Sekilas Situasi Sosial Politik dan Budaya Mesir

41 benar sedangkan nilai-nilai baru yang dibawa oleh sains modern tidak layak untuk diterima. 10 Sementara itu, kelompok yang menerima sains modern dan ide-ide Barat tanpa seleksi yang kebanyakan dianut oleh generasi muda Mesir yang penguasaan keagamaannya masih dangkal dan mengabaikan tradisi keagamaan yang dianut oleh kelompok generasi tua. Dua tipe kehidupan Mesir ini berimplikasi pada aspek-aspek sosial lainnya yang serba dikotomis, mempertentangkan nilai agama dan nonagama, antara sains Barat dan ilmu agama, antara yang mempetahankan taklid kepada pemikiran keagamaan kaum tua dengan yang mengharuskan pembaharuan melalui ijtihad dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam suasana sosial-politik dan budaya Mesir tersebutlah Muhammad Abduh dilahirkan.

B. Identitas Diri, Riwayat Pendidikan, dan Karya Tulis 1. Identitas Diri

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad Abduh bin Hasan bin Khairullah. Ayahnya merupakan seorang petani yang taat beragama tetapi bukan ulama. Mengenai asal-usulnya, Muhammad Abduh pernah bercerita bahwa, orang-orang menyebut rumah kami sebagai rumah Turki. Saya bertanya kepada orang tua mengapa mereka menyebut demikian. la menjawab bahwa keturunan kami bermuara pada seorang nenek moyang dari negeri Turki. Adapun ibu saya adalah bangsa Arab Quraisy yang silsilah keturunannya sampai pada Umar bin Khaththab. Namun ini hanya merupakan cerita turun-temurun yang tidak memungkinkan pembuktian. 11 Muhammad Abduh dilahirkan di penghujung tahun 1265H1849M di daerah Syabsyir, salah satu desa di Mesir Hilir, yaitu desa Mahallah Nashr kabupaten Al-Buhairah yang berjarak sekitar lima belas kilometer dari kota Damanhur. Muhammad Abduh lahir dan dibesarkan di sebuah keluarga yang 10 Lihat Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, hlm. 103-104, dan Albert Hourani, Pemikiran Liberal di Dunia Arab , hlm. 222-223. 11 Lihat Thâhir al-Tanahi ed., Mudzakkirât al-Imâm Muhammad ‘Muhammad Abduh Mesir: Dâr al-Hilal, tt., hlm. 21. 42 merupakan bagian dari kelas kreatif di Mesir modern, keluarga yang cukup terpandang di desanya dan dengan tradisi belajar dan kesalehan. 12 Kondisi lingkungan keluarga Muhammad Abduh di desa adalah lingkungan orang-orang miskin, kehidupan di desa tempat tinggalnya seperti layaknya kehidupan di desa- desa lain di Mesir, di mana penduduknya bekerja giat dan bersungguh-sungguh, beriman kepada Allah, dan yakin di hari akhirat nanti akan mendapatkan balasan dari-Nya. 13 Muhammad Abduh menikah pada tahun 1282H1866M, pada usia 17 tahun. Dari perkawinannya, menurut catatan Rasyid Ridha, Muhammad Abduh tidak mempunyai anak laki-laki. Ia dikaruniai empat anak perempuan. Dua orang puterinya, yakni yang pertama dan yang kedua, dikawinkannya ketika Muhammad Abduh masih hidup, masing-masing dengan Muhammad Bek Yusuf dan Utsman Affandi Yusuf, sedangkan puteri ketiga dan keempat setelah Muhammad Abduh wafat turut dengan paman mereka, yakni Hamudah Bek Muhammad Abduh al- Muhami. 14 Ketika masa kanak-kanak, Muhammad Abduh memiliki hobi bermain menaiki kuda, memanah, dan renang dalam suasana lingkungan hidup yang agraris di pedesaan Mesir. Hobinya ini, pada gilirannya di kemudian hari, menjadi salah satu faktor yang membentuk kepribadian Muhammad Abduh menjadi berani dan tabah menghadapi masalah dalam perjuangannya setelah ia dewasa. 15 Mengenai performance dan kepribadian Muhammad Abduh, sudah banyak dikomentari oleh para penulis tentang biografi dan pemikiran Muhammad Abduh, antara lain Albert Hourani menyebutkan tentang performance dan kepribadian Muhammad Abduh ini, menurutnya, ia adalah seorang laki-laki tampan, tegap, berkulit gelap, dengan penampilan yang tenang dan pesona agak melankolik. Pada 12 Hourani, Pemikiran Liberal di Dunia Arab, terj. Arabic Thoughts in the Liberal Age 1788-1939, oleh Suparno dkk. Bandung: Mizan, 2004, hlm. 210. 13 Muhammad al-Bahy, Pemikiran Islam Modern, terj. Al-Fikr al-Islâm al-Hadits wa Shirâtuhu bi Isti’mâr al-Gharbiy , oleh Suadi Sa ad Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986, hlm. 63. 14 Lihat Rif at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh: Kajian Masalah Akidah dan Ibadat Jakarta: Paramadina, 2002, hlm. 41. 15 Lihat Ahmad Jad, “Tarjamah al-Syarif al-Imâm Muhammad Abduh” dalam Muhammad Abduh, Syarh Nahj al-Balaghah Kairo: Dâr al-Ghad al-Jadid, 2006, hlm. 16. 43 tahun-tahun terakhir kehidupannya, ia tampak semakin lembut, dan mereka yang mengenalnya dengan baik mengetahui benar kebaikan dan kecerdasannya serta keindahan spiritual tertentu. 16 Mukti Ali menuturkan penilaian Jamaluddin al-Afghani tentang kepribadian Muhammad Abduh, menurutnya bahwa, Muhammad Abduh adalah orang yang cerdas, kemampuannya baik, baik budinya, dan selalu ingin melakukan perbaikan. Kemudian, menurut Sayid Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh adalah orang yang penuh harga diri, menjauhi kehinaan, enggan mengerjakan hal- hal yang remeh dan selalu cenderung untuk mengerjakan hal-hal yang mulia. Bersama dengan rasa harga diri dan menjauhi kehinaan, ia adalah orang hidup jiwanya, perasa, cepat kasihan kepada orang-orang yang tertimpa malapetaka dan kesusahan. Uang yang ia miliki, baik sedikit maupun banyak, digunakan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. 17 Jika Muhammad Abduh termasuk yang memiliki kepribadian melankolik sebagaimana dikemukakan Albert Hourani, dari sudut pandang psikologis, maka orang yang memiliki tipe melankolik memiliki ciri-ciri sebagai pemikir, yang selalu memikirkan kesempurnaan, dan amat peka, suka mendalami sesuatu permasalahan, berbakat khusus, kreatif, suka berpikir secara sistematis, suka membaca grafik, senang mengadakan riset, suka menganalisis, peka perasaannya, sangat berhati-hati, dan bercita-cita tinggi. 18 Ketika Muhammad Abduh wafat, E.G. Growne menulis surat turut berduka cita kepada adik Muhammad Abduh, Hamudah Bey Muhammad Abduh, antara lain menyatakan bahwa, selama umur saya, sudah banyak negeri dan bangsa yang saya lihat, tetapi belum pernah saya melihat seorang juga seperti almarhum 16 Lihat Albert Hourani, Pemikiran Liberal di Dunia Arab, hlm. 218. Kepribadian adalah sikap seseorang setelah ia menerima pendidikan dan berinteraksi dengan lingkungannya. Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh pembawaan karakter, pengaruh lingkungan, keturunan, pengaruh tempat ia dilahirkan dan dibesarkan serta pendidikan yang sempat ia terima dan sebagainya. Lihat L.T. Takhruddin, Pribadi-pribadi yang Berpengaruh Bandung: PT. AL- Ma arif, 1996, hlm. 40-41. 17 Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah Jakarta: Jambatan, 1995, hlm. 484-485. 18 Selanjutnya lihat Emil H. Tambunan, Kepribadian Seutuhnya Bandung: Indonesian Publishing House, 2006, hlm. 27. 44 itu, baik di Timur maupun di Barat. Karena tidak ada bandingannya dalam ilmu pengetahuan, dalam kesalehan, ketajaman pikiran, kejauhan pandangan, kedalaman pengertian tentang sesuatu. Tidak saja mengenai lahir tetapi juga mengenai batin. Tiada bandingannya dalam kesabaran, kejujuran, kepandaian berbicara, gemar beramal, dan berbuat kebaikan, takut kepada Tuhan dan senantiasa berjuang di jalan-Nya, pencinta ilmu dan tempat berlindung orang- orang fakir dan miskin. 19 Kemudian, ketika Muhammad Abduh telah tiada, Rasyid Ridha meyakini, walaupun Muhammad Abduh dengan tawadu meyakini bukan seorang pemimpin, tetapi sejatinya ia bukan saja sebagai seorang pemimpin, bahkan ia adalah seorang pembaharu mujaddid dan seorang guru yang penuh kearifan, Rasyid Ridha menuliskan keyakinannya ini bahwa, sesungguhnya dengan wafatnya Syekh Muhammad Abduh, umat tidak merasa kehilangan sedikitpun ajaran Islam, akan tetapi umat kehilangan seorang pemimpin, seorang pembaharu mujaddid yang arif akan kebutuhan zamannya, yang memperoleh kepemimpinannya karena keluhuran akal budinya, pikiran dan pahamnya yang bebas, disertai semangat dan keberanian. Dengan segala kesadaran dan keikhlasan ia memberikan ilmu yang sebenarnya sesuai dengan hak masing-masing. 20

2. Riwayat Pendidikan

Muhammad Abduh belajar membaca di rumah orang tuanya sampai mampu menghapal Al-Quran hanya dalam tempo dua tahun. Kemudian ia pindah belajar di Masjid Ahmadi di daerah Thantha untuk mempelajari tajwid. Namun ia merasa tidak mendapat apa-apa setelah belajar selama satu tahun. Setelah belajar di masjid tersebut, 21 ia kemudian kembali ke Mahallah Nashr, kampung halamannya, dan ia membantu pekerjaan ayahnya bertani. Ayahnya tidak 19 Firdaus AN, “Syaikh Muhammad Abduh dan Perjuangannya” dalam Syaikh Muhammad Abduh, Risâlah Tauhîd Jakarta: Bulan Bintang, 1996, hlm. xiii. 20 Muhamma Rasyid Ridha, Wahyu Ilahi kepada Muhammad, terj. Al-Wahy al- Muhammadî , oleh Yosef CD Jakarta: Pustaka Jaya, 1987, hlm. 28. 21 Fahd bin Abd al-Rahman Sulayman, Manhaj al-Madrasah al-‘Aqliyyah al-Hadîtsah fi al- Tafsîr , hlm. 125. 45 menyenangi Muhammad Abduh bertani, sehingga tidak lama kemudian ia disuruh kembali belajar oleh ayahnya. Ketika ayahnya memaksa pergi kembali ke Thantha untuk belajar, Muhammad Abduh membelot di tengah jalan dan memilih pergi ke Kanisah Aurin dan bersembunyi di rumah Syaikh Darwisy Khidhr, salah seorang paman ayahnya, penganut jawiyyah sanusiyyah. 22 Ia kemudian belajar pada Syaikh Darwisy Khidhr. Dengan metode mengajarnya, Syaikh Darwisy Khidhr berhasil menanamkan pada diri Muhammad Abduh rasa cinta, ilmu dan upaya mencarinya, sebagai kesenangan yang mengalahkan segala kesenangan lainnya. Setelah tinggal limabelas hari dengan Syaikh Darwisy Khidhr, ia pergi ke Thantha karena khawatir diketahui ayahnya. Kepribadian Syaikh Darwisy Hidr selaku pengikut tasawuf Sanusiyah dijelaskan oleh Mukti Ali bahwa, kepribadian Syaikh lembut yang langka terdapat di Mesir. Ia ahli tasawuf yang bening mata hatinya, lebih luas ilmunya, yang mengetahui masalah-masalah dunia, namun ia menjadi orang yang zuhud, menekuni ilmu dan tidak menekuni kekayaan. Ibadah yang paling baik yang ia lakukan adalah dzikir kepada Allah dengan hatinya dan tidak dengan mulutnya. Juga tidak dengan wirid. Ia bekerja untuk keperluan dunia seperti orang-orang lain. Tetapi dengan halus, lapang dada, dan cenderung untuk kebaikan. Ia adalah orang yang melihat dunia ini sebagai jembatan menuju ke akhirat. Oleh akrena itu, jembatan itu harus dilintasi dengan amal. Dia merasa pedih menyaksikan kealpaan orang, kelaliman, dan ketenggelaman mereka dalam pelbagai perbuatan merusak. Ia iba kepada mereka dan berusaha untuk menyelamatkan mereka dengan perlahan-lahan. Hatinya penuh dengan nur dan itu tampak di air mukanya. Oleh 22 Lihat Muhammad al-Bahy, Pemikiran Islam Modern, hlm. 63. Jawiyyah merupakan sebutan bagi pusat aktivitas sufi. Sanusiyah adalah nama bagi persaudaraan tarekat sufi yang didirikan oleh Syaikh Sayyid Muhammad al-Sanusi w. 1859M di Aljazair. Paham Sanusiyah antara lain anti-taklid buta, keharusan kesatuan dan persatuan umat, mengikuti ijma umat Muslim yang bersumber kepada Alquran dan sunnah nabi, dan perlu adanya keseimbangan basis ekonomi, politik, dan semangat spiritual. Lihat Syaikh Fadhlullah Haeri, Dasar-Dasar Tasawuf, terj. The Elements of Sufism , oleh Tim Forstudia Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003, hlm. 31, dan 170-171.