Ishlâhiyyah Sistem Politik

64 Sikap dan perilaku politik Muhammad Abduh ditunjukkan dengan diangkatnya menjadi anggota dari Majelis Syuro Dewan Legislatif Mesir pada tahun 1899. Sebagai orang bukan asing dalam bidang politik, Muhammad Abduh turut menentukan jalannya kegiatan legislatif, dan ia berhasil mengharmoniskan komunikasi politik antara legislatif dengan pemerintah dalam wujud kerjasama yang signifikan, yang sebelumnya sering terjadi konflik di antara kedua lembaga politik tersebut. Muhammad Abduh terjun di bidang politik ini dalam upaya mendidik rakyat Mesir memasuki kehidupan politik demokratis yang didasarkan atas musyawarah. 64

3. Ishlâhiyyah Jurnalistik

Muhammad Abduh juga menekuni jumalistik. 65 Ia mengawali kegiatan jumalistiknya dengan menulis pada koran Al-Ahram, kemudian pada majalah Al- Tijârah dan Mishr, dengan mendapat dukungan dari gurunya, Al-Afghani, 66 yang memiliki saham atas penerbitan kedua majalah tersebut. Kedua majalah tersebut dan majalah-majalah lain di Mesir, seperti Mir-ah al-Syarq, mengikuti isyarat Al-Afghani. 67 Setelah Al-Afghani diasingkan dan Muhammad Abduh mendapat ampunan, setelah beberapa lama ia tidak mengajar, Muhammad Abduh dipercaya untuk menjadi redaktur koran Al-Waqa’i al-Mishriyah, yaitu koran resmi. Sebenarnya, dengan penugasan ini, mereka menginginkan agar Muhammad Abduh berhenti dari gerakan ishlâhiyyah pendidikan. Namun, setelah terpilih menjadi ketua redaksi, Muhammad Abduh kemudian merubah pola dan standarnya sehingga ia menjadikannya sebagai “mimbar” untuk menyebarkan. pikiran dan gagasannya. Ia memilih beberapa anggota redaktur yang kompeten. Ia kemudian mendesak seluruh administrasi pemerintah untuk menulis laporan di koran tersebut mengenai kegiatan mereka yang sudah rampung atau yang belum 64 Lihat Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi rasional Mu’tazilah, hlm. 22-23. 65 Jurnalistik ini termasuk bagian dari aktivitas tabligh Islam, dan tabligh Islam merupakan bagian dari bentuk utama dakwah bi ahsan al-qaul. Selanjutnya lihat Abdul Latif Hamzah, al-I’lâm fî Shadr al-Islâm Kairo: Dâr al-Fikr al-„Arabi, 1977, hlm. 14-15. 66 Lihat Albet Hourani, Pemikiran Liberal di Dunia Arab, hlm. 138 dan Fahd, Manhaj al- Madrasah al-‘Aqliyyah al-Hadîtsah fi al-Tafsîr , hlm. 135. 65 beres. Ia juga menekankan bahwa pers memiliki hak untuk mengkritik aktivitas dan laporan pemerintah. Ia juga menuntut hak pengawasan atas terbitan-terbitan lain mengenai kritikan yang mereka sebarluaskan. Jika kritikan itu benar adanya, orang yang bersalah mesti diberi sangsi, sedangkan jika kritikan itu bohong belaka, pimpinan redaksi harus diperingatkan. Jika mengulangi kesalahan sampai tiga kali, terbitan yang bersangkutan harus dilarang terbit sama sekali atau ditangguhkan izinnya. Ia juga meminta hak untuk membuat kolom informal yang di dalamnya Ia dapat merilis karya-karya sastra yang ia pandang bermanfaat. 68 Oleh karena itu, koran Al-Waqâ’i al-Mishriyah memiliki posisi penting dalam menyebarkan pikiran-pikiran Muhammad Abduh, yang ikut mendorong meletusnya pemberontakan Urabiyah dan Muhammad Abduh lalu diasingkan. Ia kemudian menerbitkan Al-‘Urwah al-Wutsqa bersama Al-Afghani. Sebagaimana telah disinggung, gaya bahasa Al-‘Urwah al-Wutsqa ini adalah gaya bahasa Muhammad Abduh namun pikirannya adalah pikiran Al-Afghani. Al-„Urwah al-Wutsqa ternyata memiliki peran besar dalam menentang penjajahan Inggris. Muhammad Abduh kemudian kembali ke Suriah dan ia bekerja sama dengan pers Suriah seperti koran Tsamarat al-Funun di Beirut. Setelah kembali ke Mesir, ia diajak oleh muridnya, yakni Muhammad Rasyid Ridha, untuk menerbitkan majalah. Muhammad Abduh mengizinkan dan bekerja sama untuk menerbitkannya dengan nama, Al-Manâr yang berorientasi pada masalah-masalah tertentu. Dengan Al-Manâr, ia menyebarkan berbagai kajian, informasi, dan tafsir al-Quran. 69

4. Ishlâhiyyah Hukum dan Kemasyarakatan

Muhammad Abduh juga melakukan ishlâhiyyah dalam bidang hukum syari at. Muhammad Abduh diminta oleh pemerintah untuk menjelaskan 67 Fahd, Manhaj al-Madrasah al-‘Aqliyyah al-Hadîtsah fi al-Tafsîr, hlm. 135. 68 Fahd, Manhaj al-Madrasah al-‘Aqliyyah al-Hadîtsah fi al-Tafsîr, hlm. 137. 69 Lihat Albert Hourani, Islam in European Thought Islam dalam Pandangan Eropa, Terj. Imam Baihaqi dan Ahmad Baidhawi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hlm. 138-139 dan Fahd, Manhaj al-Madrasah al-‘Aqliyyah al-Hadîtsah fi al-Tafsîr , hlm. 135, dan lihat pula Albert 66 pandangannya dalam hal perbaikan sistem hukum Islam. Ia lalu menuliskan pandangannya dalam 83 halaman tulisan. Diantara usulnya yang terpenting adalah memperluas wilayah khusus penerapan hukum Islam dalam sistem hukum nasional, menghilangkan monopoli madzhab hanafiyah, membentuk majlis ulama yang berwenang menetapkan buku fiqh mu amalah yang cocok untuk zaman, 70 memperbaiki citra hakim dengan meningkatkan sarananya, gajinya, memberinya kebebasan berpendapat, dan mendukung penerapan keputusannya. Upaya ishlâhiyyah bidang hukum tersebut dilakukan pada tahun 1899 M ketika Muhammad Abduh diangkat menjadi mufti Mesir, merupakan jabatan resmi penting di Mesir dalam menafsirkan hukum syari at untuk seluruh Mesir. Sebab, fatwa atau ketentuan yang diberikan mufti memberi sifat mengikat, fatwa yang dilakukannya bukan hanya untuk keperluan resmi Mesir, tetapi juga untuk kepentingan umum. Sebagai seorang ulama, Muhammad Abduh memperlihatkan kesanggupan dan keberaniannya dalam mengadakan ijtihad, fatwa hasil ijtihadnya menggambarkan ketidakterikatan pada pendapat-pendapat ulama masa-masa sebelumnya. Misalnya, Muhammad Abduh menghalalkan hewan sembelihan orang Nasrani dan Yahudi sebagai ahli kitab bagi umat Islam, fatwa ini mengundang reaksi keras dari para ulama pada zamannya. 71 Dalam hal ishlâhiyyah sosial, Muhammad Abduh bersama sejumlah kawannya mendirikan Jam’iyyah al-Khairiyah al-Islamiyah. Dialah yang menyusun AD-ART dan programnya. Tujuan organisasi mi adalah mendidik anak-anak keluarga miskin. Pendidikan difokuskan pada aqidah, akhlak, dan amal ibadah. Mereka juga dibantu mendapatkan mata pencaharian. 72 Berkenaan dengan ini, Muhammad Abduh telah menafsirkan Juz ‘Amma untuk pegangan para siswa. Hourani, Islam in European Thought Islam dalam Pandangan Eropa, Terj. Imam Baihaqi dan Ahmad Baidhawi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hlm. 138-139. 70 Fahd, Manhaj al-Madrasah al-‘Aqliyyah al-Hadîtsah fi al-Tafsîr, hlm. 142. 71 Lihat Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 21- 22. 72 Basam Tibi menilai apa yang diupayakan Muhammad Abduh merupakan bentuk modern dari revivalisme Islam. Lebih lanjut lihat karyanya Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial, terj. Islam and Cultural Accommodation of Social Change , oleh Misbah Zulfa Ellizabet Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999, hlm. 34-35, dan Fahd, Manhaj al-Madrasah al-‘Aqliyyah al- Hadîtsah fi al-Tafsîr , hlm. 142. 67 Pada awalnya ia bermaksud melanjutkannya dengan Juz Tabârak 73 namun ia wafat sebelum niatnya kesampaian. Semangat organisasi ini berpengaruh luas dan menghasilkan banyak sekolah yang memberi andil besar bagi pendidikan. Muhammad Abduh juga mendirikan lembaga penerbitan buku-buku Arab. Organisasi ini mencetak sejumlah buku keagamaan dan kearaban. Muhammad Abduh sendiri menulis program renovasi masjid-mesjid dan dewan pengembangnya, seperti imam, muadzin, khadam, penasihat, dan qari. Sebagian program ini terlaksana sementara sebagian lain tidak. Mengacu pada uraian riwayat hidup Muhammad Abduh yang telah dikemukakan, maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan deskriptif bahwa Muhammad Abduh lahir dari lingkungan keluarga yang taat beragama dan mementingkan pendidikan bagi keluarganya. Muhammad Abduh sejak usia remaja telah menunjukkan sikap kritisnya atas segala situasi dan kondisi lingkungan sosial pada zamannya. Hal ini dipengaruhi oleh kenyataan lingkungan sosial politik dan kultural Mesir dan pelajaran yang dikajinya banyak berkaitan dengan pentingnya menggunakan potensi akal dalam memahami berbagai obyek kehidupan sosial keagamaan. Muhammad Abduh telah menunjukkan kiprah dakwah ishlâhiyyah dengan memperbaiki sistem pendidikan dan pengajaran, metodologi tafsir al-Quran, kelembagaan pendidikan, sistem politik, jurnalistik Islam, hukum dan kemasyarakatan. Upaya ishlâhiyyah ini dilakukan guna membangkitkan umat Islam dari kejumudan berpikir rasional, menentang taklid dan memajukan budaya akademik dan kehidupan masyarakat Muslim pada zamannya. Terhadap ishlâhiyyah yang dilakukan Muhammad Abduh terdapat kelompok yang pro dan kelompok yang kontra. Walaupun demikian, pemikiran pembaharuan Muhammad Abduh telah membawa pengaruh besar bagi generasi berikutnya, terutama dalam menghidupkan kembali tradisi penalaran rasional. Mengenai pengaruh Muhammad Abduh ini, Harun Nasution meyakini bahwa, pendapat-pendapat dan ajaran-ajaran Muhammad Abduh telah 73 Fahd, Manhaj al-Madrasah al-‘Aqliyyah al-Hadîtsah fi al-Tafsîr, hlm. 143. 68 mempengaruhi dunia Islam pada umumnya, terutama dunia Arab melalui karangan-karangan Muhammad Abduh sendiri, dan melalui tulisan-tulisan muridnya seperti Muhammad Rasyid Ridha dengan Majalah Al-Manâr dan Tafsir Al-Manâr, Kasim Amin dengan buku Tahrîr al-Mar’ah, Farid Wajdi dengan Dâirah al-Ma’ârif , dan karangan-karanga yang lain. Syekh Tanthawi Jauhari dengan al-Tâj al-Murshih bi jawâhir al-Qurân wa al-’Ulum, kaum intelek atasan Mesir seperti Muhammad Husein Haikal dengan bukunya Hayâh Muhammad, Abu Bakar, dan sebagainya, Abbas Mahmud al-„Aqad, Ibrahim A. Kadir al- Mazin, Mushthafa Abd al-Raziq, Ali Abd al-Raziq, dan tak boleh dilupakan Sa ad Zaghlul sebagai bapak kemerdekaan Mesir. Karangan-karangan Muhammad Abduh sendiri telah banyak diterjemahkan ke dalam Bahasa Turki, Urdu, dan Indonesia. 74 Akbar S. Ahmed mengakui bahwa, Muhammad Abduh adalah bapak modernisme Arab dan rektor Al-azhar, dan muridnya Rasyid Ridha awal abad ini, merupakan tokoh modernis arab yang berpengaruh. 75 Sedangkan Azyumardi Azra menilai bahwa, Muhammad Abduh pada tingkat pemikiran adalah modernis, tetapi pada level keagamaan adalah revivalis. 76 Pemikiran modernis Muhammad Abduh dicirikan antara lain dengan pandangannya mengenai pentingnya menggunakan akal rasio dalam memahami ajaran Islam dan realitas kehidupan, percaya akan adanya sunatullah, dan tidak menolak sains modern. Sedangkan keagamaan yang revivalis Muhammad Abduh ditunjukkan dengan perjuangan dakwahnya dalam mengembalikan kehidupan kepada sumbernya yang utama yaitu al-Quran. 74 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, hlm. 68. 75 Lihat Akbar S. Ahmed, Posmodernisme: Bahaya dan harapan bagi Islam, terj. Postmodernism and Islam: Predicament and Promise, oleh M. Sirozi Bandung: Mizan, 1993, hlm. 45. 76 Lihat Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antarumat Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002, hlm. 183.