Karakteristik Usahatani Talas KERAGAAN USAHATANI TALAS DI DAERAH PENELITIAN

petani dalam penentuan harga jual bisa lebih kuat karena saat ini sistem panen yang ada di daerah penelitian adalah sistem borongan yang dilakukan oleh tengkulak. Selain itu kelompok tani talas dapat membantu penyerapan dan penyebaran introduksi bibit unggul talas. Sebagian besar petani responden yaitu 94 persen petani mempunyai sumber pendapatan lain di luar usahatani talas dan umumnya sumber pendapatan lain itu berasal dari bekerja sebagai buruh tani dan buruh bangunan. Sumber pendapatan lain berguna untuk menambah pendapatan dan membantu petani responden apabila usahatani talas mengalami kerugian.

6.2. Karakteristik Usahatani Talas

Karakteristik usahatani talas petani responden didasarkan pada sumber bibit dan status kepemilikan lahan. Gambaran mengenai karakteristik usahatani talas petani responden dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 1. Tabel 5. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Karakteristik Usahatani Talas di Kota Bogor No. Karakteristik Usahatani Talas Jumlah Persentase 1. Sumber Bibit Talas a. Milik Sendiri 15 23.00 b. Beli 50 77.00 2. Status Lahan a. Milik 37 57.00 b. Sewa 28 43.00 Pada umumnya petani responden yaitu sebanyak 77 persen petani menggunakan bibit talas yang dibeli Tabel 5 dan harga bibit talas relatif murah di daerah penelitian yaitu rata-rata sebesar Rp 119.23 per umbi Lampiran 3. Harga bibit talas yang murah berpotensi sebagai input yang mudah diubah oleh petani jika petani ingin meningkatkan produksi talas. Jenis bibit talas yang umumnya ditanam petani responden adalah talas bentul. Luas lahan yang digarap petani responden sangat beragam, namun sebagian besar petani berusahatani talas pada luasan lahan sempit dengan rata-rata 0.11 hektar, dengan luas lahan terendah yaitu 0.01 hektar dan tertinggi adalah 0.50 hektar. Luasan lahan yang sempit merupakan kendala bagi petani talas untuk meningkatkan produksi talas. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebanyak 57 persen petani responden bentuk kepemilikan lahannya adalah lahan milik sendiri. Sedangkan 43 persen petani responden menggunakan lahan sewa sebagai alternatif untuk membudidayakan talas. Sewa lahan dibayar per tahun dan rata-rata sewa lahan adalah Rp 1 619 784 per hektar per tahun. Sebagian petani menanam talas secara tumpang sari diversifikasi dengan tanaman bengkuang. Diversifikasi ini bertujuan agar petani mendapat penerimaan tambahan karena umur bengkuang lebih pendek dari talas yaitu 4 bulan. 6.3. Keragaan Produktivitas dan Koefisien Variasi Talas per Hektar Petani Responden Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi dan Usahatani pada Usahatani Talas di Kota Bogor Keragaan produktivitas dan koefisien variasi CV usahatani talas petani responden berguna untuk memberikan gambaran mengenai rata-rata produktivitas dan variasi produktivitas per hektar talas pada petani responden di Kota Bogor. Koefisien variasi merupakan rasio dari standar deviasi produktivitas terhadap rata- rata produktivitas talas pada petani responden. Nilai koefisien variasi berguna untuk membandingkan tingkat variasi dari satu data seri terhadap data seri lainnya, meskipun nilai rata-rata data seri tersebut sangat berbeda Investopedia, 2010. Menurut Rangkuti 2005 koefisien variasi adalah metode yang digunakan untuk mengukur risiko secara relatif dan merupakan alat ukur yang cukup praktis untuk mengukur risiko apabila membandingkan dua proyek dalam hal ini adalah usahatani talas yang memiliki: a standar deviasi yang sama, tetapi memiliki nilai yang diharapkan yang berbeda, b standar deviasi yang berbeda, tetapi memiliki nilai yang diharapkan yang sama, dan c standar deviasi yang berbeda, dan memiliki nilai yang diharapkan yang berbeda. Pada penelitian ini koefisien variasi adalah untuk menentukan berapa besar volatilitas risiko dalam perbandingan produktivitas yang diharapkan dari produksi talas petani responden. Secara sederhana, semakin rendah rasio standar deviasi terhadap nilai rata-rata maka semakin rendah tingkat risiko suatu usaha Investopedia, 2010. Sehubungan dengan penelitian ini maka semakin rendah rasio standar deviasi produktivitas terhadap nilai rata-rata produktivitas talas maka semakin rendah tingkat risiko usahatani talas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien variasi CV berguna untuk menentukan tingkat risiko usahatani talas petani responden di Kota Bogor. Keragaan produktivitas dan koefisien variasi talas per hektar petani responden dapat dilihat pada Tabel 6 sampai dengan Tabel 11. Pada Tabel 6 dapat dilihat keragaan produktivitas dan koefisien variasi talas per hektar berdasarkan umur petani responden. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa terdapat empat kelompok umur petani responden dan berdasarkan penggolongan tersebut maka rata-rata produktivitas talas secara keseluruhan adalah sebesar 9 103.87 kilogram per hektar. Rata-rata produktivitas talas tertinggi adalah pada kelompok umur petani responden yang berusia antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun dengan rata-rata produktivitas talas petani responden pada kelompok umur tersebut adalah sebesar 11 829.36 kilogram per hektar. Sedangkan kelompok umur antara 61 tahun sampai dengan 80 tahun pada petani responden mempunyai produktivitas talas terendah yaitu sebesar 7 278.89 kilogram per hektar. Tabel 6. Produktivitas dan Koefisien Variasi Produktivitas Talas per Hektar Berdasarkan Umur Petani Responden di Kota Bogor Umur tahun Jumlah Petani Responden Persentase Produktivitas Kg Koefisien Variasi CV a. 20 – 40 12 18.46 11 829.36 23.61 b. 41 – 50 21 32.31 8 837.36 51.51 c. 51 – 60 19 29.23 8 925.75 40.84 d. 61 – 80 13 20.00 7 278.89 40.37 Total 65 100.00 9 103.87 Berdasarkan hasil analisis koefisien variasi dari produktivitas talas pada kelompok umur petani responden dapat dilihat bahwa koefisien variasi pada kelompok umur antara 41 tahun sampai dengan 50 tahun mempunyai nilai koefisien variasi yang tertinggi yaitu sebesar 51.51 Tabel 6. Sedangkan pada kelompok umur antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun mempunyai nilai koefisien variasi terendah yaitu sebesar 23.61. Kelompok umur antara 51 tahun sampai dengan 60 tahun pada petani responden mempunyai nilai koefisien variasi yang tidak berbeda jauh dengan kelompok umur antara 61 tahun sampai dengan 80 tahun. Hal ini diduga berhubungan dengan pengalaman usahatani talas pada kedua kelompok umur tersebut tidak berbeda jauh. Hasil analisis produktivitas dan koefisien variasi talas per hektar berdasarkan umur petani responden memberikan gambaran bahwa petani responden pada kelompok umur antara 41 tahun sampai dengan 50 tahun mempunyai risiko produktivitas talas tertinggi, sedangkan petani responden pada kelompok umur antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun mempunyai risiko produktivitas terendah. Hal ini juga didukung tingkat produktivitas talas petani responden pada kelompok umur antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun lebih tinggi dibandingkan produktivitas talas petani responden pada kelompok umur antara 41 tahun sampai dengan 50 tahun meskipun petani responden pada kelompok umur antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun mempunyai pengalaman usahatani yang lebih pendek daripada petani responden pada kelompok umur antara 41 tahun sampai dengan 50 tahun. Keragaan produktivitas dan koefisien variasi talas per hektar berdasarkan pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis produktivitas berdasarkan tingkat pendidikan petani responden adalah petani responden dengan petani responden dengan tingkat pendidikan SD mempunyai rata-rata produktivitas talas tertinggi yaitu sebesar 9 323.98 kilogram per hektar. Sedangkan tingkat pendidikan SLTP sampai dengan SMU mempunyai rata-rata produktivitas talas terendah yaitu 7 718.73 kilogram per hektar. Rata-rata produktivitas talas secara keseluruhan adalah sebesar 9 103.87 kilogram per hektar. Rata-rata produktivitas talas yang rendah pada petani responden dengan tingkat pendidikan SLTP sampai dengan SMU diduga berhubungan dengan pola produksi dan pengalaman usahatani talas. Hasil analisis koefisien variasi pada Tabel 7 menunjukkan bahwa petani responden dengan tingkat pendidikan SD mempunyai keofisien variasi produktivitas tertinggi yaitu sebesar 59.11 dan petani responden yang tidak sekolah mempunyai koefisien variasi produktivitas terendah yaitu sebesar 9.67. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa risiko produktivitas talas pada petani responden dengan tingkat pendidikan SD adalah tertinggi dibandingkan dengan petani responden yang tidak sekolah dan petani responden dengan tingkat pendidikan SLTP sampai dengan SMU. Tabel 7. Produktivitas dan Koefisien Variasi Produktivitas Talas per Hektar Berdasarkan Pendidikan Petani Responden di Kota Bogor Pendidikan Jumlah Petani Responden Persentase Produktivitas Kg Koefisien Variasi CV a. Tidak Sekolah 0 tahun 5 7.69 8 009.60 9.67 b. SD 6 tahun 56 86.15 9 323.98 59.11 c. SLTP – SMU 8 – 12 tahun 4 6.15 7 718.73 30.86 Total 65 100.00 9 103.87 Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa petani responden dengan pengalaman usahatani talas antara 0 sampai dengan 10 tahun mempunyai rata-rata produktivitas talas tertinggi yaitu sebesar 10 368.85 kilogram per hektar. Sedangkan pada petani responden dengan pengalaman usahatani talas antara 26 sampai dengan 50 tahun mempunyai rata-rata produktivitas talas terendah yaitu sebesar 8 088.09 kilogram per hektar. Rata-rata produktivitas talas secara keseluruhan pada petani responden berdasarkan pengalaman adalah 9 103.87 kilogram per hektar. Hasil analisis koefisien variasi menunjukkan bahwa petani responden dengan pengalaman usahatani talas antara 0 sampai dengan 10 tahun mempunyai nilai koefisien variasi tertinggi yaitu sebesar 63.48 dan petani dengan pengalaman usahatani talas antara 26 tahun sampai dengan 50 tahun mempunyai nilai koefisien variasi terendah yaitu sebesar 37.10 Tabel 8. Hal ini menunjukkan bahwa petani dengan pengalaman antara 0 sampai dengan 10 tahun mempunyai tingkat risiko produktivitas talas tertinggi dan petani dengan pengalaman usahatani talas antara 26 tahun sampai dengan 50 tahun mempunyai tingkat risiko produktivitas talas terendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman usahatani talas pada petani petani responden berhubungan dengan variasi dalam produktivitas talas, semakin petani berpengalaman dalam usahatani talas maka variasi atau risiko produktivitas talas semakin rendah. Tabel 8. Produktivitas dan Koefisien Variasi Produktivitas Talas per Hektar Berdasarkan Pengalaman Petani Responden di Kota Bogor Pengalaman tahun Jumlah Petani Responden Persentase Produktivitas Kg Koefisien Variasi CV a. 0 – 10 25 38.46 10 368.85 63.48 b. 11 – 25 20 30.77 8 612.42 50.99 c. 26 – 50 20 30.77 8 088.09 37.10 Total 65 100.00 9 103.87 Keragaan produktivitas dan koefisien variasi talas per hektar berdasarkan sumber pendapatan lain petani responden dapat dilihat pada Tabel 9. Petani responden yang mempunyai sumber pendapatan di luar usahatani talas lebih dari Rp 500 000 per bulan mempunyai rata-rata produktivitas talas tertinggi yaitu 10 725.70 kilogram per hektar. Sedangkan petani responden yang mempunyai sumber pendapatan di luar usahatani talas kurang dari Rp 100 000 per bulan mempunyai rata-rata produktivitas talas terendah yaitu sebesar 8 162.55 kilogram per hektar. Rata-rata produktivitas talas secara keseluruhan pada petani responden berdasarkan sumber pendapatan lain di luar usahatani talas adalah 9 103.87 kilogram per hektar. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar sumber pendapatan lain di luar usahatani talas maka produktivitas talas petani responden semakin tinggi. Hal ini diduga karena semakin besar sumber pendapatan lain di luar usahatani talas maka akan dapat menambah modal bagi usahatani talas sehingga akan mempengaruhi penggunaan input dan output, yang akhirnya akan mempengaruhi produktivitas talas. Tabel 9. Produktivitas dan Koefisien Variasi Produktivitas Talas per Hektar Berdasarkan Sumber Pendapatan Lain Petani Responden di Kota Bogor Sumber Pendapatan Lain Rp Jumlah Petani Responden Persentase Produktivitas Kg Koefisien Variasi CV a. 100 000 26 40.00 8 162.55 47.44 b. 100 000 – 300 000 17 26.15 9 339.49 53.06 c. 300 000 – 500 000 10 15.38 9 204.55 29.68 d. 500 000 12 18.46 10 725.70 75.01 Total 65 100.00 9 103.87 Hasil analisis koefisien variasi menunjukkan bahwa petani responden dengan sumber pendapatan di luar usahatani talas lebih dari Rp 500 000 per bulan mempunyai nilai koefisien variasi tertinggi yaitu sebesar 75.01 dan petani responden dengan sumber pendapatan di luar usahatani talas antara Rp 300 000 sampai dengan Rp 500 000 mempunyai nilai koefisien variasi terendah yaitu sebesar 29.68 Tabel 9. Hasil ini menunjukkan bahwa petani dengan sumber pendapatan lain lebih dari Rp 500 000 per bulan mempunyai tingkat risiko produktivitas talas tertinggi dan petani dengan sumber pendapatan lain antara Rp 300 000 sampai dengan Rp 500 000 mempunyai tingkat risiko produktivitas talas terendah. Berdasarkan analisis koefisien variasi produktivitas talas per hektar berdasarkan sumber pendapatan lain Tabel 9 maka dapat disimpulkan bahwa meskipun petani dengan sumber pendapatan lain di luar usahatani talas lebih dari Rp 500 000 mempunyai produktivitas talas tertinggi, namun petani tersebut menghadapi risiko produktivitas talas tertinggi. Hal ini diduga terkait dengan alokasi penggunaan tenaga kerja. Karena dengan semakin besar sumber pendapatan lain di luar usahatani talas maka curahan waktu kerja petani bagi budidaya talas semakin sedikit sehingga akan berpengaruh pada produksi dan produktivitas talas. Keragaan produktivitas dan koefisien variasi talas per hektar berdasarkan sumber bibit petani responden dapat dilihat pada Tabel 10. Rata-rata produktivitas talas petani responden dengan sumber bibit milik sendiri 8 155.58 kilogram per hektar dan rata-rata produktivitas talas petani responden dengan sumber bibit beli adalah sebesar 9 388.36 kilogram per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa rata- rata produktivitas talas petani responden dengan sumber bibit beli lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produktivitas talas petani responden dengan sumber bibit milik sendiri. Rata-rata produktivitas talas secara keseluruhan pada petani responden berdasarkan sumber bibit talas adalah sebesar 9 103.87 kilogram per hektar. Hasil analisis koefisien variasi talas menunjukkan bahwa petani responden dengan sumber bibit beli mempunyai nilai koefisien variasi lebih tinggi yaitu sebesar 60.55, sedangkan petani responden dengan sumber bibit milik sendiri mempunyai nilai koefisien variasi lebih rendah yaitu sebesar 28.51 Tabel 10. Hal ini menunjukkan bahwa petani responden dengan sumber bibit beli mempunyai tingkat risiko produktivitas talas per hektar lebih tinggi dibandingkan dengan petani responden yang menggunakan bibit milik sendiri. Tabel 10. Produktivitas dan Koefisien Variasi Produktivitas Talas per Hektar Berdasarkan Sumber Bibit Petani Responden di Kota Bogor Sumber Bibit Jumlah Petani Responden Persentase Produktivitas Kg Koefisien Variasi CV a. Milik Sendiri 15 23.08 8 155.58 28.51 b. Beli 50 76.92 9 388.36 60.55 Total 65 100.00 9 103.87 Keragaan produktivitas dan koefisien variasi talas per hektar berdasarkan status kepemilikan lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 11. Rata-rata produktivitas talas petani responden dengan lahan sewa lebih tinggi yaitu sebesar 9 904.31 kilogram per hektar dibandingkan dengan produktivitas talas petani responden dengan lahan milik sendiri yaitu sebesar 8 498.13 kilogram per hektar. Rata-rata produktivitas talas secara keseluruhan pada petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan adalah sebesar 9 103.87 kilogram per hektar. Tabel 11. Produktivitas dan Koefisien Variasi Produktivitas Talas per Hektar Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Petani Responden di Kota Bogor Status Lahan Jumlah Petani Responden Persentase Produktivitas Kg Koefisien Variasi CV a. Milik 37 57.00 8 498.13 41.91 b. Sewa 28 43.00 9 904.31 66.47 Total 65 100.00 9 103.87 Hasil analisis koefisien variasi menunjukkan bahwa petani responden dengan status kepemilikan lahan sewa mempunyai nilai koefisien variasi lebih tinggi yaitu 66.47 dan petani responden dengan lahan milik mempunyai nilai koefisien variasi lebih rendah yaitu 41.91. Hal ini menunjukkan bahwa petani responden dengan status kepemilikan lahan sewa mempunyai tingkat risiko produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan petani responden dengan lahan milik sendiri. Petani responden dengan status kepemilikan lahan sewa mempunyai tingkat risiko produktivitas yang lebih tinggi diduga berhubungan dengan pola produksi talas. Umumnya petani responden dengan status kepemilikan lahan sewa menggunakan semaksimal mungkin lahan untuk usahatani talas dengan menggunakan jarak tanam antara 50 cm x 50 cm dan melakukan penyulaman bibit. Pola produksi yang dilakukan petani responden dengan status kepemilikan lahan sewa ini menghasilkan produktivitas yang tinggi, namun menghadapi risiko produktivitas yang tinggi karena jarak tanam yang rapat meningkatkan variasi produksi.

6.4. Usahatani Talas