Hasil analisis koefisien variasi menunjukkan bahwa petani responden dengan status kepemilikan lahan sewa mempunyai nilai koefisien variasi lebih
tinggi yaitu 66.47 dan petani responden dengan lahan milik mempunyai nilai koefisien variasi lebih rendah yaitu 41.91. Hal ini menunjukkan bahwa petani
responden dengan status kepemilikan lahan sewa mempunyai tingkat risiko produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan petani responden dengan lahan
milik sendiri. Petani responden dengan status kepemilikan lahan sewa mempunyai tingkat risiko produktivitas yang lebih tinggi diduga berhubungan dengan pola
produksi talas. Umumnya petani responden dengan status kepemilikan lahan sewa menggunakan semaksimal mungkin lahan untuk usahatani talas dengan
menggunakan jarak tanam antara 50 cm x 50 cm dan melakukan penyulaman bibit. Pola produksi yang dilakukan petani responden dengan status kepemilikan
lahan sewa ini menghasilkan produktivitas yang tinggi, namun menghadapi risiko produktivitas yang tinggi karena jarak tanam yang rapat meningkatkan variasi
produksi.
6.4. Usahatani Talas
Gambaran mengenai proses budidaya pada usahatani talas didasarkan pada pola budidaya yang dilakukan oleh petani responden di daerah penelitian.
Proses budidaya usahatani talas dimulai dari tahapan persiapan lahan dan penanaman sampai dengan pemanenan.
6.4.1. Persiapan Lahan dan Penanaman
Kegiatan persiapan lahan terdiri atas pembersihan gulma dan penggemburan tanah dan penanaman. Penggemburan tanah dilakukan dengan
menggunakan cangkul. Setelah tanah digemburkan kemudian dibuat bedengan- bedengan. Lebar bedengan berkisar 50 cm sedangkan panjang bedengan
disesuaikan dengan luas lahan. Kegiatan selanjutnya adalah penanaman talas. Jarak tanam talas umumnya adalah 100 x 100 cm dan ditanam dengan kedalaman
20 cm. Setelah ditanam, di sekitar tanaman ditaburkan furadan dan pupuk
kandang untuk mencegah timbulnya penyakit busuk pada umbi yang diakibatkan oleh gulma atau cacing. Rata-rata alokasi penggunaan furadan adalah 11.41
kilogram per hektar dan rata-rata penggunaan pupuk kandang adalah 190.09 karung per hektar pada petani responden. Rata-rata penggunaan pupuk kandang di
daerah penelitian ini masih lebih rendah dari yang didosis anjurankan yaitu sebesar 400 karung per hektar Prana et al., 2002 dalam Apriani, 2007.
Tenaga kerja yang digunakan untuk kegiatan pengolahan lahan dan penanaman adalah tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga TKLK dan
tenaga kerja dalam keluarga TKDK. Umumnya petani responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Pada Tabel 12 dapat dilihat alokasi penggunaan
tenaga kerja dalam keluarga TKDK dan tenaga kerja luar keluarga TKLK.
Tabel 12. Alokasi Penggunaan Tenaga Kerja per Hektar dan Koefisien Variasi Tenaga Kerja pada Usahatani Talas di Kota Bogor
Tenaga Kerja Jumlah HKSP
Persentase Koefisien
Variasi CV
1. Dalam Keluarga TKDK 378.47
85.16 49.38
2. Luar Keluarga TKLK 65.96
14.84 212.62
Total 444.43
100.00 47.90
Rata-rata alokasi penggunaan tenaga kerja per hektar pada usahatani talas di daerah penelitian adalah 444.43 Hari Kerja Setara Pria HKSP. Rata-rata
penggunaan tenaga kerja dalam keluarga TKDK lebih tinggi yaitu sebesar 378.47 HKSP dibandingkan dengan rata-rata penggunaan tenaga kerja luar
keluarga TKLK yaitu sebesar 65.96 HKSP. Alokasi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga TKDK adalah sebesar 85.16 persen dan tenaga kerja luar
keluarga TKLK adalah sebesar 14.84 persen. Rendahnya penggunaan tenaga kerja luar keluarga TKLK diduga karena jumlah angota keluarga petani
responden yang umumnya lebih dari 3 orang dapat mencukupi kebutuhan tenaga kerja bagi usahatani talas. Upah tenaga kerja yang diberikan adalah Rp 30 000 per
hari mulai pukul 07.00 – 12.00 WIB Lampiran 3. Berdasarkan hasil analisis nilai koefisien variasi dapat dilihat bahwa nilai
koefisien variasi tenaga kerja luar keluarga TKLK adalah sebesar 212.62 lebih tinggi dari nilai koefisien variasi tenaga kerja dalam keluarga TKDK yaitu
sebesar 49.38 Tabel 12. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja luar keluarga TKLK mempunyai risiko lebih tinggi dari penggunaan tenaga
kerja dalam keluarga TKDK. Hal ini diduga karena adanya variasi dalam kualitas tenaga kerja.
6.4.2. Pemupukan