Keterampilan Berbicara Keterampilan Berbahasa

tetapi juga menangkap motif pembicara, pesan-pesan tersirat tetapi tidak terkatakan, dan ironi atau sarkasme yang dapat sama sekali bertentangan dengan makna eksplisit kata- katanya”. 30 Pengunaan bahasa yang mudah dimengerti, tidak ambigu dan nada suara yang jelas dapat mempermudah orang lain memahami maksud dan tujuan pembicara. Selain itu, gerak-gerik pembicara ketika berbicara di depan audien juga sangat mempengaruhi, misalnya ekspresi yang digunakan ketika ingin menggambarkan orang yang sedang marah atau hal lainnya. Menurut Sukarman, Untuk mengukur kemampuan siswa dalam berbicara dapat dilihat dari kemampuannya menghasilkan simbol- simbol fonetis dan kemampuannya melengkapi dengan gerak-gerak isyarat gentur yang terpenting adalah melatih siswa untuk berani dengan bahasa yang baik dan benar. 31 Untuk mengetahui atau mengukur keterampilan berbicara siswa, guru dapat melihatnya melalui gerak-gerik siswa ketika berbicara, misalnya tidak memainkan baju atau tangan ketika berbicara, ketika berbicara tidak ragu ketika ingin mengungkapkan apa yang ada dipikirannya dan tidak mengulang-ulang perkataan yang telah diucapkannya. Cakupan dalam kegiatan berbicara sangat luas, ada yang mencakup kegiatan kegiatan berbicara yang bersifat formal maupun informal. Adapun cakupan materi berbicara dalam kurikulum meliputi kegiatan sebagai berikut: 1 berceramah, 2 berdebat, 3 bercakap- cakap, 4 berkhotbah, 5 bertelepon, 6 bercerita, 7 berpidato, 8 bertukar pikiran, 9 bertanya, 10 bermain peran, 11 berwawancara, 12 berdiskusi, 13 berkampanye, 14 menyampaikan sambutan, selamat, pesan, 15 melaporkan, 16 menanggapi, 17 menyanggah pendapat, 18 menolak permintaan, tawaran, ajakan, 19 menjawab pertanyaan, 20 menyatakan sikap, 21 menginformasikan, 22 membahas, 23 melisankan isi drama, cerpen, puisi, bacaan, 24 menguraikan cara membuat sesuatu, 25 menawarkan sesuatu, 26 meminta maaf, 27 memberi petunjuk, 28 memperkenalkan diri, 29 30 Dale Carnegie, The 5 Essential People Skills, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009, h. 159. 31 Wasimin, “Peningkatan Kompetensi Berbicara Siswa SD Melalui Metode Role Play”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 15, 2009, h.195. menyapa, 30 mengajak, 31 mengundang, 32 memperingatkan, 33 mengoreksi, dan 34 tanya-jawab. 32 Tes diperlukan oleh seorang guru untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam berbicara, khususnya dalam bercerita. Adapun beragam tes yang telah tertera dalam buku, di bawah ini adalah beberapa bentuk tes berbicara dari berbagai sumber. Dalam tes berbicara yang pertama, ada empat aspek yang dinilai, diantaranya “1 Ketepatan isi cerita, 2 Sistematika cerita, 3 Penggunaan bahasa, meliputi pelafalan, intonasi, pilihan kata, struktur kata, dan struktur kalimat, dan 4 Kelancaran bercerita ”. 33 Aspek pertama berkaitan dengan ketepatan isi dari cerita, apakah cerita yang disampaikan sesuai atau tidak sesuai. Aspek kedua berkaitan dengan jalan cerita yang disampaikan. Aspek ketiga berkaitan dengan penggunaan bahasa yang meliputi lafal yang diucapkan, kesesuaian intonasi, diksi, struktur kata dan kalimat, serta aspek yang terakhir berkaitan dengan kelancaran siswa dalam bercerita. Selain itu, dalam sumber lain dijelaskan lebih rinci mengenai tes berbicara, pada tes berbicara berdasarkan rangsangan visual dan suara seperti video, film, siaran televisi, dan lain sebagainya menggunakan rubik penilaian sebagai berikut, “1 Kesesuaian isi pembicaraan, 2 Ketepatan logika urutan bicara, 3 Ketepatan detail peristiwa, 4 Ketepatan makna keseluruhan bicara, 5 Ketapatan kata, 6 Ketepatan kalimat, 7 Kelancaran”. 34 Adapun tes berbicara untuk menceritakan kembali buku cerita tercantum sebagai berikut, “1 Ketepatan isi cerita, 2 Ketepatan penunjukan detil cerita, 3 Ketepatan logika cerita, 4 Ketepatan makna keseluruhan bicara, 5 Ketapatan kata, 6 Ketepatan kalimat, 7 Kelancaran”. 35 Berbicara dapat dinilai dari berbagai aspek, sebagaimana yang telah dibahas, tes berbicara 32 Kundharu Saddhono St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia, Bandung: CV. Karya Putra Dewi, 2012, h. 59 33 Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, Jakarta: Universitas Terbuka, 2002, h. 6.16 34 Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi, Yogyakarta: Edisi Pertama, h. 409 35 Ibid., h. 410 merupakan sebuah tekhnik pengukuran terhadap kemampuan berbicara seseorang. Adapun komponen yang dijadikan sasaran dalam berbicara yakni, bahasa lisan yang digunakan lafal dan inotasi, kosakata dan pilihan kata, struktur bahasa, gaya bahasa dan pragmatik, isi pembicaraan hubungan topik dan pembicaraan dengan isi, struktur isi, kualitas isi, kuantitas isi, dan teknik dan penampilan tata cara, gerak-gerik dan mimik, serta volume suara. 36 Berdasarkan berbagai macam aspek yang telah dibahas, ini menunjukkan bahwa tes berbicara sangat beragam, tinggal bagaimana guru menyesuaikannya dengan keadaan siswa. Baik dari segi tingkatan kelas ataupun lainnya. Dan pada intinya, semua penilaian di atas adalah sama, yakni untuk mengatahui kemampuan seseorang dalam berbicara, khususnya kemampuan bercerita. Berbicara bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, terlebih lagi jika dilakukan oleh orang yang tidak terbiasa berbicara di depan umum. Belajar dan berlatih adalah solusi yang paling tepat untuk melatih keterampilan berbicara seseorang. Berikut ini adalah beberapa hambatan yang sering ditemui dalam kegiatan berbicara, yakni: 1 Hambatan Internal a Ketidaksempurnaan alat ucap Kesalahan yang diakibatkan kurang sempurna alat ucap akan mempengaruhi keefektifan dalam berbicara, pendengar pun akan salah menafsirkan maksud pembicara. b Penguasaan komponen kebahasaan 1 Lafal dan intonasi 2 Pilihan kata diksi 3 Struktur bahasa 4 Gaya bahasa c Penggunaan komponen isi 1 Hubungan isi dengan topik 2 Struktur isi 3 Kualitas isi 4 Kuantitas isi 36 Noehi Nasoetion, dkk., Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, h. 8.23 d Kelelahan dan kesehatan fisik maupun mental Seorang pembicara yang tidak menguasai komponen bahasa dan komponen isi tersebut di atas akan menghambat keefektifan berbicara. 2 Hambatan Eksternal a Suara atau bunyi b Kondisi ruangan c Media d Pengetahuan pendengar. 37 Berdasarkan berbagai hambatan di atas, seorang guru harus mencari cara untuk membuat hambatan ini bisa terlampaui, salah satunya adalah dengan memilih media pembelajaran juga memilih metode pembelajaran yang tepat. Selain itu, guru ataupun orang tua juga bisa memberikan belajar tambahan. Untuk mengatasi suara atau bunyi yang kurang terdengar, guru bisa menggunakan pengeras suara, misalnya ketika ingin menonton film kartun guru menggunakan pengeras suara agar suara yang dihasilkan dari film tersebut lebih terdengar. Dalam mengatasi kondisi ruangan, misalnya terlalu sempit sedangkan siswa dalam kelas tersebut banyak, guru dapat mengatur tempat duduk siswa seperti membuat huruf U atau lainnya. Apabila tidak memungkinkan untuk mengatur tempat duduk guru bisa menggilir tempat duduk siswa atau sesekali guru bisa membawa siswa ke luar kelas, seperti taman atau tempat-tempat lain yang layak untuk belajar.

b. Bercerita

Bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara, bercerita dapat mengasah keterampilan berbicara siswa ketika di depan orang, bercerita merupakan suatu kegiatan menuturkan berbagai hal, baik yang kita lihat, dengar, ataupun dari apa yang kita baca, “Bercerita adalah perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain”. 38 Bercerita merupakan penyampaian pengalaman atau pengetahuan yang diketahui oleh orang yang bercerita, bisa menceritakan kembali suatu kisah yang pernah didengarnya 37 Isah Cayhani dan Hodijah, Kemampuan Berbahasa Indonesia di SD, Bandung: UPI PRESS, 2007 38 Sihabudin, dkk., Bahasa Indonesia II, Edisi Pertama, Paket 8-14, h. 8-7 atau diketahuinya, bercerita tentang sosok yang dikagumi oleh pembicara, ataupun bercerita tentang pengalaman dirinya sendiri, orang lain atau orang yang terdahulu. Melalui cerita, guru ataupun orang tua dapat memberikan pelajaran kepada anak-anak, memberikan contoh yang baik melalui cerita- cerita yang menarik, cerita yang disampaikan bisa berupa pengalaman, filmvideo, buku dongeng, dan lainnya. Dengan bercerita siswa dapat mengungkapkan apa yang pernah dialaminya, baik pengalaman sendiri, orang lain, bercerita tentang suatu kisah yang pernah didengarnya, ataupun hal- hal lainnya. “Kegiatan bercerita menuntun siswa ke arah pembicaraan yang baik. Lancar bercerita berarti lancar berbicara. Dalam bercerita siswa dilatih berbicara jelas, inotasi yang tepat, urutan kata sistematis, menguasai massa pendengar dan berperilaku menarik”. 39 Bercerita dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara, melatih siswa untuk lebih jelas ketika berbicara, menguji keberanian siswa ketika berbicara di depan umum. Interaksi antara pembicara dan pendengar dalam kegiatan berbicara berjalan searah. Pembicaranya menyampaikan pesan sedang pendengar menerima pesan tanpa dapat berinteraksi langsung kepada pembicara. Karena itu, interaksi antara pembicara dan pendengar dalam kegiatan bercerita disebut satu arah. 40 Pada Taman Kanak-kanak TK bercerita disampaikan oleh orang dewasa yang disimak oleh anak usia dini, pada tingkat Sekolah Dasar SD bercerita bisa dilakukan oleh siswa. Misalnya, bercerita mengenai pengalaman yang pernah ia alami atau menceritakan kembali cerita yang pernah didengarnya. Menurut Tampubolon, “Bercerita kepada anak memainkan peran penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak”. 41 Artinya, dengan bercerita siswa tidak hanya dapat mengasah 39 Ma’mur Saadie, dkk., Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, h. 9.16 40 Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, Jakarta: Universitas Terbuka, 2002, Cet 5, h. 6.20 41 Ratna Anggraini, Peningkatan Keterampilan Berbicara Menggunakan Metode Bercerita Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Semitau, 16 Januari 2014, Pukul: 10.03 keterampilannya dalam berbicara saja. Akan tetapi, bahasa dan pikiran mereka dan ketertarikan mereka terhadap buku bacaan-pun akan semakin meningkat. Ketika seseorang ingin bercerita, orang tersebut membutuhkan satu cerita yang akan disampaikan kepada penyimak. Kejadian atau peristiwa disekitar kita bisa dijadikan cerita, tinggal bagaimana cara menyampaikan cerita tersebut secara menarik. Tujuan dari bercerita adalah agar anak dapat membedakan perbuatan yang baik atau buruk, boleh ditiru atau tidak boleh ditiru. Anak diminta untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk sehingga kelak anak tersebut dapat mencontoh perbuatan baik untuk diaplikasikan dalam kehidupannya. Selain itu, bercerita juga dapat mengasah daya tangkap, daya pikir, konsentrasi, mengasah rasa, imajinasi, akhlak dan hal lainnya. Adapun fungsi bercerita, “bercerita difungsikan sebagai sarana menyampaikan pesan seperti menjelaskan sesuatu hal, kejadian, peristiwa dan sebagainya kepada pendengar”. 42 Bercerita mempunyai berbagai macam manfaat, hal itu dikarenakan pada setiap cerita pasti mempunyai pesan atau bahkan beberapa cerita memberikan pelajaran berharga bagi orang yang mengalami ataupun yang bercerita, manfaat bercerita yang dimaksud antara lain dapat memberikan hiburan, misalnya ketika suasana kelas dilanda kebosanan dan tidak ada hal yang menarik yang dapat dilakukan oleh anak.

3. Pembelajaran Bahasa Indonesia

a. Pengertian Pembelajaran

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada dilingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang berhubungan dengan 42 Tarigan, op. cit., h. 6.11 bahan ajar. Tindakan belajar tentang sesuatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar. Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang diakukan oleh guru dan siswa di dalam ataupun di luar kelas. Selain itu, pembelajaran juga membutuhkan dukungan dari sumber belajar, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. 43 Dijelaskan lebih lanjut mengenai pembelajaran, “Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”. 44 Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa, tempat pelaksanaan tidak terbatas oleh ruang kelas, melainkan bisa dilakukan dimana saja. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, dalam proses pembelajaran membutuhkan berbagai kombinasi dari berbagai unsur yang telah tertera. Pada pendidikan formal, guru adalah praktisi yang paling bertanggung jawab atas berhasil atau tidaknya program pembelajaran di Sekolah atau Madrasah, sebab guru merupakan ujung tombak atau peran sentral dalam kegiatan pembelajaran di ruang kelas. Sebagai seorang praktisi yang berhadapan langsung dengan siswa sehari-hari, guru pasti pernah menghadapi masalah yang berkaitan dengan pekerjaannya. Sebagai seorang pendidik ia berkeinginan siswa dapat memahami pembelajaran di dalam kelas seoptimal mungkin. Akan tetapi, hasil yang diharapkan seringkali tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Berbagai strategi digunakan oleh guru dalam kelas. Akan tetapi, guru tradisional umunya menggunakan strategi yang meliputi: penggunaan ceramah, tanya jawab, penjelasan, pemberian ilustrasi, pendemonstrasian atau mengarahkan siswa secara langsung ke sumber informasi selama pembelajaran berlangsung atau menggunakan buku teks untuk pemberian 43 UU Sisdiknas, Bandung: Fokus Media, 2009, h. 4 44 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2012, h. 57 tugas-tugas dirumah. Semua itu dirancang dan seringkali dijalankan oleh guru, sementara siswa hanya melihat atau mendengarkan apa yang dikatakan guru. Model pembelajaran seperti itu terbukti gagal mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal, sehingga pada saat ini banyak sekali beberapa konsep pembelajaran yang diperkenalkan untuk mendongkrak keterpurukan mutu pembelajaran. Untuk tujuan inilah guru seharusnya memiliki keberanian untuk melakukan berbagai uji coba terhadap suatu metode mengajar, membuat suatu media murah atau penerapan suatu strategi mengajar tertentu yang secara teoritis dapat dipertanggung jawabkan untuk memecahkan permasalahan pembelajaran. Peristiwa pembelajaran dalam suatu bidang studi atau mata pelajaran memiliki berbagai bentuk. Bentuk-bentuk itu berupa proses-proses yang bersifat langsung dalam kelas dan juga tidak langsung. Pada dasarnya pengertian tentang peristiwa pembelajaran merupakan serangkaian komunikasi yang dilakukan kepada siswa. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan, baik itu perubahan afektif, kognitif maupun psikomotor sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mempermudah siswa dalam mencapai tujuan atau keberhasilan yang diharapkan dengan cara melakukan komunikasi dengan siswa.

b. Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa. Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh