Tujuan Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC pada saat

63 dalam melakukan kegiatan industrinya dapat meminimalisasi pelepasan emisi ke udara sehingga mampu mengurangi penyebab perubahan iklim. Meskipun demikian, Cina sebagai salah satu negara yang menyumbangkan pelepasan emisi ke udara, menurut PM Wen Jiabao Jiabao 2011, akan bersedia untuk melakukan transfer teknologi karena bagi Cina pembangunan suatu negara harus berdasarkan ilmu pengetahuan iptek. Pada setiap konferensi perubahan iklim, tentu akan ada suatu komitmen yang harus diikuti oleh negara anggotanya untuk memotong tingkat pelepasan emisi. Namun, pemotongan emisi tersebut bagi Cina harus disesuaikan dengan kondisi perekonomian negaranya. Menlu Cina, Yang Jiechi Xianzhi ed. 2009 konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen merupakan kesempatan penting untuk meningkatkan kerjasama internasional untuk menangani masalah perubahan iklim. Yang Jiechi Xianzhi ed. 2009 menambahkan bahwa upaya bersama dari semua pihak dalam konferensi harus menghasilkan hal yang signifikan dan positif yang terdiri dari tiga aspek. Aspek pertama adalah tegas menjunjung tinggi prinsip common but differentiated responsibilities di mana setiap negara bersama-sama menekan laju peningkatan emisi gas rumah kaca GRK di negaranya namun memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda yang ditetapkan oleh UNFCCC. Aspek kedua adalah konferensi ini membuat langkah maju dengan adanya pemotongan emisi yang mengikat bagi negara industri maju dan bagi negara berkembang harus melakukan tindakan sukarela melakukan mitigasi pengurangan emisi. Aspek terakhir adalah konferensi menghasilkan konsensus penting mengenai isu-isu lingkungan dalam jangka panjang untuk target pengurangan emisi global, dengan dukungan dana dan transfer teknologi bagi negara-negara berkembang. 64

D. Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC pada Konferensi

Copenhagen Tahun 2009 Setiap negara dalam setiap konferensi perubahan iklim tentunya mempunyai kebijakan luar negeri yang harus diaplikasikan. Pada pelaksanaan konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen, Cina merupakan salah satu negara kunci dalam konferensi karena pada tahun tersebut Cina merupakan negara penghasil emisi terbesar di dunia Saragih 2010. Menurut Wakil Khusus Ministry of Foreign Affairs MFA Cina untuk konferensi perubahan iklim, Yu Qingtai, mengatakan bahwa pengaplikasian tanggungjawab masing-masing antara negara industri maju dan negara berkembang adalah kunci sukses penyelenggaraan konferensi Copenhagen CRI 2009. Selanjutnya menurut Yu Qingtai CRI 2009, gagalnya perundingan untuk mencapai kemajuan dari konferensi perubahan iklim disebabkan karena negara- negara industri maju tidak cukup menunjukan kejujuran, maka negara-negara tersebut diharapkan dapat mengubah janji untuk mengurangi emisi menjadi kenyataan. Oleh karena itu, kunci utama dari penyelesaian masalah perubahan iklim adalah semua negara anggota UNFCCC baik negara industri maju maupun negara berkembang harus bersama-sama memenuhi tanggungjawab dan komitmen mereka berdasarkan konvensi. Namun, dalam konferensi perubahan iklim di Copenhagen tahun 2009 terdapat kelompok negara berkembang yang vokal dalam negosiasi untuk menghadapi tekanan dari negara industri maju. Andersen 2009 menuliskan bahwa terdapat kelompok Basic Group yang merupakan kelompok negara berkembang yang perekonomiannya sedang berkembang pesat. Kelompok tersebut terdiri dari Brazil, Afrika Selatan, India, dan Cina. Kelompok ini merupakan 65 kelompok yang vokal dalam konferensi perubahan iklim ke-15 di Copenhagen, terutama saat menghadapi tekanan dari negara-negara industri maju untuk memotong tingkat emisi GRK di empat negara tersebut. Keempat negara tersebut aktif melakukan negosisasi dalam berbagai forum pada saat konferensi berlangsung. Dalam tulisannya Rapp, Schwagerl, Traufetter 2010 menjelaskan bahwa tekanan dari negara industri maju terlihat pada saat perundingan berlangsung pada tanggal 18 Desember 2009 di Copenhagen, terjadi perdebatan antara Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Perdana Menteri Cina Wen jiabao. Dalam tulisan tersebut berisi bahwa Presiden Nicolas Sarkozy mengatakan negara- negara anggota UNFCCC berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 80 persen. Kemudian, PM Wen Jiabao menyatakan bahwa, “Cina akan segera menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia, dan akan berkata pada dunia bahwa komitmen berlaku untuk Anda tetapi tidak untuk kami”. Pernyataan Presiden Nicolas Sarkozy tersebut bertentangan dengan tujuan kebijakan luar negeri Cina seperti yang diungkapkan oleh Menlu Cina, Yang Jiechi. Yang Jiechi Xianzhi ed. 2009 menyatakan bahwa antara negara industri maju dan negara berkembang mempunyai tanggung jawab emisi yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat tanggung jawab dan kewajiban yang berbeda dalam menangani masalah perubahan iklim. Negara industri maju harus lebih banyak berkontribusi terhadap penanganan masalah perubahan iklim yang terjadi di dunia. Menlu Cina Yang Jiechi Xianzhi ed. 2009 mengatakan bahwa konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen bukanlah suatu tujuan namun sebuah awal baru dan setiap negara anggota UNFCCC harus sesuai dengan prinsip Common but differential responsibilities.