Naskah Putih Kebijakan Pemerintah Cina dalam Bidang Energi dan Lingkungan

50 agar pemerintah Cina mendorong peningkatan investasi, baik dalam produksi dan distribusi hasil industrinya Mursitama dan Yudono 2010, 59. Kebijakan Naskah Putih kemudian disempurnakan pada tahun 2007 dengan fokus pada pembenahan jalur distribusi, pemasaran, serta diangkatnya isu lingkungan hidup. Secara garis besar, kebijakan Naskah Putih tahun 2007 berisi sejumlah penyempurnaan dari kebijakan Naskah Putih tahun 2001. Menurut Mursitama dan Yudono 2010, 54 menyatakan bahwa pemerintah Cina merealisasikan isi naskah putih ini dalam enam kebijakan. Kebijakan pertama adalah memprioritaskan penghematan energi dengan membuat konservasi sumber daya alam SDA. Kebijakan kedua yaitu untuk memenuhi kebutuhan energinya, Cina bergantung pada SDA domestik. Kebijakan ketiga adalah mendorong penggunaan beragam energi seperti energi listrik, nuklir, dan gas. Kebijakan keempat adalah mendorong sains dan teknologi untuk menghasilkan berbagai inovasi di bidang energi. Kelima adalah memberikan perlindungan lingkungan agar tercapai keseimbangan ekologi di Cina. Kebijakan keenam adalah mendorong kerja mutualistis antara perusahaan luar negeri dan dalam negeri. Selanjutnya, Mursitama dan Yudono 2010, 56 menjelaskan bahwa pada Naskah Putih tersebut, pemerintah Cina juga perlu mengeluarkan kebijakan konservasi energi. Untuk mendorong kebijakan konservasi energi, pemerintah Cina menempatkan reformasi dan transformasi struktur industri energi sebagai poros kebijakan tersebut. Tujuan reformasi dan transformasi adalah menghasilkan pola pembangunan ekonomi dengan prinsip low input, low consumption, and high efficiency. Cina juga akan mendorong pengembangan dan penggunaan teknologi tinggi di bidang energi agar dapat mengurangi pelepasan emisi langsung ke udara sehingga dapat menjalankan komitmen dalam konvensi UNFCCC. 51 Untuk mengimplementasikan Naskah Putih tahun 2007, menurut Mursitama dan Yudono 2010, 54 terdapat beberapa hambatan. Hambatan pertama adalah kondisi energi sumber daya alam SDA negaranya yang terbilang rendah karena hanya terdapat 115 dari cadangan dunia. Kondisi ini menyebabkan pemerintah Cina membutuhkan investasi yang cukup banyak untuk mengeksplorasi dan distribusi energi. Hambatan kedua adalah adanya ketidakseimbangan produksi, distribusi, dan konsumsi yang berakibat sulitnya pemerintah Cina untuk mengamankan jumlah suplai minyak bumi secara berkala. Walaupun terdapat beberapa hambatan untuk merealisasikan kebijakan Naskah Putih tahun 2007, namun Mursitama dan Yudono 2010, 56 menjelaskan bahwa pemerintah Cina merancang beberapa strategi untuk merealisasikan kebijakan ini. Pemerintah Cina mendorong pengembangan dan penggunaan teknologi tinggi dibidang energi dan menghapuskan industri-industri yang tingkat produktivitasnya tidak sesuai dengan target. Hal tersebut menurut Garnault, Frank dan Howes 2008, 182 diwujudkan dengan kebijakan dan program yang dibuat oleh NDRC untuk mengurangi konsumsi energi, seperti; menutup pembangkit listrik yang tidak efisien, menutup pabrik-pabrik-pabrik kecil yang sudah ketinggalan zaman, dan membuat kebijakan insentif bagi 1000 perusahaan besar. Pemerintah Cina meluncurkan beberapa proyek penghematan energi seperti penggunaan energi lain sebagai pengganti minyak bumi, pengembangan dan pembangunan energi panas bumi, dan pembangunan konstruksi yang hemat energi Mursitama dan Yudono 2010, 56. Selain itu, pemerintah Cina telah mengajukan target nasional yang mengikat tentang penurunan konsumsi energi per unit produk 52 domestik bruto PDB dan emisi polutan utama 13 , peningkatan reboisasi hutan, serta persentase energi terbaharukan untuk tahun 2005 hingga 2010 CRI 2009. Dengan menurunkan tingkat penggunaan energi saja, Cina akan berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon dioksida CO2 sebanyak 1.5 milliar ton per tahun. Setelah membahas faktor internal dalam kebijakan luar negeri Cina maka selanjutnya akan dibahas mengenai faktor eksternal dalam kebijakan luar negerinya.

B. Faktor Eksternal

1. Cina dalam Sistem Ekonomi Internasional

Cina pada saat ini merupakan negara berkembang yang sangat pesat dalam peningkatan perekonomian negaranya. Menurut Hadi n.d. pada tahun 2007 perekonomian Cina tumbuh sekitar 11,7 persen. Kemudian, dalam artikel yang sama Hadi menambahkan pada Maret 2009, Bank Central Cina mengumumkan bahwa cadangan devisa negaranya mengalami peningkatan sebesar 16 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 1,95 triliun USD. Hal ini menunjukan bahwa meskipun Cina masih masuk ke dalam kelompok negara berkembang namun perekembangan ekonominya berpengaruh terhadap perekonomian global. Pada tahun 2001, Cina secara resmi diterima dan tergabung menjadi anggota World Trade Organization WTO Wibowo 2007, 63-65. Dengan menjadi anggota WTO, pemerintah Cina berharap akan dapat memacu ekspor negaranya. Selain itu, dengan bergabungnya Cina dalam WTO dapat memicu 13 Penjelasan emisi polutan utama terdapat dalam bab I hlm. 4-5 53 peningkatan besar-besaran industrialisasi dalam negeri dan volume perdagangannya Irham 2009, 5. Namun, menurut Wong dikutip dalam Irham 2009, 5 keanggotaan Cina di WTO mempunyai dampak pada terintegrasinya kegiatan perekonomian, perdagangan, dan industri Cina dalam pasar global yang menyebabkan terjadinya ekspansi besar-besaran dari industri manufaktur Cina ke seluruh dunia. Dengan demikian, menambahkan keanggotaan Cina di WTO turut mendorong terbukanya berbagai kegiatan industri diberbagai sektor di tingkat domestik, mulai dari industri manufaktur dan kendaraan bermotor ke retail domestik serta menciptakan kompetisi usaha yang lebih kompetitif. Untuk meningkatkan perekonomiannya, Cina bekerjasama dengan negara lain atau organisasi regional seperti Association of Southeast Asian ASEAN. Hal ini diperkuat dengan pernyataan PM Wen Jiabao Jiabao 2011 mengatakan bahwa Cina akan lebih memperkuat hubungan kerjasama ekonomi dengan ASEAN. Selain itu, Cina merupakan negara pertama yang mendirikan kemitraan strategis untuk mencapai kemakmuran dan perdamaian dengan ASEAN. PM Wen menambahkan, antara Cina dan ASEAN memiliki target perdagangan hingga 500 milliar USD pada tahun 2015.

2. Masalah Isu Lingkungan Hidup Global

Pada beberapa dekade terakhir ini, masalah lingkungan hidup global menjadi salah satu isu yang menjadi fokus pembicaraan oleh seluruh negara di belahan bumi. Manusia mengeksploitasi secara besar-besaran berbagai macam sumber daya alam SDA tanpa memperbaharuinya sehingga mengabaikan kepentingan dan kelestarian lingkungan. Berbagai macam eksploitasi SDA dilakukan oleh manusia seperti penebangan hutan, pelepasan gas CO2 ke udara