Lutfi
Muslih,S.Ag, MA. selaku Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Pemohon dan Termohon.
E. Analisis Penulis
Dari jalan perkara di atas dapat diketahui dengan jelas alasan-alasan mengapa Pemohon menuntut cerai istrinya Termohon karena Termohon tidak
menuruti perintah dan nasehat Pemohon, Pemohon sering berhutang kepada orang lain tanpa sepengetahuan Pemohon, dan hubungan Pemohon dengan anak bawaan
Termohon kurang harmonis, hal ini membuat Pemohon merasa tidak dihargai sebagai suami. Dengan demikian menurut penulis Termohon telah melanggar
Pasal 33 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi “Suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain. ”
Pemohon mengakui kepada Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan bahwa tuntutan ekonomi yang dibebankan kepada Pemohon cukup berat karena
Pemohon dibebani oleh anak bawaan Termohon untuk memelihara anak-anaknya cucu Termohon yang berjumlah 5 lima orang.
Menurut pendapat penulis bahwasanya hubungan harmonis dalam rumah tangga wajib diciptakan oleh suami dan istri, keharmonisan bisa tercipta
manakala suami istri saling cinta mencintai, saling menghormati satu sama lain dan saling menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing. Hak dan
kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, serta
masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum. Namun demikian bila salah satu pihak melalaikan kewajibannya dan hanya menuntut haknya tanpa
memperdulikan keadaan pihak lainnya maka akan menimbulkan percekcokan yang berakibat rusaknya hubungan keduanya.
Dari perkara diatas jelaslah bahwa Termohon tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri, dan Pemohon tidak dapat memenuhi
keinginan Termohon diluar kemampuannya sehingga memicu percekcokan, oleh karenanya Pemohon menganggap bahwa rumah tangganya tidak dapat
dipertahankan lagi walaupun upaya untuk bermusyawarah telah dilakukan oleh Pemohon sehingga Pemohon mengajukan Permohonan talak kepada Pengadilan
Agama Jakarta Selatan. Selain itu Majelis Hakim telah melakukan upaya perdamaian kepada kedua belah pihak tetapi tidak berhasil.
Dasar hukum yang dipakai oleh Pemohon dalam mengajukan Permohonan talak adalah Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
1975. Jo Pasal 116 Huruf f Kompilas i Hukum Islam yang berbunyi : “Antara
suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Jadi jelaslah, dalam kasus ini suami Pemohon dibenarkan mengajukan permohonan talak kepada istrinya Termohon karena alasan dan persyaratan
yang diajukan dapat diterima dan secara tegas diatur oleh perundang-undangan yang berlaku di Negara kita. Maka pantas jika Majelis hakim mengabulkan
Permohonan Pemohon demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi kedua belah pihak.
Adapun tuntutan Termohon yang menuntut kepada Pemohon untuk membayar Mut’ah sebesar Rp.50.000.000,- lima puluh juta rupiah menurut
penulis sah-sah saja, akan tetapi yang menjadi dasar pertimbangan Hakim berdasarkan keterangan Hakim yang penulis wawancarai bahwa besaran M
ut’ah harus disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan Pemohon suami
berdasarkan Pasal 160 KHI. Hal senada dinyatakan dalam Surat al-Baqarah 2 ayat 236 :