Pada Tabel 14 dapat dilihat mengenai alokasi penggunaan input-input pada produksi talas per hektar dan nilai koefisien variasi tiap input. Jumlah
penggunaan pupuk KCl adalah terendah di bandingkan dengan penggunaan pupuk lainnya. Berdasarkan hasil analisis nilai koefisien variasi tiap input per hektar
maka diperoleh nilai koefisien variasi terendah adalah pada penggunaan tenaga kerja dan tertinggi adalah pada penggunaan pupuk KCl. Hal ini menunjukkan
bahwa penggunaan tenaga kerja mempunyai risiko terendah sedangkan penggunaan pupuk KCl mempunyai risiko tertinggi pada produksi talas. Selain itu
pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa meskipun penggunaan suatu input produksi tinggi, namun koefisien variasi belum tentu tinggi. Contohnya pada jumlah
penggunaan bibit yang tinggi yaitu 18 324.20, namun menghadapi risiko produksi yang cukup rendah yaitu 48.83.
6.4.3. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan terdiri atas penyiangan, pembumbunan dan penyulaman. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan rumput yang tumbuh di
sekitar tanaman talas, sehingga pertumbuhan talas tidak terganggu. Penyiangan dilakukan secara manual dan sering juga menggunakan alat seperti kored sehingga
tidak mengganggu atau melukai pangkal batang dan akar tanaman. Pada saat melakukan penyiangan, rumput hasil penyiangan tidak langsung disingkirkan dari
lahan, namun seringkali ditumpuk di dekat tanaman sehingga nantinya dapat berubah menjadi pupuk atau kompos. Pembumbuman dilakukan untuk menutup
pangkal batang dan akar-akar bagian atas agar tanaman lebih kokoh dari hujan atau terpaan angin.
Penyulaman adalah penanaman kembali tanaman talas yang tidak dapat tumbuh dengan baik atau mati akibat terserang penyakit. Kebutuhan bibit untuk
penyulaman berkisar antara lima sampai sepuluh persen dari total tanaman. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan setelah tanam.
Penggunaan pestisida pada produksi talas cukup besar yaitu rata-rata adalah sebesar Rp 312 327.83. Menurut petani responden penggunaan bertujuan
untuk mencegah serangan hama atau sebagai preventif dan mengurangi kehilangan produksi yang lebih besar apabila terjadi serangan hama atau sebagai
kuratif. Pestisida yang umum digunakan oleh petani responden adalah furadan, decis dan dusban.
6.4.4. Pemanenan
Talas dapat dipanen umur 7 – 8 bulan. Petani responden di daerah penelitian tidak melakukan pemanenan. Mereka memborongkan hasil panennya
ke tengkulak atau pedagang pengumpul. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dari persiapan lahan sampai pemeliharaan pada usahatani talas di daerah penelitian
adalah 444.43 HKSP per hektar. Panen dilakukan dengan mencabut atau menggali tanaman talas dari tanah, kemudian umbi dibersihkan dari tanah dan akar yang
muncul dari umbi. Talas yang dihasilkan oleh petani responden adalah rata-rata sebanyak 9 667 umbi per hektar atau 82 850.51 kilogram per hektar. Rata-rata
berat talas yang dihasilkan petani responden adalah 0.32 persen dari total produksi talas dan batang, maka rata-rata produktivitas talas adalah setara dengan
26 512.16 kilogram per hektar atau 26.51 ton per hektar. Hasil ini cukup mengejutkan karena berdasarkan data perkembangan produksi dan produktivitas
talas selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 menunjukkan bahwa rata-rata
produktivitas talas di Kota Bogor adalah 5.51 ton per hektar per tahun Dinas Pertanian Kota Bogor, 2010.
Untuk data usahatani talas, musim tanam yang dianalisis adalah tahun 2009, disesuaikan dengan masa panen yaitu tujuh bulan. Pada Tabel 15 dapat
dilihat mengenai rata-rata produktivitas dan keuntungan serta koefisien variasi usahatani talas per hektar.
Tabel 15. Produktivitas, Keuntungan dan Koefisien Variasi Keuntungan Talas per Hektar di Kota Bogor
Produktivitas Kg
Jumlah Petani
Responden Persentase
Keuntungan Rp
Koefisien Variasi CV
3 000 – 6 000 12
18.46 8 099 935
165.61 6 000 – 9 000
36 55.38
4 213 241 496.50
9 000 – 34 200 17
26.15 400 811
2 116.71
Total 65
100.00
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa produktivitas talas petani responden antara 3 000 sampai dengan 34 200 kilogram per hektar. Lebih dari 60
persen produktivitas petani responden di atas 6 000 kilogram per hektar atau 6 ton per hektar. Produktivitas talas terendah adalah 3 ton per hektar dan yang tertinggi
adalah 34.20 ton per hektar. Rata-rata keuntungan per hektar adalah sebesar Rp 3 933 687.72. Nilai koefisien variasi keuntungan terendah pada produktivitas
antara 3 000 sampai dengan 6 000 kilogram dan tertinggi pada produktivitas di atas 9 000 kilogram.
Hasil analisis koefisien variasi keuntungan usahatani talas menunjukkan bahwa semakin tinggi produktivitas maka koefisien variasi keuntungan semakin
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi produktivitas maka risiko
keuntungan talas semakin tinggi. Peningkatan produktivitas talas akan meningkatkan risiko keuntungan karena dengan semakin tinggi produktivitas
maka risiko produksi juga semakin tinggi sehingga risiko keuntungan juga akan meningkat, yang akhirnya akan menurunkan keuntungan usahatani talas.
Harapan petani responden terhadap harga talas adalah mereka berharap dapat memperoleh harga jual talas yang lebih tinggi dari harga yang mereka
terima saat ini. Rata-rata harga jual talas petani responden adalah sebesar Rp 1 741 per umbi Lampiran 3 dan petani responden mengharapkan harga jual
talas di atas Rp 2 000. Harga jual talas yang tinggi merupakan salah satu insentif bagi petani untuk terus membudidayakan talas.
Berdasarkan gambaran mengenai harapan petani responden terhadap harga talas tersebut maka perlu pembentukan kelompok tani talas di daerah penelitian.
Karena dengan adanya kelompok tani talas akan membantu petani talas meningkatkan posisi tawar menawar dalam penentuan harga dan akan
memperbaiki sistem penjualan talas melalui kontrak penjualan.
VII. PREFERENSI RISIKO PETANI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI TALAS DI KOTA BOGOR