54 yang menghasilkan efek gas rumah kaca pada lapisan ozon, dan penggunaan SDA
yang tidak dapat diperbaharui secara berlebihan seperti minyak bumi dan batubara. Kemudian, pada saat ini, penggunaan bahan kimia berbahaya pada industri serta
pembuangan limbah secara sembarangan berdampak pada pencemaran tanah dan air sehingga sangat berbahaya bagi kehidupan manusia.
Masalah perubahan iklim global merupakan ancaman bagi kehidupan manusia secara global. Dampak perubahan iklim global juga terjadi di Cina.
Menurut Zhidong 2009 kerusakan ekologi dan pencemaran lingkungan Cina semakin akut dan bersifat lintas batas cross-border. Kerusakan ekologi yang
terjadi di Cina seperti; air, tanah, dan udara mengalami pencemaran berat. Dalam skala domestik sekarang ini hampir 70 persen populasi perkotaan telah tercemar
oleh polusi udara, 70 persen sumber air telah tercemar berat, serta 400 kota kekurangan air bersih dan yang lebih mengkhawatirkan lagi akan terjadinya proses
desertifikasi yakni proses menjadi padang gurun. Selain itu, akibat dari peningkatan industri Cina menyebabkan terjadinya
polusi lintas batas transboundary pollution, terutama hujan asam acid rain dan debu kuning yellow dust yang telah mencapai Semenanjung Korea dan Jepang
Irham 2009, 9. Wihardi dan Manusiwa dikutip dalam Irham 2009, 9 menjelaskan bahwa polusi hujan asam diakibatkan oleh aktifitas pembakaran
batubara yang berlebihan di stasiun-stasiun pembangkit energi di Cina. Hujan asam menyebabkan penurunan produktivitas biologis dari laut dan tanah di mana
sehingga pada jangka panjang dapat menyebabkan masalah kesehatan serta kerawanan pangan yang serius di kawasan Asia Timur.
Jika melihat masalah lingkungan hidup global di atas, maka sudah saatnya seluruh negara di dunia mengambil tindakan nyata dalam penanggulangannya.
55 Salah satu caranya adalah dengan mengimplementasikan komitmen yang telah
disepakati dalam UNFCCC pada konferensi perubahan iklim baik berupa konvensi maupun protokol. Masalah lingkungan hidup global harus segera diatasi karena
akan mengancam keberlangsungan hidup umat manusia.
3. Hukum Internasional dalam Isu Lingkungan Hidup Global
Setiap tahun UNFCCC menyelenggarakan pertemuan berupa konferensi perubahan iklim bagi 195 anggotanya untuk menghasilkan suatu komitmen
bersama UNFCCC n.d. 3. Setiap negara anggota berhak untuk menolak dan tidak meratifikasi hasil dari konferensi, misalnya seperti kebijakan untuk meratifikasi
sebuah protokol. Hingga tahun 2007, dari semua negara anggota UNFCCC yang belum meratifikasi Protokol Kyoto hanya Amerika Serikat. Hal ini membuktikan
bahwa belum adanya suatu hukum internasional yang dapat mengikat secara penuh suatu negara.
Berbagai opini publik dunia membahas mengenai masalah lingkungan global ini terutama mengenai masalah perubahan iklim global. Pada saat
konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen, dalam surat kabar bernama Frankfurther A. Zeitung disebutkan bahwa dinamika politik baru telah
ditampilkan di konferensi Copenhagen dan kemungkinan akan memperburuk kebijakan iklim global Andersen 2009. Andersen menambahkan hal ini
ditunjukkan dengan sikap di mana setiap negara anggota UNFCCC bisa melakukan hak veto dan tidak mempunyai komitmen apapun. Kemudian, ditambah dengan
adanya berbagai kepentingan masing-masing negara, seperti negara-negara industri maju yang ingin mempertahankan standar hidup mereka dan bagi negara-negara
berkembang yang ingin segera mencapai kesejahteraan bagi rakyatnya dengan meningkatkan perekonomian. Selain itu, tingginya tingkat populasi global serta
56 meningkatnya kebutuhan energi maka akan mengakibatkan emisi GRK semakin
besar. Dengan beberapa gambaran di atas, maka dirasa sulit untuk membuat suatu kebijakan yang terbaik untuk mengatasi masalah perubahan iklim.
Selain itu, Garnault, Jotzo dan Howes 2008, 180 berpendapat bahwa pada tahun 2030 akan terlambat bagi dunia untuk mulai bertindak dalam mengatasi
masalah perubahan iklim. Untuk itu, pertumbuhan ekonomi Cina dalam dua dekade kedepan akan menentukan perubahan iklim global. Kebijakan dan sikap
Cina dalam negosiasi internasional pada saat konferensi perubahan iklim akan semakin berpengaruh dalam merespon perubahan iklim global.
4. Respon Negara Industri Maju diwakili oleh Amerika Serikat dan
Negara Berkembang diwakili oleh Cina dalam Isu Lingkungan Global
Terdapat perbedaaan pandangan antara negara industri maju dan negara berkembang dalam menilai isu lingkungan global. Setiap negara akan
mempertahankan prinsipnya dan akan diaplikasikan dalam kebijakan luar negerinya mengenai isu lingkungan global yang lebih spesifik membahas tentang
masalah perubahan iklim. Seperti dalam konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen, Obama sebagai Presiden AS mewakili negara industri maju
mengatakan bahwa saat ini negara-negara berkembang yang sudah besar seperti Cina dan India harus mulai untuk pertama kali membuka diri dengan mengambil
tanggung jawab untuk membatasi pertumbuhan emisi GRK Andersen 2009. Selanjutnya, Presiden Obama memberikan solusi untuk mengatasi masalah
perubahan iklim yaitu dengan cara semua negara penghasil emisi harus bersama- sama bertanggung jawab dan membuat mekanisme pendanaan untuk membantu
negara-negara yang paling rentan menghadapi dampak dari perubahan iklim.