Tujuan Dakwah HAKIKAT, DASAR HUKUM, TUJUAN

86 berserah diri, juga bermakna „addâ menunaikan seperti dalam contoh ungkapan berikut:“Saya menunaikan sesuatu kepada Si Fulan jika saya melaksanakannya,” juga bermakna „dakhala masuk dalam kedamaian. Kata „islâm dengan harakat fathah atau kasrah bermakna kebaikan dan keselamatan, serta gerakan yang bersih dari sesuatu. 49 Kemudian, Muhammad Abduh mengemukakan dua macam sasaran utama dîn Islam sebagai peraturan Allah bagi manusia, yaitu menurutnya bahwa, Allah mensyariatkan agama untuk dua hal pokok, yaitu: Pertama , penyucian ruh dan pemurnian akal dari keyakinan-keyakinan menyimpang dengan kekuatan gaib bagi segenap makhluk dan kemampuannya untuk berperilaku di alam ini guna penyelamatan dari ketundukan dan penyembahan kepada sesama makhluk atau yang lebih rendah lagi dalam hal kapasitas dan kesempurnaannya; dan Kedua , memperbaiki hati dengan tujuan yang baik dalam berbagai kegiatan dan memurnikan niat karena Allah bukan karena manusia. Ketika dua tujuan ini terwujud, terlepaslah fithrah dari ikatan-ikatan yang mengungkungnya sehingga tidak bisa sampai pada kesempurnaan secara individual dan komunal. Lagipula, kedua hal ini merupakan substansi maksud dari kata „islâm. Adapun kegiatan-kegiatan ibadah disyariatkan guna mendidik ruh perintah ini terhadap ruh penciptaan. Oleh karena itu, dipersyaratkan adanya niat dan keikhlasan. Sekali terdidik dengan baik, mudahlah bagi pemiliknya untuk menunaikan segala kewajiban moral dan keadaban yang dengannya ia sampai pada „al-madinah al- fadhilah dan perwujudan cita-cita kaum bijak. 50 Dari penjelasan Muhammad Abduh tentang hakikat Islam dari segi status keberadaan dan sasarannya, terdapat beberapa dimensi utama yang terkandung dalam hakikat Islam yang mencirikan keberadaannya, yaitu: 1 peraturan buatan 49 Al-Manâr , jld. III, hlm. 257. Makna etimologis ini, lebih lanjut, bandingkan dengan Abd al-Wadud Yusuf, Tafsîr al-Mu minîn Beirut: Dâr al-Fikr, 1960, hlm. 40-41, dan Khalid Abd al- Rahman al-„Ak, Shafwah al-Bayân li Ma âni al-Qurân al-Karîm Beirut: Dâr al-Salam, 1994, hlm. 52. 50 Al-Manâr , jld. III, hlm. 257-258. Penjelasan Abduh ini bagian dari penafsiran Q.S. Ali Imran 3:18, ayat ini mengenai pelaku syahadah ilahiyah; Allah, malaikat dan ilmuwan. 87 Allah SWT., 51 2 bukti kebaikan Allah kepada manusia sebagai makhluk sosial, 3 berlaku universal bagi semua nabi Allah, 4 penjernihan jiwa dari kemusyrikan dan penyelamatan akal dari kejumudan, 5 perbaikan hati dengan menempatkan tujuan dan tekad yang tulus karena Allah SWT semata dalam semua tindakan pengamalan ajaran, 6 mendidik jiwa dengan beribadah kepada Allah yang berhak diibadati, dan 7 peradaban terlahir dari perilaku keruhanian manusia dalam menjalankan ajaran. 52 Menurut Muhammad Abduh, Islam memiliki tiga macam asas utama yang mencirikan universalitas inti ajarannya yang dibawa oleh para nabi Allah dan para rasul-Nya. Dan siapa saja yang mengingkari dan meninggalkan tiga asas utama ini, maka ia dihukumi sebagai murtad, yakni orang yang keluar dari status sebagai Muslim dan kembali menjadi non-Muslim. Mengenai tiga macam asas utama Islam, Muhammad Abduh menyatakan bahwa, keluar dari Islam murtad adalah keluar dari tiga asasnya yang fundamental, yakni: 1 keimanan bahwa alam raya yang sempurna ini merupakan kesatuan tatanan-Nya dan kecermatan ketentuan- Nya. Ia merupakan Tuan Rabb dan Tuhan Ilâh yang menciptakannya dan menyempurnakannya dengan kekuasaan-Nya dan hikmah-Nya tanpa pembantu dan perantara. Tidak ada kekuatan lain yang bisa mengutak-atik alam kecuali orang yang mendapat petunjuk-Nya dengan memunculkan sunnah-sunnah-Nya pada berbagai sesab atau yang disebabkan. Maka haruslah mereka menyembah Allah saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Prinsip ini merupakan puncak pemikiran akal manusia dalam berkeyakinan dan membersihkan diri dari beragam khurafat dan pikiran sesat; 2 keimanan terhadap alam gaib dan kehidupan akhirat. Keimanan ini merupakan salah satu rukun prestasi keluhuran diri manusia yang tidak bisa mencapai alam itu kecuali 51 Pengertian dîn Islam sebagai peraturan buatan Tuhan digunakan oleh Sa id bin Muhammad Ba syan. Ia menulis: dalam karyanya Busyrâ al-Karîm bi Syarh Masâil al-Ta lîm Jeddah, Al-Haramayn, tt., hlm. 4. 52 Bandingkan dengan Khurshid Ahmad, Pesan Islam, terj. Islam: Its Meaning and Message , oleh Ahsin Mohammad Bandung: Pustaka Perpustakaan Salman ITB, 1983, hlm. 326- 327, tentang esensi Islam, dan Khurshid Ahmad dkk., Islam Sifat, Prinsip Dasar dan Menuju Kebenaran , terj. The Islamic Foundation, oleh A. Nashir Budiman Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995. 88 kesempurnaan dan kesadaran bahwa keberadaan mereka lebih sempurna dan lebih kekal ketimbang apa yang dapat mereka perkirakan; dan 3 amal saleh yang membawa manfaat bagi pelakunya dan sekalian manusia. 53 Maka ketiga prinsip utama yang dibawa oleh setiap nabi dan rasul ini tidak ada manusia yang meninggalkannya setelah mengetahuinya dan mengambilnya kecuali akan terjerembab ke dalam kenistaan. Ia tidak akan memperoleh kesempurnaan apapun di dunia dan akhirat, malahan termasuk orang berjiwa kotor dan memiliki ruh yang gelap yang tidak memiliki tempat di akhirat kecuali ruang kenistaan dan kehinaan. 54 Dalam pernyataan Muhammad Abduh tersebut, dapat dipahami bahwa, kecerdasan akal dan kejernihan jiwa manusia merupakan akibat dari merealisasikan tiga pilar dan asas utama agama Islam, dan sebaliknya, manusia akan menjadi nista, hina, dan rugi jika meninggalkan tiga pilar dan asas utama agama Islam ini, yaitu: 1 keimanan akan adanya Allah SWT. Pencipta semesta alam dan segala hukumnya, 2 keimanan akan adanya alam gaib dan kehidupan akhirat, dan 3 amal saleh yang bermanfaat bagi pelakunya dan orang lain. 55 Tiga asas utama agama Islam yang diyakini Muhammad Abduh menunjukkan adanya integrasi antara penggunaan akal dalam memahami hukum- hukum alam, di satu sisi, dan, di sisi lain, penguatan hati dalam meyakini hukum- hukum dalam ajaran agama Islam yang mengatur kehidupan alam manusia. Pemikirannya ini menyiratkan adanya pengaruh dari pemikiran-pemikiran sebelumnya yang pernah ia pelajari. Misalnya, pemikiran Ibn Rusyd 1126- 1198M yang terlebih dahulu telah melakukan hal yang sama. 56 53 Al-Manâr , jld. II, hlm. 318-319. Penjelasan Abduh ini bagian dari penafsiran Q.S. Al- Baqarah 2:217, ayat ini mengenai ketentuan peperangan di jalan Allah dan konsekuensi orang murtad dan kafir. Tawhid Allah merupakan puncak pemikiran akal manusia dalam pandangan Abduh ini, lebih lanjut bandingkan dengan Abul Qasim al-Khuli, Menuju Islam Rasional: Sebuah Pilihan Memahami Islam , terj. Rationality of Islam, oleh Dede Azwar N. Jakarta: Hawra Publisher, 2003. 54 Al-Manâr , jld. II, hlm. 319. 55 Tiga pilar dan asas utama Islam ini bagi Waqar Ahmed Husaini merupakan tritunggal kaum muslimin dalam mengembangkan syariat Islam. Lihat karyanya Sistem Pembinaan Masyarakat Islam , terj. Environmental Systems Engineering, oleh Anas Mahyuddin Bandung: Pustaka ITB, 1983, hlm. 78-79. 56 Lihat Abu al-Walid bin Rusyd, Fashl al-maqâl fî mâ bayn al-Hikmah wa al-Syari ah min al-Ittishâl Mesir: Dâr al-ma arif, 1969, hlm. 22-23. 89 Dalam proses dakwah, inti ajaran Islam yang dijadikan materi dakwah bagi seluruh umat manusia, menurut Muhammad Abduh terdapat empat macam, hal ini dikemukakan ketika menafsirkan Q.S. al-Bâqarah 2: 21, yaitu 1 tawhid ulûhiyyah dengan menyembah Allah sendiri serta memperhatikan tawhid rubûbiyyah ; 2 Al-Qurân sebagai ayat-Nya yang agung dan agama-Nya yang terperinci; 3 kenabian Muhammad SAW. yang diutus dengan membawa Al- Qurân ini, dan 4 balasan di akhirat atas kekufuran dan tindakan-tindakan yang mengikutinya dengan neraka dan terhadap keimanan dan tindak-tanduk yang mengikutinya dengan balasan surga. 57 Mengenai bidang akidah sebagai materi dakwah tersebut telah dikupas secara rinci dalam karya Muhammad Abduh Risâlah Tawhîd.

b. Karakteristik Islam

Karakteristik Islam dimaksudkan sebagai sifat khas dan prinsip-prinsip yang dimiliki Islam yang dengannya ia berbeda dengan yang non_Islam. Berikut dikemukakan beberapa sifat khas Islam menurut pandangan Muhammad Abduh. Pertama , Islam merupakan dîn al-fithrah agama fitrah. Prinsip ini dijelaskannya ketika Muhammad Abduh menafsirkan Q.S. al-Baqarah 2:138, bahwa ayat ini mengisyaratkan bahwasanya dalam Islam tidak diperlukan upaya membedakan seorang Muslim dari yang lainnya dengan kegiatan-kegiatan yang dibuat-buat seperti salib dalam kasus Nasrani, misalnya. Apa yang menjadi identitas seorang Muslim adalah apa yang disematkan oleh Allah dalam dirinya berupa fithrah lurus yang mewujud dalam bentuk keikhlasan, cinta kebaikan, keseimbangan, dan niat baik. Sesungguhnya, dalam tradisi Al-Qurân, Islam itu merupakan agama seluruh nabi sebagaimana ia juga merupakan agama fithrah. 58 57 Al-Manâr , jld. I, hlm. 183. Bandingkan dengan uraian mengenai empat pokok agama Islam oleh Muhammad bin Shalih al-Utsamain, Syarah Tsalâtsah al-Ushûl Ryadh: Dâr al- Tsuraya, 1994, hlm. 12-15. 58 Al-Manâr , jld. I, hlm. 486 dan Al-Manâr, jld. IV, hlm. 348. Ketika menafsirkan QS. Al- Rum 30:30, al-Sa di menjelaskan hakikat fitrah sebagaimana ia menulis: