Analisis Pengaruh Preferensi Risiko Petani terhadap Alokasi Input

tembakau di pegunungan dengan sistem kemitraan di Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan. Namun berbeda dengan hasil penelitian Hartoyo et al. 2002 yang menunjukkan bahwa preferensi risiko petani terhadap pestisida yang risk averse pada usahatani hortikultura di Cisarua.

7.5. Analisis Pengaruh Preferensi Risiko Petani terhadap Alokasi Input

dan Efisiensi Teknis Analisis pengaruh preferensi risiko petani terhadap alokasi input dan efisiensi teknis bertujuan untuk menjawab permasalahan keempat dalam penelitian yaitu bagaimana pengaruh preferensi risiko petani terhadap alokasi input dan efisiensi teknis pada usahatani talas di Kota Bogor. Preferensi risiko petani akan mempengaruhi keputusan petani dalam alokasi penggunaan input. Hasil analisis pengaruh preferensi risiko petani terhadap alokasi penggunaan input pada usahatani talas di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 20. Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa semua petani responden adalah risk taker dan secara umum rata-rata alokasi penggunaan input-input produksi per hektar adalah besar. Bahkan rata-rata penggunaan pupuk urea per hektar sudah melebihi dosis anjuran. Rata-rata alokasi penggunaan bibit relatif besar Tabel 20. Bagi petani responden yang menggunakan jarak tanam 100 cm x 100 cm maka penggunaan bibit sebesar itu sudah optimal dan sudah termasuk bibit yang digunakan untuk penyulaman bibit. Meskipun begitu, penggunaan bibit ini masih belum optimal bagi petani responden yang menggunakan jarak tanam 50 cm x 50 cm dan tidak melakukan penyulaman. Meskipun penambahan bibit dapat meningkatkan produktivitas talas, namun penambahannya dapat meningkatkan inefisiensi teknis produksi talas. Hal ini terkait dengan sumber bibit talas yang digunakan petani responden. Hasil analisis koefisien variasi menunjukkan bahwa penggunaan bibit talas yang dibeli mempunyai risiko produktivitas yang lebih tinggi daripada penggunaan bibit talas milik sendiri, padahal 73 persen petani responden menggunakan bibit talas yang dibeli. Tabel 20. Pengaruh Preferensi Risiko Petani Terhadap Alokasi Input dan Efisiensi Teknis pada Usahatani Talas di Kota Bogor Rata-rata Preferensi Risiko Petani Risk Taker n = 65 Input: 1. Lahan Ha 1.00 2. Bibit Kg 18 324.20 3. Tenaga Kerja HKSP 444.43 4. Pupuk Urea Kg 475.04 5. Pupuk Kandang Karung 190.09 6. Pestisida Rp 312 327.80 Produksi Kg 82 850.51 Produktivitas KgHa 82 850.51 Harga RpUmbi 1 742.00 Efisiensi Teknis 0.9557 Meskipun rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar relatif besar namun preferensi risiko petani risk averse pada tenaga kerja Tabel 19. Preferensi risiko petani yang risk averse pada tenaga kerja sejalan dengan kondisi di daerah penelitian yang menunjukkan bahwa alokasi penggunaan tenaga kerja dipengaruhi oleh sifat usahatani talas yang umumnya hanya sebagai sampingan dan adanya variasi dalam kualitas tenaga kerja. Meskipun tidak ada kendala dalam ketersedian tenaga kerja di daerah penelitian karena rata-rata jumlah anggota keluarga petani responden adalah 4 orang dan umumnya petani responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga TKDK dengan proporsi yaitu sebesar 85.16 persen dari total tenaga kerja. Padahal penambahan tenaga berpengaruh nyata meningkatkan produktivitas talas dan berdasarkan hasil analisis koefisien variasi menunjukkan bahwa tenaga kerja mempunyai risiko produktivitas yang paling rendah dibandingkan dengan input-input lainnya. Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan pupuk urea adalah 475.04 kilogram per hektar yang melebihi dosis anjuran yaitu sebesar 300 kilogram per hektar Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2010. Penggunaan pupuk urea dalam jumlah besar karena preferensi risiko petani pada penggunaan pupuk urea adalah risk taker. Hal ini dapat dilihat dari proporsi penggunaan pupuk urea adalah sebesar 51.99 persen dari total penggunaan pupuk anorganik. Umumnya pupuk yang digunakan oleh petani responden pada usahatani talas adalah pupuk urea dan pupuk kandang serta harga kedua pupuk tersebut lebih terjangkau oleh petani. Padahal tanaman talas kurang responsif terhadap penambahan pupuk urea dan dapat dilihat dari penambahan pupuk urea kurang responsif terhadap peningkatan produktivitas talas. Selain itu penambahan pupuk urea berpengaruh nyata meningkatkan risiko produktivitas talas. Rata-rata penggunaan pupuk kandang adalah 190.09 karung per hektar di daerah penelitian Tabel 20. Penggunaan pupuk kandang ini lebih kecil dari penggunaan pupuk kandang pada studi Apriani 2007 dan studi Silalahi 2009 yang masing-masing adalah 300 karung per hektar dan 200 karung per hektar. Padahal preferensi risiko petani risk taker pada pupuk kandang ditunjukkan. Meskipun umumnya petani di daerah penelitian menggunakan pupuk kandang dalam jumlah yang besar untuk mengganti penggunaan pupuk anorganik TSP dan KCl yang menurut petani mahal harganya dan untuk memperbaiki sifat fisik tanah di daerah penelitian, namun rata-rata penggunaan pupuk kandang petani responden masih rendah dan dibawah dosis anjuran yaitu 400 karung per hektar Prana et al., 2002 dalam Apriani, 2007. Pada Tabel 20 dapat dilihat rata-rata penggunaan pestisida per hektar adalah relatif besar. Hal ini diduga karena penggunaan pestisida dilakukan sesudah terjadi serangan hama dan penggunaannya tidak sesuai dengan dosis anjuran. Selain itu karena penggunaan pestisida yang berlebih membuat hama menjadi resisten yang ditunjukkan oleh penambahan pestisida kurang responsif terhadap peningkatan produktivitas talas dan berpengaruh nyata meningkatkan risiko produktivitas talas. Preferensi risiko petani risk taker berpengaruh pada penggunaan input- input produksi yang relatif besar Tabel 20. Hal ini sesuai dengan sifat petani talas yang risk taker yaitu petani yang menyukai risiko sehingga berani mengalokasikan input-input dalam jumlah besar untuk menghasilkan produksi yang tinggi. Kombinasi penggunaan input-input pada produksi talas akan mempengaruhi tingkat efisiensi teknis pada usahatani talas. Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat efisiensi teknis usahatani talas pada petani risk taker adalah tinggi yaitu 0.9557. Hasil ini menunjukkan bahwa preferensi risiko petani talas berpengaruh pada tingkat efisiensi teknis petani talas. Selanjutnya tingkat efisiensi teknis akan berpengaruh pada tingkat produktivitas talas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 20 yang menunjukkan bahwa tingkat produktivitas talas adalah 82 850.51 kilogram per hektar. Rata-rata berat talas saja adalah 0.32 persen dari total produksi, sehingga rata-rata produktivitas talas adalah setara dengan 26 512.16 kilogram per hektar atau 26.51 ton per hektar. Hasil ini di luar dugaan karena data dari Dinas Pertanian Kota Bogor 2010 menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas talas per hektar adalah 5.51 ton per hektar per tahun selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2009. Namun rata-rata produktivitas per hektar yang tinggi sejalan dengan rata-rata efisiensi teknis petani yang tinggi yaitu 0.9557. Berdasarkan hal tersebut maka apabila petani talas ingin meningkatkan produktivitas talas dapat dilakukan dengan introduksi bibit unggul talas yang dapat menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dari talas bentul yang digunakan saat ini dan sesuai dengan kondisi geografis Kota Bogor. Pengaruh derajat nilai preferensi risiko terhadap alokasi input dan efisiensi teknis dapat dilihat pada Tabel 21. Besaran nilai θ dan λ menentukan nilai preferensi risiko. Tabel 21 menunjukkan bahwa petani yang risk taker terbagi dalam dua kelompok yaitu: 1 Risk Taker I yang berjumlah 39 petani responden dengan nilai rata-rata θ adalah sebesar 0.03149 dan nilai rata-rata λ adalah sebesar 0.44877; dan 2 Risk Taker II yang berjumlah 26 petani responden dengan nilai rata-rata θ adalah sebesar 0.05073 dan nilai rata-rata λ adalah sebesar 0.44591. Hal ini menunjukkan bahwa petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II mempunyai derajat risk taker lebih tinggi dari petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I. Menurut Fauziyah 2010 nilai rata-rata θ yang lebih kecil dari nilai rata-rata λ berimplikasi bahwa komponen inefisiensi teknis memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap keputusan alokasi penggunaan input-input dibandingkan dengan komponen risiko. Rata-rata penggunaan bibit dan pupuk urea per hektar pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I lebih rendah dari petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II Tabel 21. Sedangkan rata-rata penggunaan tenaga kerja, pupuk kandang dan pestisida per hektar pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I lebih tinggi dari petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II Tabel 21. Hasil ini memberikan gambaran bahwa semakin tinggi derajat risk taker maka tidak berpengaruh pada penggunaan input-input produksi. Tabel 21. Pengaruh Preferensi Risk Taker Terhadap Alokasi Input dan Efisiensi Teknis pada Usahatani Talas di Kota Bogor Rata-rata Preferensi Risiko Petani Risk Taker I n = 39 Risk Taker II n = 26 Input: 1. Lahan Ha 1.00 1.00 2. Bibit Kg 11 020.75 20 646.61 3. Tenaga Kerja HKSP 326.32 263.89 4. Pupuk Urea Kg 306.02 357.21 5. Pupuk Kandang Karung 121.90 103.60 6. Pestisida Rp 214 255.00 149 640.00 Produksi Kg 51 740.02 90 661.27 Produktivitas KgHa 51 740.02 90 661.27 Harga RpUmbi 1 795.00 1 667.00 Efisiensi Teknis 0.9695 0.9362 Rata-rata penggunaan bibit per hektar pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I lebih rendah dari rata-rata penggunaan bibit petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II Tabel 21. Hal ini diduga karena variasi jarak tanam, petani tidak melakukan penyulaman bibit dan perbedaan rata-rata penggunaan lahan talas. Rata-rata penggunaan lahan pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I adalah 0.13 hektar, lebih tinggi dari rata-rata penggunaan lahan pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II yaitu sebesar 0.08 hektar. Pada Tabel 21 dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan tenaga kerja pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II lebih rendah dari rata-rata penggunaan tenaga kerja pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I. Hal ini karena sebagian besar petani responden mempunyai sumber pendapatan lain di luar usahatani talas. Adanya sumber pendapatan lain akan mempengaruhi alokasi penggunaan tenaga kerja. Rata-rata penggunaan pupuk urea pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I lebih rendah daripada rata-rata penggunaan pupuk urea pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II Tabel 21. Hal ini karena rata-rata penggunaan pupuk kandang pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I lebih tinggi daripada rata-rata penggunaan pupuk kandang pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II. Pada Tabel 21 dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan pestisida pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I lebih tinggi daripada rata-rata penggunaan pestisida pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II. Hal ini karena penggunaan pestisida dilakukan sesudah terjadinya serangan hama dan ditujukan untuk menurunkan kehilangan produksi. Konsekuensi penggunaan input-input produksi berpengaruh pada produksi talas dan tingkat efisiensi teknis. Rata-rata produksi per hektar pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II lebih tinggi dari rata-rata produksi petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I Tabel 21. Namun rata-rata tingkat efisiensi teknis pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I lebih tinggi dari rata-rata tingkat efisiensi teknis petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II. Hal ini disebabkan pada petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II jumlah petani yang tingkat efisiensi teknisnya kurang dari 0.90 lebih banyak dibandingkan dengan petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I. Selain itu berdasarkan hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier dan fungsi inefisiensi teknis menunjukkan bahwa penambahan bibit berpengaruh nyata meningkatkan inefisiensi teknis meskipun berpengaruh nyata meningkatkan produktivitas talas. Penambahan tenaga kerja hanya berpengaruh nyata meningkatkan produktivitas talas. Sementara penambahan pupuk urea berpengaruh nyata meningkatkan risiko produktivitas meskipun berpengaruh nyata meningkatkan produktivitas talas. Penambahan pestisida berpengaruh nyata meningkatkan risiko produktivitas meskipun berpengaruh nyata meningkatkan produktivitas talas. Pada Tabel 21 dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II lebih tinggi dari rata-rata produktivitas petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I. Rata-rata produktivitas talas petani yang termasuk kelompok risk taker II adalah 90 661.27 kilogram per hektar atau setara dengan 29.01 ton per hektar. Sedangkan rata-rata produktivitas talas petani yang termasuk kelompok risk taker I adalah 51 740.02 kilogram atau setara dengan 16.56 ton per hektar. Pada Tabel 21 juga dapat dilihat bahwa rata-rata harga jual talas yang diterima petani yang termasuk dalam kelompok risk taker I lebih tinggi dari petani yang termasuk dalam kelompok risk taker II. Hasil analisis pengaruh preferensi risiko terhadap alokasi input dan efisiensi teknis menunjukkan bahwa preferensi risiko petani talas berpengaruh pada alokasi input dan penggunaan input-input pada produksi talas, yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat efisiensi teknis dan produktivitas talas di Kota Bogor. Gambaran ini menunjukkan bagaimana keterkaitan antara preferensi risiko petani dalam menghadapi risiko produksi talas dengan efisiensi teknis dan produktivitas talas di Kota Bogor.

VIII. SIMPULAN DAN SARAN