Respon Negara Industri Maju diwakili oleh Amerika Serikat dan

57 Pandangan Presiden Obama tersebut di atas tidak diterima langsung oleh negara berkembang seperti Cina dan India. Seorang pejabat Cina mengatakan beberapa negara maju telah gagal untuk menghormati komitmen mereka dalam mengatasi masalah perubahan iklim sehingga mereka tidak memenuhi syarat untuk mengkritik negara-negara berkembang Yang ed. 2009. Pada akhirnya, setiap negara mempunyai kepentingan masing-masing yang diimplementasikan dalam kebijakan luar negerinya. Sama halnya dengan Cina, mempunyai kepentingan utama yang mempengaruhi kebijakan luar negerinya pada saat konferensi perubahan iklim. Faktor internal dan eksternal yang telah dijelaskan di atas mempengaruhi latar belakang kebijakan luar negeri Cina pada saat konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen. Faktor internal Cina pada dasarnya adalah untuk meningkatkan perekonomian negaranya agar kesejahteraan rakyatnya merata serta diimbangi dengan membuat kebijakan untuk meminimalisasi dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan industri. Hal ini diperkuat Sheehan dan Sun 2008, 397-398 yang menjelaskan bahwa pada 2008 salah satu tujuan penting pemerintah Cina adalah membuat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan mengurangi tingkat penggunaan energi, pengurangan penggunaan air, dan mengurangi polusi. Selain itu, faktor kerusakan lingkungan domestik Cina juga merupakan faktor pendukung keikutsertaan Cina dalam pembuatan komitmen pada saat konferensi perubahan iklim. Faktor eksternal pada dasarnya keikutsertaan Cina dalam UNFCCC agar semua negara sama-sama bertangung jawab atas terjadinya perubahan iklim terutama negara industri maju. Oleh karena itu, pada bab selanjutnya akan dibahas secara spesifik mengenai kebijakan luar negeri yang dilaksanakan oleh Cina dalam konferensi Copenhagen berlangsung. 58

BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM UNFCCC PADA

KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM DI COPENHAGEN TAHUN 2009 Sebelumnya menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Cina, yaitu; faktor internal dan eksternal. Dalam faktor internal dijelaskan bahwa akibat dari pesatnya kegiatan industri Cina untuk meningkatkan perekonomian negaranya berdampak pada kerusakan lingkungan yang bersifat akut. Selain itu, pemerintah Cina juga menyadari bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi di negaranya jika terus menerus diabaikan maka akan semakin memburuk di masa depan sehingga akan membutuhkan biaya yang besar untuk konservasi lingkungan. Dalam pelaksanaan konservasi lingkungan domestik negaranya, pemerintah Cina membuat kebijakan energy security dan Naskah Putih tahun 2007 yang berisi kebijakan konservasi energi dengan prinsip low input, low consumption, and high efficiency Mursitama Yudono 2010, 56. Selain itu, menurut Presiden Hu Jintao dikutip dalam Naisbitt 2010, 80 sejak tahun 2007 di Cina sedang disusun model pertumbuhan pembangunan ekonomi yang ilmiah dengan memasukkan standar kelestarian lingkungan, energi, dan sumber daya alam. Dengan model pembangunan tersebut, Cina sedang berubah menjadi negara industrialis, berbasis informasi, metropolis, berorientasi pasar, dan internasional. Selain faktor internal juga terdapat faktor eksternal yang mendukung kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen. Dengan meningkatnya industri di Cina tidak hanya berdampak pada kerusakan lingkungan domestik negaranya namun juga berdampak pada lingkungan global. Dalam hal ini, akibat dari peningkatan industri di Cina 59 menyebabkan terjadinya polusi lintas batas terutama hujan asam dan debu kuning yang telah mencapai Semenanjung Korea dan Jepang Irham, 2009, 9. Selain itu, pada tahun 2009 Cina merupakan negara penghasil emisi terbesar di dunia Saragih 2010, 10. Oleh karena itu, tentunya Cina mendapat tekanan dari dunia internasional untuk menurunkan tingkat emisi negaranya. Salah satu yang menekan Cina untuk menurunkan tingkat emisinya adalah Amerika Serikat AS. Menurut Forgaty Reuters 2011 AS merupakan penghasil emisi terbesar kedua di dunia setelah Cina. Forgaty menjelaskan AS belum meratifikasi Protokol Kyoto karena negara-negara berkembang besar seperti Cina belum memiliki komitmen yang mengikat dalam mengurangi tingkat emisi. Posisi Cina sebagai penghasil emisi terbesar di dunia tersebut membuat Todd Stern Kepala Delegasi Iklim AS mengatakan bahwa harus ada sebuah perjanjian yang memiliki kekuatan hukum yang sama bagi negara-negara berkembang terutama Cina, India, dan Brazil untuk mengatasi masalah perubahan iklim Reuters 2011. Hal ini berarti AS menekan Cina untuk segera membuat komitmen untuk menurunkan tingkat emisi negaranya. Walaupun Cina mendapat tekanan dari dunia internasional untuk menurunkan tingkat emisi negaranya namun negara ini harus tetap meningkatkan perekonomianya untuk kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi Copenhagen tahun 2009 akan lebih detail dijelaskan di bawah ini.

A. Prinsip Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC

Kebijakan luar negeri Cina secara konsisten berdasarkan pada independensi yang berdasarkan pada lima prinsip Lieberthal 1995, 357. Prinsip pertama adalah adanya rasa kebersamaan dan saling menghormati antara satu negara