Media Audio Visual Kartun

4. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus di atasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media, yaitu dengan kemampuannya dalam memberikan perangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama. 16 Gambar 2.1 Contoh Kartun Dodo 16 Sadiman, dkk., op. cit., h. 17-18 Gambar 2.2 Contoh Kartun Dodo Gambar 2.1 dan 2.2 di atas merupakan gambar dari potongan cerita film kartun Dodo yang menjelaskan tentang sholat lima waktu, dan menjelaskan bahwa orang yang sholat tidak menyakiti makhluk-makhluk Allah yang ada di bumi ini. Dari film tersebut, siswa tidak hanya bisa menceritakan kembali kisah Dodo. Akan tetapi, film tersebut juga telah memberikan pesan-pesan dan akhlak yang patut untuk dicontoh oleh siswa. Berdasarkan kegunaan-kegunaan media pembelajaran di atas, film kartun Dodo merupakan film kartun yang sangat tepat untuk digunakan sebagai media pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Hal itu dikarenakan film kartun Dodo mempunyai kejelasan penyajian pesan yang ingin disampaikan, tidak membutuhkan waktu yang lama, dapat mengatasi sikap pasif siswa dan melalui film kartun Dodo, guru dapat memberikan rangsangan yang sama pada tiap siswa sehingga menimbulkan persepsi yang sama.

2. Keterampilan Berbahasa

a. Keterampilan Berbicara

Berbicara merupakan pembelajaran bahasa lisan yang bisa saja didapatkan oleh siapapun, bahkan orang yang tidak bisa membaca atau menulis-pun bisa berbicara, kecuali orang yang memiliki kekurangan tidak bisa berbicara seperti bisu atau lainnya, “Pada hakikatnya, keterampilan berbicara merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain”. 17 Berbicara dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Berbicara bisa dilakukan di depan umum dalam acara formal maupun sekedar berbincang-bincang. Menurut Byrner, bahasa lisan dapat dibagi menjadi empat jenis: 1. Berbicara secara bebas dan spontan, yaitu berbicara dalam situasi interaktif di mana bahasa yang dihasilkan penutur banyak memiliki “kesalahan”. 2. Berbicara secara bebas tapi terencana, seperti yang terjadi dalam wawancara dan diskusi, di mana nilai informasinya lebih tinggi dari pada pembicaraan bebas spontan tapi tetap memiliki sifat interaktif dan spontan. 3. Penyajian lisan dari teks tertulis, seperti pada berita dan kuliah, di mana penyampaian informasi dilakukan secara objektif dan niatan dari pembicaraan tampak lebih jelas. 4. Penyajian lisan dari skripnaskah yang sudah baku dan dilatih sebelumnya, seperti pada drama atau film, di mana unsur-unsur linguistik dan cara penyampaiannya dilakukan dengan tingkat stilisasi yang tinggi. 18 Berbicara merupakan keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan, melalui keterampilan berbicara seseorang dapat mengekspresikan apa yang ada di dalam pikirannya, mengungkapkan perasaan, ide, gagasan, dan menyalurkan kreativitasnya secara cerdas dan cekatan sesuai dengan konteks situasi tempat orang itu berada, bahasa yang digunakan dan waktu ia harus berbicara. 17 Iskandar Wasid dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, h. 241 18 Syukur Ghazali, Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif, Bandung: PT Refika Aditama, 2013, h. 172-173 Menurut Chomsky, Anak belajar bahasa bermula dari pengumpulan data dari lingkungannya dalam bentuk ucapan-ucapan bahasa yang didengarnya, menggolong-golongkan bunyi-bunyi itu dalam berbagai kategori ketatabahasaan, dan bentuk-bentuk aturan untuk menyusun dengan teratur apa yang dikatakan itu. 19 Dalam buku berbicara karangan Tarigan dikatakan bahwa, “Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari”. 20 Berbicara merupakan keterampilan yang sangat penting, keterampilan berbicara yang baik dan benar dapat mencetak generasi yang kreatif, generasi yang mampu melahirkan tuturan atau ujaran secara komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. “Berbicara adalah suatu proses penyampaian pesan yang dilakukan secara lisan”. 21 Dalam menyampaikan pesan, terdapat beberapa unsur yang mempunyai keterikatan satu dengan yang lainnya, yakni pembicaraorang yang berbicara, isi pembicaraan, orang yang menyimak dan tanggapan penyimak. “Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi- bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan”. 22 Orang yang memiliki kemampuan berbicara yang baik akan mengucapkan ataupun menyatakan gagasan pikiran ataupun perasaannya dengan artikulasi yang jelas, runtut, dan mudah dipahami. Berbicara menurut Suhendar adalah, “Proses perubahan wujud pikiranperasaan menjadi wujud ujaran”. 23 Berbicara berarti mengungkapkan ide, gagasan, pemikiran, atau perasaan yang sedang dirasakannya melalui lisan. Menurut Kartapati, “Berbicara merupakan ekspresi diri, dengan 19 Budinuryanta, dkk., Pengajaran Keterampilan Berbahasa, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008, h. 7.4 20 Henry Guntur Tarigan, Berbicara, Bandung: Angkasa Bandung, 2008, h.3 21 Djago Tarigan, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah, Jakarta: Universitas Terbuka, 2002, h. 2.61 22 Tengsoe Tjahyono dan Kisyani Lakson, Berbicara II, Jakarta: Universitas Terbuka, 2000, h. 1.6 23 Suparno, dkk., Berbicara, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008, h. 1.2 berbicara seseorang dapat menyatakan kepribadian dan pikirannya, berbicara dengan di luar, atau hanya sekedar pelampiasan uneg- uneg”. 24 Kemampuan berbicara sangat berpengaruh dalam kehidupan, karena melalui berbicara seseorang dapat mengungkapkan gagasan yang ada di dalam pikirannya, menyampaikan perasaannya, juga mengekspresikan dirinya. Tujuan keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal-hal berikut: 1. Kemudahan berbicara 2. Kejelasan 3. Bertanggung jawab 4. Membentuk pendengaran yang kritis 5. Membentuk kebiasaan. 25 Tujuan-tujuan tersebut akan dapat dicapai apabila program pengajaran dilandasi oleh prinsip-prinsip yang relevan, serta kegiatan pembelajaran yang membuat para peserta didik terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Untuk itu, prinsip yang dimaksud adalah “Pengintegrasian program latihan keterampilan berbicara sebagai bagian dari penggunaan bahasa secara menyeluruh dengan penekanan pada unit-unit khusus yang melibatkan aktivitas pengajar dan peserta didik”. 26 Berbicara kaitannya dengan m enyimak menurut Brooks, “Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah secara langsung, merupakan komunikasi tatap muka face to face communication ”. 27 Menyimak dan berbicara adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, seperti makhluk hidup yang membutuhkan oksigen, seperti tubuh yang membutuhkan ruh untuk mengisi di dalamnya. Pembicara membutuhkan orang untuk menyimak apa yang diatakannya, begitu juga dengan penyimak, penyimak tidak bisa dikatakan menyimak jika tidak ada yang berbicara atau yang didengar. 24 Ibid., h. 1.3 25 Iskandar Wasid dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, h. 242-243 26 Ibid., h. 243 27 Henry Guntur Tarigan, Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa, 2008, h. 3 Antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang erat, hubungan ini terdapat pada hal-hal berikut: a. Ujaran Speech biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru Imitasi. b. Kata-kata yang dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang Stimuli yang ditemuinya dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam penyampaian gagasan-gagasannya. c. Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup. d. Anak yang masih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit ketimbang kalimat-kalimat yang dapat diungkapkannya. e. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti pula membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang. f. Bunyi suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata sang anak. g. Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga Visual aids akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak. 28 Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan Bahasa Indonesia yang berhubungan dengan interaksi dengan lawan bicara, dalam interaksi tersebut terdapat beragai jenis aturan yang mengatur interaksi. Aturan ini menjadi acuan bagi pembicarasiswa agar mampu meningkatkan keterampilan berbicara mereka. Menurut Karp dan Yoels menyebutkan 3 jenis aturan yang mengatur interaksi , yaitu “Aturan mengenai ruang, mengenai waktu, gerak dan sikap tubuh”. 29 Seorang pembicara harus mempertimbangkan waktu, bagaimana sikap tubuh dan gerak yang harus ditempatkan ketika orang tersebut ingin berbicara. Ketika berbicara sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dicerna oleh pendengar atau penyimak agar tidak terjadi salah paham atas apa yang telah dikatakan oleh pembicara. Pembicara juga harus menyesuaikan bahasa dengan tingkat perkembangan pendengar. “Berbicara adalah sebuah proses yang tidak hanya berupa pemahaman atas apa yang sedang dikatakan, 28 Tarigan. loc. cit. 29 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004, h. 37 tetapi juga menangkap motif pembicara, pesan-pesan tersirat tetapi tidak terkatakan, dan ironi atau sarkasme yang dapat sama sekali bertentangan dengan makna eksplisit kata- katanya”. 30 Pengunaan bahasa yang mudah dimengerti, tidak ambigu dan nada suara yang jelas dapat mempermudah orang lain memahami maksud dan tujuan pembicara. Selain itu, gerak-gerik pembicara ketika berbicara di depan audien juga sangat mempengaruhi, misalnya ekspresi yang digunakan ketika ingin menggambarkan orang yang sedang marah atau hal lainnya. Menurut Sukarman, Untuk mengukur kemampuan siswa dalam berbicara dapat dilihat dari kemampuannya menghasilkan simbol- simbol fonetis dan kemampuannya melengkapi dengan gerak-gerak isyarat gentur yang terpenting adalah melatih siswa untuk berani dengan bahasa yang baik dan benar. 31 Untuk mengetahui atau mengukur keterampilan berbicara siswa, guru dapat melihatnya melalui gerak-gerik siswa ketika berbicara, misalnya tidak memainkan baju atau tangan ketika berbicara, ketika berbicara tidak ragu ketika ingin mengungkapkan apa yang ada dipikirannya dan tidak mengulang-ulang perkataan yang telah diucapkannya. Cakupan dalam kegiatan berbicara sangat luas, ada yang mencakup kegiatan kegiatan berbicara yang bersifat formal maupun informal. Adapun cakupan materi berbicara dalam kurikulum meliputi kegiatan sebagai berikut: 1 berceramah, 2 berdebat, 3 bercakap- cakap, 4 berkhotbah, 5 bertelepon, 6 bercerita, 7 berpidato, 8 bertukar pikiran, 9 bertanya, 10 bermain peran, 11 berwawancara, 12 berdiskusi, 13 berkampanye, 14 menyampaikan sambutan, selamat, pesan, 15 melaporkan, 16 menanggapi, 17 menyanggah pendapat, 18 menolak permintaan, tawaran, ajakan, 19 menjawab pertanyaan, 20 menyatakan sikap, 21 menginformasikan, 22 membahas, 23 melisankan isi drama, cerpen, puisi, bacaan, 24 menguraikan cara membuat sesuatu, 25 menawarkan sesuatu, 26 meminta maaf, 27 memberi petunjuk, 28 memperkenalkan diri, 29 30 Dale Carnegie, The 5 Essential People Skills, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009, h. 159. 31 Wasimin, “Peningkatan Kompetensi Berbicara Siswa SD Melalui Metode Role Play”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 15, 2009, h.195.