Ishlâhiyyah Jurnalistik Pemikiran dakwah Muhammad Abduh dalam tafsir Al-Manar

68 mempengaruhi dunia Islam pada umumnya, terutama dunia Arab melalui karangan-karangan Muhammad Abduh sendiri, dan melalui tulisan-tulisan muridnya seperti Muhammad Rasyid Ridha dengan Majalah Al-Manâr dan Tafsir Al-Manâr, Kasim Amin dengan buku Tahrîr al-Mar’ah, Farid Wajdi dengan Dâirah al-Ma’ârif , dan karangan-karanga yang lain. Syekh Tanthawi Jauhari dengan al-Tâj al-Murshih bi jawâhir al-Qurân wa al-’Ulum, kaum intelek atasan Mesir seperti Muhammad Husein Haikal dengan bukunya Hayâh Muhammad, Abu Bakar, dan sebagainya, Abbas Mahmud al-„Aqad, Ibrahim A. Kadir al- Mazin, Mushthafa Abd al-Raziq, Ali Abd al-Raziq, dan tak boleh dilupakan Sa ad Zaghlul sebagai bapak kemerdekaan Mesir. Karangan-karangan Muhammad Abduh sendiri telah banyak diterjemahkan ke dalam Bahasa Turki, Urdu, dan Indonesia. 74 Akbar S. Ahmed mengakui bahwa, Muhammad Abduh adalah bapak modernisme Arab dan rektor Al-azhar, dan muridnya Rasyid Ridha awal abad ini, merupakan tokoh modernis arab yang berpengaruh. 75 Sedangkan Azyumardi Azra menilai bahwa, Muhammad Abduh pada tingkat pemikiran adalah modernis, tetapi pada level keagamaan adalah revivalis. 76 Pemikiran modernis Muhammad Abduh dicirikan antara lain dengan pandangannya mengenai pentingnya menggunakan akal rasio dalam memahami ajaran Islam dan realitas kehidupan, percaya akan adanya sunatullah, dan tidak menolak sains modern. Sedangkan keagamaan yang revivalis Muhammad Abduh ditunjukkan dengan perjuangan dakwahnya dalam mengembalikan kehidupan kepada sumbernya yang utama yaitu al-Quran. 74 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, hlm. 68. 75 Lihat Akbar S. Ahmed, Posmodernisme: Bahaya dan harapan bagi Islam, terj. Postmodernism and Islam: Predicament and Promise, oleh M. Sirozi Bandung: Mizan, 1993, hlm. 45. 76 Lihat Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antarumat Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002, hlm. 183.

BAB III HAKIKAT, DASAR HUKUM, TUJUAN

DAN UNSUR DAKWAH A. Hakikat Dakwah Secara metodologis, Muhammad Abduh dalam menjelaskan hakikat dakwah dapat dikategorisasikan pada pendekatan qishmah tafshiliyah 1 , al-dilâlah al-muthâbaqiyyah 2 dan al-dilâlah lainnya, yang menurut Rasyid Ridha digunakan sesuai peruntukannya, pada suatu saat Abduh menjelaskan sesuatu dengan menyebutkan akibatnya al-malzûm dan pada saat lain menyebutkan penyebabnya al-lâzim, sebab menjelaskan sesuatu itu mesti menurut konteksnya, hal ini dikemukakannya ketika Abduh menjelaskan karakteristik ilmu shahih, yaitu ilmu yang menjadi sifat pemiliknya, melekat kuat dalam jiwanya dan merealisasikannya dalam perbuatan. Kemudian Abduh sendiri, memberitahukan pendekatannya dalam menjelaskan sesuatu itu ketika menafsirkan Q.S. al Fâtihah ayat ke-5 tentang ibadah sebagai kritik Abduh kepada para mufassir lain bahwa, kebanyakan dari mereka menafsirkan sesuatu itu hanya dengan bagian akibat-akibatnya, mendefinisikan sesuatu hanya dengan al- ta rîf bi al-rasam, bahkan ada yang hanya dengan al-ta rîf bi al-lafdz, dan dengan kata-kata yang dianggap mendekati makna sesuatu yang dijelaskan. Oleh karena itu, menurut Abduh mestinya dalam menjelaskan sesuatu itu bukan hanya dengan menggunakan cara penalaran membuat ta rîf , tetapi mesti memperhatikan shiyâq al-kalimah struktur konotatif dalam Al-Qurân asâlib al lughah struktur gaya bahasa dan 1 Qishmah tafshiliyah taksonomis yaitu menjelaskan hakikat sesuatu dengan cara merinci dan membagi unsur-unsur dari sesuatu itu yang dalam konsep ta rif merupakan macam-macam unsur yang mesti ada didalamnya. Lihat Muhammad al Sayyid al Jalind dan Al Sayyid Riziq al Hijr, Dirâsat fî al Manthiq wa Manâhij al-Bahts, Kairo: Maktabah al Zahra, tt hlm. 92-93. Pendekatan taksonomis merupakan bagian dari implementasi kerja akal yang dikaji dalam manthiq. Term-term lainnya yang digunakan Abduh dalam penafsirannya dijelaskan ketika menafsirkan QS. Al-Baqarah ayat 7, ayat ini berkaitan dengan karakteristik orang kafir. Lihat Al- Manâr, jilid I, hlm. 144-145, teks data lamp.No 2.1 2 Al-dilâlah al- muthâbaqiyyah signifikansi sempurna yaitu “term yang menunjukkan makna dengan sempurna.” Zainun Kamal, Kritik Ibn Taimiyah terhadap Logika Aristoteles, Disertasi, Jakarta: FPS IAIN SYAHIDA, 1995, hlm. 23.