Analisis Fungsi Produktivitas PREFERENSI RISIKO PETANI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI TALAS DI KOTA BOGOR

VII. PREFERENSI RISIKO PETANI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI TALAS DI KOTA BOGOR

7.1. Analisis Fungsi Produktivitas

Frontier, Fungsi Risiko Produktivitas dan Fungsi Inefisiensi Teknis pada Usahatani Talas di Kota Bogor Variabel-variabel input produksi yang dianalisis dalam model fungsi produktivitas frontier, fungsi risiko dan fungsi inefisiensi teknis adalah enam variabel yaitu lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk kandang dan pestisida Lampiran 2. Pupuk TSP dan pupuk KCl tidak dimasukkan dalam analisis ketiga model fungsi tersebut karena dari hasil analisis fungsi produktivitas frontier menunjukkan bahwa keenam variabel input produksi tersebut memberikan hasil dugaan fungsi produktivitas frontier yang lebih baik dibandingkan hasil dugaan fungsi produktivitas frontier dengan memasukkan pupuk TSP dan pupuk KCl. Hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier, fungsi risiko dan fungsi inefisiensi teknis dapat dilihat pada Tabel 16 dan hasil pendugaan ketiga fungsi tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, 5 dan 6. Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier dapat dilihat bahwa bibit, tenaga kerja, pupuk urea dan pestisida berpengaruh nyata terhadap produktivitas talas sampai pada tingkat α sebesar 0.25, sedangkan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas talas sampai pada tingkat α sebesar 0.25 Tabel 16. Pemilihan tingkat α sampai sebesar 0.25 karena penelitian ini merupakan penelitian sosial ekonomi dan bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi di daerah penelitian. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa koefisien-koefisien bibit, tenaga kerja, pupuk urea dan pestisida bertanda positif sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan tanda koefisien pupuk kandang tidak sesuai dengan yang diharapkan karena bertanda negatif. Tabel 16. Hasil Pendugaan Fungsi Produktivitas Frontier, Fungsi Risiko Produktivitas dan Fungsi Inefisiensi Teknis dengan Metode MLE pada Usahatani Talas di Kota Bogor Variabel Koefisien Standar Error T hitung Fungsi Produktivitas 1 Konstanta 3.0670 0.3441 8.91 Bibit 0.9338 0.0715 13.05 a Tenaga Kerja 0.1341 0.0823 1.63 b Urea 0.1117 0.0552 2.02 b Pupuk Kandang -0.0204 0.0436 -0.47 Pestisida 0.0511 0.0262 1.95 b LR 11.3365 Fungsi Risiko 2 Konstanta -62.7120 22.6899 -2.76 Bibit 0.7002 3.2376 0.22 Tenaga Kerja -3.6177 4.7399 -0.76 Urea 3.9235 2.8627 1.37 c Pupuk Kandang -0.1631 2.1621 -0.08 Pestisida 6.1236 2.3428 2.61 a Sigma 10.5272 Fungsi Inefisiensi Teknis 3 Konstanta -0.7014 0.3535 -1.98 Lahan -144.9930 44.9025 -3.23 a Bibit 95.4325 42.3629 2.25 b Tenaga Kerja 40.4684 57.6277 0.70 Urea 25.5124 33.8049 0.75 Pupuk Kandang -17.8084 25.1382 -0.71 Pestisida -12.8404 27.5206 -0.47 Sigma 0.1174 Keterangan: 1 = menggunakan program Frontier 4.1. 2 dan 3 = menggunakan program LIML SAS 9.1. a, b, c nyata pada tingkat α = 0.01, 0.10 dan 0.25. Koefisien-koefisien pada fungsi produktivitas frontier menunjukkan nilai elastisitas produktivitas frontier dari input-input yang digunakan pada produksi talas Tabel 16. Hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier menunjukkan bahwa elastisitas produktivitas frontier dari bibit berpengaruh nyata terhadap produktivitas talas pada tingkat α 0.01, dengan nilai sebesar 0.9338. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan bibit sebesar 1 persen dengan asumsi cateris paribus, masih dapat meningkatkan produktivitas talas di daerah penelitian dengan tambahan produktivitas sebesar 0.9338 persen. Selain sangat nyata, nilai koefisien bibit paling besar dibandingkan dengan nilai koefisien dari tenaga kerja, pupuk urea, pupuk kandang dan pestisida. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan bibit pada produktivitas talas lebih elastis dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja, pupuk urea, pupuk kandang dan pestisida. Elastisitas produktivitas frontier dari tenaga kerja, pupuk urea dan pestisida berpengaruh nyata terhadap produktivitas talas dengan nilai masing- masing 0.1341, 0.1117 dan 0.0511 pada tingkat α 0.10 Tabel 16. Hasil ini menunjukkan bahwa jika tenaga kerja, pupuk urea dan pestisida ditambah sebesar 1 persen maka produktivitas talas akan meningkat masing-masing sebesar 0.1341 persen, 0.1117 persen dan 0.0511 persen dengan asumsi cateris paribus. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa penambahan bibit, tenaga kerja, pupuk urea dan pestisida berpengaruh nyata meningkatkan produktivitas talas. Sementara itu penambahan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata menurunkan produktivitas talas. Penambahan bibit masih dapat meningkatkan produktivitas talas karena petani masih belum menggunakan bibit secara optimal Tabel 16. Di daerah penelitian menunjukkan adanya variasi jarak tanam dan sebagian petani tidak melakukan penyulaman bibit. Umumnya jarak tanam yang dilakukan petani adalah 50 cm x 50 cm sampai dengan 100 cm x 100 cm. Variasi jarak tanam dan penyulaman bibit akan mempengaruhi variasi produksi talas. Rata-rata penggunaan bibit per hektar adalah 18 324.20 kilogram atau setara dengan 12 489 umbi. Hasil ini berbeda dengan studi Apriani 2007 dan studi Silalahi 2009 yang menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan bibit talas per hektar masing- masing adalah 10 000 umbi dan 20 000 umbi. Perbedaan ini disebabkan adanya variasi jarak tanam. Penambahan tenaga kerja masih dapat meningkatkan produktivitas talas. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja belum optimal. Hampir seluruh petani responden 94 persen menggunakan sebagian hari kerjanya untuk usaha di luar usahatani talas dan usahatani talas hanya dianggap sebagai usahatani sampingan. Di daerah penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar adalah 444.43 HKSP. Hal ini berbeda dengan studi Apriani 2007 dan studi Silalahi 2009 yang menunjukkan rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar masing-masing adalah 515 HKSP dan 360 HOK. Berbeda dengan studi Apriani 2007 yang menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata menurunkan produksi talas di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Menurut Apriani 2007 hal ini diakibatkan kesempatan kerja di bidang non pertanian di Desa Taman Sari masih tergolong rendah, sehingga sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk bekerja di bidang pertanian walaupun dengan tingkat pengetahuan pertanian yang masih sedikit dan hanya mengandalkan pengalaman saja. Meskipun hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier menunjukkan bahwa penambahan pupuk urea masih dapat meningkatkan produktivitas talas, namun kondisi di daerah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea sudah melebihi dosis anjuran. Rata-rata penggunaan pupuk urea adalah 475.04 kilogram per hektar yang sudah melebihi dosis anjuran yaitu 300 kilogram per hektar. Hasil ini berbeda dengan studi Apriani 2007 yang menunjukkan rata-rata penggunaan pupuk urea pada usahatani talas di Desa Taman Sari, Kabupaten Bogor adalah 295 kilogram yang belum melebihi dosis anjuran. Namun hasil penelitian ini sejalan dengan studi Silalahi 2009 yang menunjukkan rata-rata penggunaan pupuk urea pada usahatani talas di Kelurahan Situgede, Kota Bogor adalah 500 kilogram yang sudah melebihi dosis anjuran. Walaupun penambahan pupuk urea masih dapat meningkatkan produktivitas talas, namun kurang elastis. Hal ini karena tanaman talas kurang responsif terhadap pupuk urea dan kondisi tanah di daerah penelitian menunjukkan tidak terlalu subur karena penggunaan pupuk urea yang berlebihan. Pada Tabel 16 juga dapat dilihat bahwa bahwa penambahan pupuk kandang dapat menurunkan produktivitas talas, namun tidak berpengaruh nyata. Hal ini diduga terkait dengan penggunaan pupuk urea yang besar pada petani responden sehingga penambahan pupuk kandang akan menurunkan produktivitas talas meskipun tidak berpengaruh nyata. Rata-rata penggunaan pupuk kandang yaitu sebesar 190.09 karung di daerah penelitian. Sebenarnya penggunaan pupuk kandang ini masih di bawah dosis anjuran yaitu sebesar 400 karung per hektar Prana et al., 2002 dalam Apriani, 2007 atau menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2010 penggunaan pupuk kandang per hektar adalah 1 ton. Penggunaan pupuk kandang yang masih di bawah dosis anjuran pada penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Apriani 2007 dan Silalahi 2009 yang menunjukkan penggunaan pupuk kandang pada produksi talas masing-masing adalah 300 karung per hektar dan 200 karung per hektar. Hasil pendugaan pupuk kandang pada fungsi produktivitas frontier dalam penelitian ini Tabel 16 sejalan dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata menurunkan produksi tembakau di lahan tegal dengan sistem kemitraan di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan. Namun berbeda dengan studi Apriani 2007 yang menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang berpengaruh nyata meningkatkan produksi talas di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penambahan pestisida masih dapat meningkatkan produktivitas talas, namun kurang elastis. Hal ini karena di daerah penelitian penggunaan pestisida dilakukan sebelum dan sesudah terjadi serangan hama, dan umumnya ditujukan untuk menurunkan kehilangan produksi. Sehingga penambahan pestisida kurang responsif dalam meningkatkan produktivitas talas karena lebih banyak ditujukan untuk mencegah kehilangan produksi yang lebih besar akibat serangan hama. Berbeda dengan studi Apriani 2007 yang menunjukkan bahwa penambahan obat tidak berpengaruh nyata menurunkan produksi talas di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Menurut Apriani 2007 hal ini dikarenakan penggunaan obat sudah berlebih. Hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier ini selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pendugaan fungsi risiko produksi. Keragaan risiko pada usahatani talas dapat dilihat dari hasil pendugaan fungsi risiko pada Tabel 16. Hasil analisis fungsi risiko menunjukkan bahwa pupuk urea dan pestisida berpengaruh nyata terhadap risiko produktivitas sampai pada tingkat α sebesar 0.25. Sementara itu bibit, tenaga kerja dan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap risiko produktivitas talas sampai pada tingkat α sebesar 0.25. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa koefisien-koefisien bibit, pupuk urea dan pestisida bertanda positif, sedangkan koefisien-koefisien tenaga kerja dan pupuk kandang bertanda negatif. Tanda positif koefisien-koefisien bibit, pupuk urea dan pestisida menunjukkan bahwa input-input tersebut merupakan input- input risk-increasing. Sementara itu tanda negatif koefisien-koefisien tenaga kerja dan pupuk kandang menunjukkan bahwa input-input tersebut merupakan input- input risk-decreasing. Hasil pendugaan fungsi risiko menunjukkan bahwa penambahan bibit tidak berpengaruh nyata meningkatkan risiko produktivitas talas Tabel 16. Hal ini karena penggunaan bibit yang belum optimal dan ditunjukkan oleh hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier yang menunjukkan bahwa penambahan bibit berpengaruh nyata meningkatkan produktivitas talas. Penambahan bibit akan meningkatkan risiko produktivitas talas karena terkait dengan sumber bibit talas yang digunakan petani responden. Umumnya petani responden 73 persen menggunakan bibit talas yang dibeli dan berdasarkan hasil analisis koefisien variasi menunjukkan bahwa bibit talas yang dibeli memiliki risiko produktivitas yang lebih tinggi daripada bibit talas milik sendiri. Sehingga apabila petani ingin meningkatkan produksi talas dengan menggunakan bibit yang dibeli maka akan meningkatkan risiko produktivitas talas. Hasil ini menunjukkan bahwa bibit adalah input risk-increasing. Hasil pendugaan variabel bibit pada fungsi risiko dalam penelitian ini berbeda dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa bibit berpengaruh nyata menurunkan risiko produksi tembakau di lahan tegal di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan. Sehingga bibit merupakan input risk-decreasing. Penambahan tenaga kerja dapat menurunkan risiko produktivitas talas, namun sayangnya tidak berpengaruh nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa tenaga kerja adalah input risk-decreasing. Padahal penambahan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas talas. Sehingga apabila petani ingin meningkatkan produktivitas talas dengan menambah tenaga kerja maka akan menurunkan risiko produktivitas talas. Namun berdasarkan analisis koefisien variasi maka petani perlu memperhatikan bahwa penambahan penggunaan tenaga kerja luar keluarga mempunyai risiko produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini diduga karena adanya variasi dalam kualitas tenaga kerja. Hasil pendugaan variabel tenaga kerja pada fungsi risiko dalam penelitian ini Tabel 16 sejalan dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata menurunkan risiko produksi tembakau di lahan tegal dengan sistem kemitraan di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan. Namun berbeda dengan studi Villano et al. 2005 yang menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja berpengaruh nyata meningkatkan risiko produksi padi di lahan tadah hujan dataran rendah di Filipina. Penambahan pupuk urea berpengaruh nyata terhadap peningkatan risiko produktivitas pada tingkat α 0.25 Tabel 16. Jika pupuk urea ditambah 1 persen maka akan menurunkan risiko produktivitas sebesar 3.9235 persen, dengan asumsi cateris paribus. Hasil ini menunjukkan bahwa pupuk urea merupakan input risk-increasing. Namun hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier menunjukkan bahwa penambahan pupuk urea kurang responsif terhadap peningkatan produktivitas talas. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan juga menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea sudah melebihi dosis anjuran yaitu rata-rata penggunaan pupuk urea per hektar adalah 475.04 kilogram per hektar melebihi dosis anjuran yaitu 300 kilogram per hektar. Hasil pendugaan variabel pupuk urea pada fungsi risiko dalam penelitian ini Tabel 16 berbeda dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa penambahan pupuk urea berpengaruh nyata menurunkan risiko produksi tembakau di lahan tegal di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan. Berbeda dengan studi Villano et al. 2005 yang menunjukkan bahwa penambahan pupuk berpengaruh nyata meningkatkan risiko produksi padi di lahan tadah hujan dataran rendah di Filipina. Penambahan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata menurunkan risiko produktivitas talas Tabel 16. Hasil ini menunjukkan bahwa pupuk kandang merupakan input risk-decreasing. Hasil ini sesuai dengan kondisi di daerah penelitian yang menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan pupuk kandang masih belum melebihi dosis anjuran, karena rata-rata penggunaan pupuk kandang adalah sebesar 190.09 karung per hektar sedangkan dosis anjuran adalah sebesar 400 karung per hektar. Selain itu hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata menurunkan produktivitas talas. Hasil pendugaan variabel pupuk kandang pada fungsi risiko dalam penelitian ini sejalan dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata menurunkan risiko produksi tembakau di lahan tegal di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan. Penambahan pestisida berpengaruh nyata terhadap peningkatan risiko produktivitas talas pada tingkat α 0.01 Tabel 16. Jika pestisida ditambah 1 persen maka akan meningkatkan risiko produktivitas sebesar 6.1236 persen, dengan asumsi cateris paribus. Hasil ini menunjukkan bahwa pestisida merupakan input risk-increasing. Hal ini karena selain bertujuan sebagai preventif serangan hama maka penggunaan pestisida juga bertujuan sebagai kuratif ketika terjadi serangan hama. Sehingga peningkatan penggunaan pestisida akan membuat hama menjadi resisten dan meningkatkan risiko produktivitas talas. Meskipun penggunaan pestisida bertujuan untuk menurunkan kehilangan produksi, namun karena penggunaannya yang berlebihan maka penambahan pestisida kurang responsif terhadap peningkatan produktivitas talas. Hasil pendugaan variabel pestisida pada fungsi risiko dalam penelitian ini berbeda dengan studi Villano et al. 2005 yang menunjukkan bahwa penambahan herbisida akan menurunkan risiko produksi padi di lahan tadah hujan dataran rendah di Filipina. Berbeda dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa penambahan pestisida tidak berpengaruh nyata menurunkan risiko produksi tembakau dengan sistem swadaya di pegunungan, namun berpengaruh nyata menurunkan risiko produksi tembakau dengan sistem kemitraan di pegunungan di Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan. Analisis fungsi risiko memberikan gambaran bahwa jika petani akan meningkatkan produktivitas talas dengan menambah penggunaan tenaga kerja dan pupuk kandang maka akan menurunkan risiko produktivitas. Sehingga tenaga kerja dan pupuk kandang merupakan input risk-decreasing. Jika petani akan meningkatkan produktivitas talas dengan menambah penggunaan bibit, pupuk urea dan pestisida maka akan meningkatkan risiko produktivitas. Sehingga bibit, pupuk urea dan pestisida merupakan input risk-increasing. Alternatif lain untuk menurunkan risiko produktivitas talas adalah dengan penambahan lahan. Peningkatan penggunaan lahan merupakan salah satu cara yang mudah untuk menurunkan risiko produktivitas. Berdasarkan karakteristik usahatani petani responden dapat dilihat bahwa petani responden dengan status lahan milik jumlahnya lebih banyak dari petani responden dengan status lahan sewa. Oleh karena itu, apabila petani ingin meningkatkan produktivitas talas dengan meningkatkan penggunaan lahan dapat dilakukan melalui peningkatan penggunaan lahan milik karena dari hasil analisis koefisien variasi menunjukkan penggunaan lahan milik mempunyai risiko produktivitas yang lebih kecil dibandingkan lahan sewa. Meskipun penggunaan lahan dapat ditingkatkan, tetapi petani tidak dapat dengan cepat meningkatkan penggunaan lahan untuk usahatani karena ketersediaan lahan yang terbatas dan sulit diubah dengan cepat serta adanya kendala di luar usahatani talas yang dapat mempengaruhi peningkatan penggunaan lahan seperti penggunaan lahan untuk kegiatan di luar usahatani talas misalnya untuk perumahan. Selain ketersediaan lahan di daerah penelitian yang terbatas juga adanya kendala modal bagi petani untuk meningkatkan penggunaan lahan. Sehingga petani lebih mudah untuk mengubah penggunaan input lainnya seperti penggunaan bibit dan pupuk kandang. Penambahan bibit yang merupakan input risk-increasing akan meningkatkan risiko produktivitas. Oleh karena itu cara lainnya untuk menurunkan risiko produktivitas adalah melalui introduksi bibit unggul talas yang dapat menghasilkan produksi dan produktivitas talas yang lebih tinggi dari bibit talas bentul yang saat ini digunakan oleh petani. Introduksi bibit unggul talas dapat dilakukan melalui penyuluhan produksi kepada petani talas. Gambaran mengenai input-input produksi mana yang risk-increasing atau risk-decreasing akan membantu petani talas dalam manajemen risiko produksi talas. Informasi mengenai input-input produksi yang risk-increasing atau yang risk-decreasing akan membantu petani dalam mengalokasikan input-input produksi untuk mencapai produktivitas yang optimum. Hasil pendugaan fungsi inefisiensi teknis menunjukkan bahwa input lahan dan bibit berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani talas, sedangkan tenaga kerja, pupuk urea, pupuk kandang dan pestisida tidak berpengaruh nyata pada inefisiensi teknis usahatani talas sampai pada tingkat α sebesar 0.25 Tabel 16. Koefisien-koefisien dari lahan, pupuk kandang dan pestisida bertanda negatif, sedangkan koefisien-koefisien dari bibit, tenaga kerja dan pupuk urea bertanda positif. Lahan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis produksi talas pada tingkat α 0.01 Tabel 16. Jika lahan ditambah sebesar 1 persen maka inefisiensi teknis talas akan turun sebesar 144.9930 persen dengan asumsi cateris paribus. Penambahan lahan akan menurunkan inefisiensi teknis talas dan dapat meningkatkan produktivitas talas. Khususnya peningkatan penggunaan lahan milik mempunyai risiko produktivitas yang lebih rendah dari peningkatan penggunaan lahan sewa. Hasil pendugaan variabel lahan pada fungsi inefisiensi teknis dalam penelitian ini Tabel 16 agak berbeda dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa penambahan lahan tidak berpengaruh nyata menurunkan inefisiensi teknis tembakau di pegunungan dengan sistem kemitraan di Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan. Bibit berpengaruh nyata terhadap peningkatan inefisiensi teknis produksi talas pada tingkat α 0.10 Tabel 16. Jika bibit ditambah sebesar 1 persen maka inefisiensi teknis talas akan naik sebesar 95.4325 persen dengan asumsi cateris paribus. Penambahan bibit akan meningkatkan inefisiensi teknis talas karena bibit merupakan input risk-increasing. Penambahan bibit akan memperpendek jarak tanam sehingga akan menimbulkan variasi produksi. Rata-rata jarak tanam tanaman talas di daerah penelitian adalah 100 cm x 100 cm. Ukuran jarak tanam yang optimal untuk mendapatkan hasil maksimal adalah sekitar 30 cm x 30 cm. Namun jarak tanam dapat disesuaikan dengan varietas yang digunakan, sehingga jarak tanam dapat bervariasi misalnya 100 cm x 50 cm, 75 cm x 75 cm dan 100 cm x 25 cm Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2010. Selain itu berdasarkan analisis koefisien variasi menunjukkan bahwa penambahan bibit melalui peningkatan penggunaan bibit yang dibeli mempunyai risiko produktivitas yang lebih besar dibandingkan penggunaan bibit milik sendiri. Padahal penambahan bibit berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas talas. Hasil pendugaan variabel bibit pada fungsi inefisiensi teknis dalam penelitian ini Tabel 16 berbeda dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa penambahan bibit tidak berpengaruh nyata meningkatkan inefisiensi teknis tembakau di lahan tegal dengan sistem kemitraan di Kecamatan Larangan, namun berpengaruh nyata menurunkan inefisiensi teknis tembakau di pegunungan dengan sistem kemitraan di Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan. Penambahan tenaga kerja akan meningkatkan inefisiensi teknis produksi talas, namun tidak berpengaruh nyata Tabel 16. Selain itu hasil pendugaan fungsi risiko menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata menurunkan risiko produktivitas talas. Hasil ini sesuai dengan hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier yang menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja kurang elastis terhadap peningkatan produktivitas talas. Hasil pendugaan variabel tenaga kerja pada fungsi inefisiensi teknis dalam penelitian ini Tabel 16 berbeda dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja berpengaruh nyata menurunkan inefisiensi teknis tembakau di lahan tegal dengan sistem kemitraan di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan. Jika pupuk urea ditambah maka akan meningkatkan inefisiensi teknis produksi talas, namun tidak berpengaruh nyata Tabel 16. Walaupun begitu hasil ini sejalan dengan hasil pendugaan fungsi risiko yang menunjukkan bahwa penambahan pupuk urea berpengaruh nyata meningkatkan risiko produktivitas talas. Selain itu di daerah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea sudah melebihi dosis anjuran dan penambahan pupuk urea kurang responsif terhadap peningkatan produktivitas talas. Hasil pendugaan variabel pupuk urea pada fungsi inefisiensi teknis dalam penelitian ini Tabel 16 berbeda dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa penambahan pupuk urea berpengaruh nyata menurunkan inefisiensi teknis tembakau di lahan tegal dengan sistem kemitraan di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan. Penambahan penggunaan pupuk kandang akan menurunkan inefisiensi teknis produksi talas, namun tidak berpengaruh nyata Tabel 16. Selain itu penambahan pupuk kandang yang merupakan input risk-decreasing tidak berpengaruh nyata menurunkan risiko produktivitas talas dan juga tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan produktivitas talas. Hal ini karena di daerah penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan pupuk kandang masih belum mencapai dosis anjuran. Hasil pendugaan variabel pupuk kandang pada fungsi inefisiensi teknis dalam penelitian ini sejalan dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang berpengaruh nyata menurunkan inefisiensi teknis tembakau di lahan tegal dengan sistem kemitraan di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan. Jika pestisida ditambah maka akan menurunkan inefisiensi teknis produksi talas, namun tidak berpengaruh nyata Tabel 16. Hal ini diduga karena hasil pendugaan fungsi risiko produksi menunjukkan penambahan pestisida berpengaruh nyata meningkatkan risiko produksi talas. Selain itu penambahan pestisida kurang responsif terhadap peningkatan produktivitas talas karena penggunaan pestisida yang umumnya digunakan untuk menurunkan kehilangan produksi akibat serangan hama. Hasil pendugaan variabel pestisida pada fungsi inefisiensi teknis dalam penelitian ini sejalan dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa penambahan pestisida berpengaruh nyata menurunkan inefisiensi teknis tembakau di pegunungan dengan sistem kemitraan di Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan. Analisis fungsi produktivitas frontier, fungsi risiko produktivitas dan fungsi inefisiensi teknis menunjukkan bagaimana pengaruh tiap input pada produktivitas, risiko produktivitas dan inefisiensi teknis talas di Kota Bogor. Hasil ini memberikan gambaran peranan tiap input pada ketiga fungsi tersebut sehingga dapat memberikan gambaran mengenai produktivitas, risiko produktivitas, inefisiensi teknis dan di Kota Bogor. Namun hasil analisis tersebut belum memberikan gambaran bagaimana tingkat efisiensi teknis dan preferensi risiko petani terhadap risiko produksi talas di Kota Bogor.

7.2. Analisis Efisiensi Teknis