Tujuan Ibadah Konsep Ibadah Dalam Islam 1. Pengertian Ibadah

Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa ibadah berawal dari suatu hubungan dan keterkaitan yang erat al- „alaqah antara hati dan yang disembah al- ma‟būd, kemudian hubungan dan keterkaitan itu meningkat menjadi kerinduan as-sababah karena tercurahnya perasaan hati kepada- Nya, kemudian rasa rindu itu pun meningkatkan menjadi kecintaan al- garām yang kemudian meningkat pula menjadi keasyikan al-„isyq, dan akhirnya menjadi cinta yang amat mendalam yang membuat orang yang mencintai berserdia melakukan apa saja demi yang dicintainya. Oleh karena itu, betapapun seseorang menundukkan diri kepada sesama manusia, ketundukan demikian tidak dapat disebut sebagai ibadah sekalipun antara anak dan bapaknya. Lebih lanjut Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ibadah mencakup semua aktivitas yang dilakukan manusia yang disenangi Allah SWT dan diridai-Nya, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Oleh karena itu, salat, zakat, puasa, haji, berkata jujur dan benar, melaksanakan amanat, berbakti kepada kedua orang tua, menghubungkan silaturahmi, menepati janji, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, dan perantau, bahkan berbuat baik pada binatang, adalah bagian dari ibadah. 29 Dari beberapa pemaparan tentang pengertian ibadah diatas penulis berpendapat bahwa ibadah itu adalah salah satu sikap tunduk, patuh serta yakin bahwa yang disembah itu adalah Allah SWT, Maha Pemberi Cinta dan Maha Mengetahui segala sesuatu yang ada di jagad raya ini. Ibadah itu adalah hak Allah terhadap hambanya.

2. Tujuan Ibadah

Ada lima tujuan yang hendak dicapai melalui pelaksanaan ibadah lafal dan ibadah amal, yaitu: 29 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,1999, cet. ke-3, jilid II. hal. 592. a. Memuji Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang mutlak, seperti ilmu, kekuasaan, dan kehendak-Nya. Artinya kesempurnaan sifat-sifat Allah tak terbatas, tak terikat syarat, dan meniscayakan kemandirian-Nya tampa membutuhkan yang lain. b. Menyucikan Allah dari segala cela dan kekurangan, seperti kemungkinan untuk binasa, terbatas, bodoh, lemah, kikir, semena- mena, dan sifat-sifat tercela lainnya. c. Bersyukur kepada Allah sebagai sumber segala kebaikan dan nikmat. Segala kebaikan yang kita dapatkan berasal dari-Nya, sedangkan segala sesuatu selain kebaikan hanyalah perantara yang Dia ciptakan. d. Menyerahkan diri secara tulus kepada Allah dan menaatinya secara mutlak. Mengakui bahwa Dialah yang layak ditaaati dan dijadikan tempat berserah diri. e. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam masalah apapun. Dialah satu- satunya yang Maha Sempurna. 30 Ajaran ibadah tidak boleh dipandang sebagai hanya perintah Allah semata-mata melainkan juga dilihat dari sisi lain pada manusia, yaitu kebutuhan psikologisnya akan adanya ajaran itu. Dengan kata lain dapat ditegaskan bahwa ibadah itu dilihat dari sisi manusia adalah pemenuhan kebutuhan psikologisnya sendiri. Ibadah menpunyai tujuan pokok dan tujuan tambahan. Tujuan pokok adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT dan mengkonsentrasikan niat kepadanya dalam setiap keadaan. Dengan adanya tujuan itu seseorang akan mencapai derajat yang tinggi di akhirat. Sedangkan tujuan tambahan adalah agar terciptanya kemaslahatan diri manusia dan terwujudnya usaha yang baik. Shalat umpamanya disyariatkan pada dasarnya bertujuan untuk menundukkan diri kepada Allah SWT dengan ikhlas, mengingatkan diri dengan berzikir. Sedangkan tujuan tambahannya antara lain adalah untuk menghindarkan diri dari 30 Murtadha Muthahhari, Energi Ibadah, hal. 16-17 perbuatan keji dan mungkar. 31 Sebagaimana dipahai dari firman Allah SWT:                          “Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab Al Quran dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan- perbuatan keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah shalat adalah lebih besar keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan ”. QS Al- Ankabut:45 Tujuan hakiki dari ibadah adalah mengharapkan diri kepada Allah SWT saja dan menunggalkan-Nya sebagai tupuhan harapan dalam segala hal. Muhammad Abduh mengatakan, bahwa untuk menjelaskan ibadah itulah, antara lain, Al-Quran yang diturunkan. Dan ibadah berfungsi menghidupkan kesadaran tauhid serta memantapkannya didalam hati, menghapus kepercauyaan dan ketergantungan kepada berbagai kuasa gaib yang selalu disembah dan diseru oleh orang musyrik untuk meminta pertolongan. Melalui ibadah perasaan takut khasyyaf, haibah, dan harap kepada Allah akan meresap kedalam hati. Inilah ruh ibadah yang sebenarnya, dan bukan bentuk prilaku lahir, perbuatan atau ucapan- ucapan. Kesadaran akan keagungan Allah akan menimbulkan kesadaran betapa hina dan rendahnya semua makhluk-Nya. Dan pada gilirannya, ini akan dapat melepaskan diri dari ketergantungan kepada apapun kecuali Allah SWT . Orang yang beribadah akan merasa terbebas dari berbagai ikatan atau kungkungan makhluk. Semakin besar ketergantungan dan harapan seseorang kepada Allah, semakin terbebaslah dirinya dari yang selain-Nya. Harta, pangkat kekuasaan dan sebagainya tidak akan mempengaruhi kepribadiannya. Hatinya menjadi merdeka dari semuanya, 31 A. Rahman Ritonga, dan Zainauddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pramata, 2002, cet. Ke-2, hal. 9 kecuali dari Allah, dalam arti yang sesungguhnya. Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah kemerdekaan hati, seperti halnya kekayaan yang sebenarya pun adalah kekayaan jiwa. 32 Dari pemaparan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa tujuan ibadah adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT dengan sesungguh- sungguhnya serta untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.

3. Hakikat Ibadah