Dasar Hukum Dakwah HAKIKAT, DASAR HUKUM, TUJUAN

85

a. Hakikat Islam

Muhammad Abduh berpendapat bahwa Islam adalah al-dîn agama yang dibawa oleh semua nabi Allah sebagai bukti kebaikan Allah kepada al-basyar manusia sebagai makhluk sosial. Inti agama adalah tata aturan hidup yang sesuai dengan kebutuhan hidup manusia baik ruhaniyah maupun jasadiyah. Muhammad Abduh percaya bahwa, agama merupakan karya Tuhan sebagai perwujudan kebaikan-Nya terhadap manusia. Ia diwahyukan melalui salah seorang nabi di antara mereka yang bukan merupakan usaha dan perbuatannya bahkan ia tidak bisa meraihnya dengan cara mendalami atau mempelajarinya ia tiada lain kecuali wahyu yang diturunkan. 47 Atas pendapatnya ini Muhammad Abduh bersrgumen bahwa, “Sesungguhnya agama al-dîn yang benar menurut Allah adalah Islam.” Islam di sini mencakup seluruh agama yang dibawa oleh para nabi karena Islam merupakan substansinya yang bersifat universal dan bersesuaian meski bentuk- bentuk kewajiban dan kegiatannya berbeda-beda. Para nabi, seluruhnya, menyerukan dan mewasiatkan Islam. 48 Dalam pernyataan tentang hakikat dîn Islam tersebut, Muhammad Abduh tidak menjelaskan dari sudut etimologisnya, tetapi berupa ungkapan yang menguraikan kedudukan dîn Islam bagi manusia dan kehadiran dîn Islam bukan ciptaan para nabi Allah, sebagaimana dituduhkan oleh para penentang dakwah para nabi Allah. Oleh karenanya, Rasyid Ridha memberikan penjelasan etimologis dîn Islam ketika mengomentari penjelasan gurunya, menurutnya bahwa, agama secara etimologis adalah balasan, kepatuhan, ketundukan atau sebab adanya balasan. Para ulama berpendapat bahwa apa yang menjadi kewajiban manusia disebut syariat dari sisi peletakan dan penjelasannya, disebut dîn agama dari segi ketundukan dan ketaatan terhadap pembuat syariat, dan disebut millah dari segi kewajiban-kewajiban secara umum. Kata „islâm merupakan bentuk mashdar dari kata „aslama yang bermakna tunduk dan 47 Al-Manâr , jld. II, hlm. 69. Abduh mengacu antara lain pada Q.S. al-Najm 53:4, ayat ini mengenai apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW adalah wahyu Allah SWT, dan al- Baqarah 2: 165 dalam menjelaskan makna al-dîn, ayat ini mengenai bagian perilaku orang beriman dan orang musyrik. 48 Al-Manâr , jld. III, hlm. 257. Dalam memahami dien Islam ini, Abduh mengacu pada Q.S. Ali Imran 3:19, ayat ini mengenai Islam agama dari Allah. 86 berserah diri, juga bermakna „addâ menunaikan seperti dalam contoh ungkapan berikut:“Saya menunaikan sesuatu kepada Si Fulan jika saya melaksanakannya,” juga bermakna „dakhala masuk dalam kedamaian. Kata „islâm dengan harakat fathah atau kasrah bermakna kebaikan dan keselamatan, serta gerakan yang bersih dari sesuatu. 49 Kemudian, Muhammad Abduh mengemukakan dua macam sasaran utama dîn Islam sebagai peraturan Allah bagi manusia, yaitu menurutnya bahwa, Allah mensyariatkan agama untuk dua hal pokok, yaitu: Pertama , penyucian ruh dan pemurnian akal dari keyakinan-keyakinan menyimpang dengan kekuatan gaib bagi segenap makhluk dan kemampuannya untuk berperilaku di alam ini guna penyelamatan dari ketundukan dan penyembahan kepada sesama makhluk atau yang lebih rendah lagi dalam hal kapasitas dan kesempurnaannya; dan Kedua , memperbaiki hati dengan tujuan yang baik dalam berbagai kegiatan dan memurnikan niat karena Allah bukan karena manusia. Ketika dua tujuan ini terwujud, terlepaslah fithrah dari ikatan-ikatan yang mengungkungnya sehingga tidak bisa sampai pada kesempurnaan secara individual dan komunal. Lagipula, kedua hal ini merupakan substansi maksud dari kata „islâm. Adapun kegiatan-kegiatan ibadah disyariatkan guna mendidik ruh perintah ini terhadap ruh penciptaan. Oleh karena itu, dipersyaratkan adanya niat dan keikhlasan. Sekali terdidik dengan baik, mudahlah bagi pemiliknya untuk menunaikan segala kewajiban moral dan keadaban yang dengannya ia sampai pada „al-madinah al- fadhilah dan perwujudan cita-cita kaum bijak. 50 Dari penjelasan Muhammad Abduh tentang hakikat Islam dari segi status keberadaan dan sasarannya, terdapat beberapa dimensi utama yang terkandung dalam hakikat Islam yang mencirikan keberadaannya, yaitu: 1 peraturan buatan 49 Al-Manâr , jld. III, hlm. 257. Makna etimologis ini, lebih lanjut, bandingkan dengan Abd al-Wadud Yusuf, Tafsîr al-Mu minîn Beirut: Dâr al-Fikr, 1960, hlm. 40-41, dan Khalid Abd al- Rahman al-„Ak, Shafwah al-Bayân li Ma âni al-Qurân al-Karîm Beirut: Dâr al-Salam, 1994, hlm. 52. 50 Al-Manâr , jld. III, hlm. 257-258. Penjelasan Abduh ini bagian dari penafsiran Q.S. Ali Imran 3:18, ayat ini mengenai pelaku syahadah ilahiyah; Allah, malaikat dan ilmuwan.