56 meningkatnya kebutuhan energi maka akan mengakibatkan emisi GRK semakin
besar. Dengan beberapa gambaran di atas, maka dirasa sulit untuk membuat suatu kebijakan yang terbaik untuk mengatasi masalah perubahan iklim.
Selain itu, Garnault, Jotzo dan Howes 2008, 180 berpendapat bahwa pada tahun 2030 akan terlambat bagi dunia untuk mulai bertindak dalam mengatasi
masalah perubahan iklim. Untuk itu, pertumbuhan ekonomi Cina dalam dua dekade kedepan akan menentukan perubahan iklim global. Kebijakan dan sikap
Cina dalam negosiasi internasional pada saat konferensi perubahan iklim akan semakin berpengaruh dalam merespon perubahan iklim global.
4. Respon Negara Industri Maju diwakili oleh Amerika Serikat dan
Negara Berkembang diwakili oleh Cina dalam Isu Lingkungan Global
Terdapat perbedaaan pandangan antara negara industri maju dan negara berkembang dalam menilai isu lingkungan global. Setiap negara akan
mempertahankan prinsipnya dan akan diaplikasikan dalam kebijakan luar negerinya mengenai isu lingkungan global yang lebih spesifik membahas tentang
masalah perubahan iklim. Seperti dalam konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen, Obama sebagai Presiden AS mewakili negara industri maju
mengatakan bahwa saat ini negara-negara berkembang yang sudah besar seperti Cina dan India harus mulai untuk pertama kali membuka diri dengan mengambil
tanggung jawab untuk membatasi pertumbuhan emisi GRK Andersen 2009. Selanjutnya, Presiden Obama memberikan solusi untuk mengatasi masalah
perubahan iklim yaitu dengan cara semua negara penghasil emisi harus bersama- sama bertanggung jawab dan membuat mekanisme pendanaan untuk membantu
negara-negara yang paling rentan menghadapi dampak dari perubahan iklim.
57 Pandangan Presiden Obama tersebut di atas tidak diterima langsung oleh
negara berkembang seperti Cina dan India. Seorang pejabat Cina mengatakan beberapa negara maju telah gagal untuk menghormati komitmen mereka dalam
mengatasi masalah perubahan iklim sehingga mereka tidak memenuhi syarat untuk mengkritik negara-negara berkembang Yang ed. 2009.
Pada akhirnya, setiap negara mempunyai kepentingan masing-masing yang diimplementasikan dalam kebijakan luar negerinya. Sama halnya dengan Cina,
mempunyai kepentingan utama yang mempengaruhi kebijakan luar negerinya pada saat konferensi perubahan iklim. Faktor internal dan eksternal yang telah
dijelaskan di atas mempengaruhi latar belakang kebijakan luar negeri Cina pada saat konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen. Faktor internal Cina
pada dasarnya adalah untuk meningkatkan perekonomian negaranya agar kesejahteraan rakyatnya merata serta diimbangi dengan membuat kebijakan untuk
meminimalisasi dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan industri. Hal ini diperkuat Sheehan dan Sun 2008, 397-398 yang menjelaskan
bahwa pada 2008 salah satu tujuan penting pemerintah Cina adalah membuat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan
mengurangi tingkat penggunaan energi, pengurangan penggunaan air, dan mengurangi polusi. Selain itu, faktor kerusakan lingkungan domestik Cina juga
merupakan faktor pendukung keikutsertaan Cina dalam pembuatan komitmen pada saat konferensi perubahan iklim. Faktor eksternal pada dasarnya keikutsertaan
Cina dalam UNFCCC agar semua negara sama-sama bertangung jawab atas terjadinya perubahan iklim terutama negara industri maju. Oleh karena itu, pada
bab selanjutnya akan dibahas secara spesifik mengenai kebijakan luar negeri yang dilaksanakan oleh Cina dalam konferensi Copenhagen berlangsung.