nyata meningkatkan inefisiensi teknis usahatani tembakau di lahan tegal dengan sistem kemitraan di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan.
Sedangkan hasil pendugaan yang menunjukkan bahwa penambahan umur akan menurunkan inefisiensi teknis terjadi pada studi Tajerin et al. 2005. Hasil
studi Tajerin et al. 2005 menunjukkan bahwa umur pembudidaya ikan berkorelasi positif dengan pengalaman sehingga ada kecenderungan terjadi
peningkatan dalam inovasi dan adopsi yang tinggi. Hasil analisis sumber-sumber inefisiensi teknis memberikan gambaran
bahwa efisiensi teknis pada usahatani talas di Kota Bogor dipengaruhi oleh sumber-sumber inefisiensi teknis yang berasal dari status kepemilikan lahan dan
umur. Hasil ini memberikan gambaran bagaimana petani talas dalam manajemen produksi talas di Kota Bogor.
7.4. Analisis Preferensi Risiko Petani
Hasil analisis fungsi produktivitas frontier, fungsi risiko produktivitas dan fungsi inefisiensi teknis digunakan untuk menganalisis preferensi risiko petani
talas. Analisis preferensi risiko petani talas bertujuan untuk menjawab permasalahan penelitian yang ketiga yaitu bagaimana preferensi risiko petani pada
usahatani talas di Kota Bogor. Preferensi risiko petani dikategorikan menjadi 3 yaitu: 1 Petani yang risk
averse yaitu yang selalu menghindari risiko; 2 Petani yang risk neutral yaitu yang netral terhadap risiko; dan 3 Petani yang risk taker yaitu yang senang
terhadap risiko. Hasil analisis preferensi risiko petani talas di Kota Bogor dengan menggunakan model analisis preferensi risiko Kumbhakar, 2002 menghasilkan
besaran nilai θ dan λ yang dapat dilihat pada Tabel 19, sedangkan perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 12. Besaran nilai θ merupakan komponen risiko produksi dan besaran nilai λ merupakan
komponen inefisiensi teknis.
Tabel 19. Preferensi Risiko Produktivitas Petani Talas di Kota Bogor pada setiap Input Produksi
Input Produksi Rata-rata
Nilai θ Rata-rata
Nilai λ Preferensi
Risiko Rata-rata
Input per Ha
Bibit 0.17125
0.47943 Risk Taker
18 324.20
a
Tenaga Kerja -0.07019
0.45002 Risk Averse
444.43
b
Urea 0.06033
0.44498 Risk Taker
475.04
c
Pupuk Kandang 0.00037
0.43806 Risk Taker
190.09
d
Pestisida 0.03566
0.42540 Risk Taker
312 327.80
e
Rata-rata 0.03948
0.44758 Risk Taker
Keterangan: a, c = kilogram; b = Hari Kerja Setara Pria HKSP; d = karung; dan e = rupiah.
Berdasarkan hasil analisis preferensi risiko petani talas di Kota Bogor pada keseluruhan input produksi yaitu bibit, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk kandang
dan pestisida diperoleh rata-rata nilai θ petani responden adalah 0.03948 dan rata- rata nilai λ petani responden adalah 0.44758 Tabel 19 dan Lampiran 13. Hasil
ini menunjukkan bahwa rata-rata preferensi risiko petani talas terhadap keseluruhan input produksi adalah risk taker. Hasil ini sejalan dengan studi
Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa rata-rata preferensi risiko petani tembakau di pegunungan dengan sistem kemitraan di Kecamatan Pakong,
Kabupaten Pamekasan adalah risk taker. Nilai rata-rata θ 0.03948 yang lebih kecil dari nilai rata-rata λ 0.44758
Tabel 19. Menurut Fauziyah 2010 nilai rata-rata θ yang lebih kecil dari nilai
rata-rata λ berimplikasi bahwa komponen inefisiensi teknis memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap keputusan alokasi penggunaan input-input
dibandingkan dengan komponen risiko. Rata-rata preferensi risiko petani talas pada bibit, pupuk urea, pupuk
kandang dan pestisida adalah risk taker Tabel 19. Hal ini menunjukkan bahwa petani berpreferensi berani mengalokasikan input bibit, pupuk urea, pupuk
kandang dan pestisida
dalam jumlah yang besar untuk meningkatkan produktivitas talas. Sedangkan rata-rata preferensi risiko petani talas pada tenaga
kerja adalah risk averse Tabel 19. Hal ini menunjukkan bahwa petani berpreferensi tidak berani mengalokasikan tenaga kerja dalam jumlah yang besar
karena bertujuan menghindari risiko produktivitas talas. Preferensi risiko petani yang risk taker pada bibit ditunjukkan dengan rata-
rata penggunaan bibit yang besar yaitu 18 324.20 kilogram per hektar Tabel 19. Bagi petani responden yang menggunakan jarak tanam 100 cm x 100 cm maka
penggunaan bibit sebesar itu sudah optimal dan sudah termasuk bibit yang digunakan untuk penyulaman bibit. Meskipun begitu, penggunaan bibit ini masih
belum optimal bagi petani responden yang menggunakan jarak tanam 50 cm x 50 cm dan tidak melakukan penyulaman. Penambahan bibit dapat meningkatkan
produktivitas talas, namun penambahannya dapat meningkatkan inefisiensi teknis produksi talas. Hal ini terkait dengan sumber bibit talas yang digunakan petani
responden. Hasil analisis koefisien variasi menunjukkan bahwa penggunaan bibit talas yang dibeli mempunyai risiko produktivitas yang lebih tinggi daripada
penggunaan bibit talas milik sendiri. Berbeda dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa preferensi risiko petani tembakau pada bibit adalah risk
neutral pada usahatani tembakau di pegunungan dengan sistem kemitraan di Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan. Sedangkan studi Fariyanti et al.
2007 menunjukkan bahwa preferensi risiko petani kubis dan kentang pada benih adalah risk averse pada usahatani sayuran di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten
Bandung. Preferensi risiko petani yang risk averse pada tenaga kerja ditunjukkan
dengan rata-rata penggunaan tenaga kerja adalah 444.43 HKSP per hektar Tabel 19. Preferensi risiko petani yang risk averse pada tenaga kerja sejalan
dengan kondisi di daerah penelitian yang menunjukkan bahwa alokasi penggunaan tenaga kerja dipengaruhi oleh sifat usahatani talas yang umumnya
hanya sebagai sampingan dan adanya variasi dalam kualitas tenaga kerja. Meskipun tidak ada kendala dalam ketersedian tenaga kerja di daerah penelitian
karena rata-rata jumlah anggota keluarga petani responden adalah 4 orang dan umumnya petani responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga TKDK
dengan proporsi yaitu sebesar 85.16 persen dari total tenaga kerja. Padahal penambahan tenaga kerja berpengaruh nyata meningkatkan produktivitas talas dan
berdasarkan hasil analisis koefisien variasi menunjukkan bahwa tenaga kerja mempunyai risiko produktivitas yang paling rendah dibandingkan dengan input-
input lainnya. Preferensi risiko petani talas yang risk averse pada tenaga kerja Tabel 19
sejalan dengan studi Fariyanti et al. 2007 yang menunjukkan bahwa petani kubis dan kentang berpreferensi risk averse terhadap tenaga kerja pada usahatani
sayuran di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung. Namun berbeda dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa preferensi petani tembakau
adalah risk taker terhadap tenaga kerja pada usahatani tembakau di pegunungan dengan sistem kemitraan di Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan.
Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa preferensi risiko petani pada penggunaan pupuk urea adalah risk taker dan rata-rata penggunaan pupuk urea
adalah 475.04 kilogram per hektar yang melebihi dosis anjuran yaitu sebesar 300 kilogram per hektar Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2010. Proporsi
penggunaan pupuk urea adalah sebesar 51.99 persen dari total penggunaan pupuk anorganik. Hal ini karena umumnya pupuk yang digunakan oleh petani responden
pada usahatani talas adalah pupuk urea dan pupuk kandang serta harga kedua pupuk tersebut lebih terjangkau oleh petani. Padahal tanaman talas kurang
responsif terhadap penambahan pupuk urea dan dapat dilihat dari penambahan pupuk urea kurang responsif terhadap peningkatan produktivitas talas. Selain itu
penambahan pupuk urea berpengaruh nyata meningkatkan risiko produktivitas talas.
Hasil preferensi risiko petani talas yang risk taker pada pupuk urea Tabel 19 berbeda dengan studi Fariyanti et al. 2007 yang menunjukkan bahwa
preferensi risiko petani kubis dan kentang yang risk averse terhadap pupuk pada usahatani sayuran di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung. Selain itu
studi Fauziyah 2010 juga menunjukkan bahwa petani tembakau berpreferensi risk averse terhadap pupuk urea pada usahatani tembakau di lahan tegal dengan
sistem kemitraan di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan. Preferensi risiko petani yang risk taker pada pupuk kandang ditunjukkan
oleh penggunaan pupuk kandang yang besar yaitu rata-rata sebesar 190.09 karung di daerah penelitian Tabel 19. Umumnya petani di daerah penelitian
menggunakan pupuk kandang dalam jumlah yang besar untuk mengganti penggunaan pupuk anorganik TSP dan KCl yang menurut petani mahal
harganya dan untuk memperbaiki sifat fisik tanah di daerah penelitian. Namun rata-rata penggunaan pupuk kandang petani responden masih rendah dan dibawah
dosis anjuran yaitu sebesar 400 karung per hektar Prana et al., 2002 dalam Apriani, 2007.
Hasil preferensi risiko petani talas yang risk taker pada pupuk kandang Tabel 19 berbeda dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa
preferensi risiko petani tembakau adalah risk averse terhadap pupuk kandang pada usahatani tembakau di lahan tegal dengan sistem kemitraan di Kecamatan
Larangan, Kabupaten Pamekasan. Sedangkan preferensi risiko petani tembakau adalah risk taker terhadap pupuk kandang pada usahatani tembakau di lahan tegal
dengan sistem swadaya di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan. Sementara preferensi risiko petani yang risk taker pada pestisida dapat
dilihat dari rata-rata penggunaan pestisida yang relatif besar yaitu Rp 312 327.80 Tabel 19. Penggunaan pestisida ini relatif besar karena sebagian petani
menggunakan pestisida ketika terjadi serangan hama. Sehingga penggunaan pestisida ini bertujuan untuk menurunkan kehilangan produksi talas. Selain itu
karena penggunaan pestisida yang berlebih membuat hama menjadi resisten yang ditunjukkan oleh penambahan pestisida kurang responsif terhadap peningkatan
produktivitas talas dan berpengaruh nyata meningkatkan risiko produktivitas talas. Hasil preferensi risiko petani talas pada pestisida yang risk taker dalam
penelitian ini sejalan dengan studi Fauziyah 2010 yang menunjukkan bahwa preferensi risiko petani tembakau pada pestisida adalah risk taker pada usahatani
tembakau di pegunungan dengan sistem kemitraan di Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan. Namun berbeda dengan hasil penelitian Hartoyo et al.
2002 yang menunjukkan bahwa preferensi risiko petani terhadap pestisida yang risk averse pada usahatani hortikultura di Cisarua.
7.5. Analisis Pengaruh Preferensi Risiko Petani terhadap Alokasi Input