Perbandingan Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan di TPI PPS
kekotoran terhadap produk perikanan yang dijual di TPI. Berdasarkan ketentuan Uni Eropa dalam Regulation EC No 8522004, Bab II, No. 1.c, seharusnyaTPI
dilengkapi dengan atap dan dinding yang mudah dibersihkan dan dalam kondisi baik, maka perlu adanya perbaikan, bila perlu mengganti atap yang rusak untuk
menghindari hasil tangkapan dari bocor dan cemaran rontoknya serpihan karatcat.
Kondisi fisik lantai tidak sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan higiene yang baik di TPI KEP. 01MEN2007; subbab 5.2.1. Kondisi lantai yang
rusak dan berlubang bisa menambah akumulasi kekotoran di TPI dan mengakibatkan lantai TPI sulit untuk dibersihkan karena kotoran yang dihasilkan
dari proses penjualan menempel pada lantai TPI yang rusak dan berlubang tersebut. Sesuai dengan ketentuan Uni Eropa dalam Regulation EC No
8522004, Bab II, No. 1.a bahwa lantai TPI harus tahan air dan mudah dibersihkan, maka perlu adanya perbaikan lantai yang berlubang untuk
menghindari akumulasi kotoran di tempat pelelangan ikan. Lantai TPI selalu dibersihkan setiap hari baik bagian luar maupun bagian dalam dengan
menggunakan air laut tapi tanpa menggunakan desinfektan untuk menghilangkan kotoran dan bau amis. Pihak TPI diharapkan menyediakan desinfektan untuk
pencucian lantai TPI serta bisa menyediakan pasokan air bersih yang cukup untuk penanganan ikan dan operasi pembersihan terhadap lantai TPI.
TPI PPS Nizam Zachman Jakarta mempunyai sistem pembuangan air kotor, tetapi kondisinya kotor dan menggenang, sehingga perlu memperbaiki konstruksi
saluran pembuangan agar air buangan dapat mengalir dengan lancar, memberi penutup pada saluran air buangan limbah cair terutama di area penanganan ikan,
dan membersihkan saluran pembuangan secara rutin agar air buangan dapat mengalir dengan lancar. Sistem pembuangan airsaluran di TPI PPS Nizam
Zachman Jakarta dinilai kurang baik. Air buangan dari TPI tidak mengalir tergenang. Kapasitas saluran air tidak mencukupi, air buangan tidak mengalir
baik di lantai atas TPI maupun di bawah, dan tidak semua saluran pembuangan tertutup sehingga saluran pembuangan tidak dapat mencegah masuknya binatang
pengerat. Limbah cair yang dihasilkan dari proses pelelangan ikan di TPI tidak ditangani dengan baik, dari TPI limbah cair langsung dibuang ke laut. Begitu juga
dengan limbah padat yang penanganannya dinilai kurang baik. Pada saluran air pembuangan TPI, terdapat limbah padat sisa-sisa ikan yang tercecer. Saluran
pembuangan yang berada di sekitar TPI dinilai kurang lancar dan terjadi penyumbatan akibat adanya sampah padat seperti bungkus dan puntung rokok,
plastik dan potongan-potogan ikan yang menggenang di dalam saluran tersebut. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Codex
Alimentarius, 2009 Bab III, 3.2.2 bahwa Saluran pembuangan harus mampu menampung sampahlimbah dalam jumlah yang banyak, serta akumulasi limbah
padat, semi padat atau cair harus diminimalisir untuk mencegah kontaminasi. Fasilitas yang ada di TPI PPSNZJ seperti toilet baik jumlah maupun
kebersihannya dinilai kurang. Pihak TPI hendaknya menyediakan fasilitas sanitasi sabun di toilet dan memberimenempel peringatan agar terbiasa untuk mencuci
tangan dengan sabun, serta perlu juga adanya perbaikan kamar mandiwc dengan menggunakan bahan yang mudah dibersihkan.
Pembersihan terhadap peralatan yang digunakan di TPI tidak dilakukan secara teratur baik sebelum maupun sesudah pelelangan. Pada proses pendaratan
dan pemasaran hasil tangkapan, keranjang trays yang digunakan tidak dicuci bersih sehingga sisa-sisa darah dan lendir masih menempel dan mengering pada
keranjang. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kebersihan di TPI, keranjang trays tidak dicuci setiap kali selesai proses pemasaran atau setiap
selesai digunakan, melainkan keranjang dicuci sekitar satu bulan sekali. Hal ini dikarenakan adanya pergantian tugas dalam membersihkan keranjang yang
biasanya dilakukan oleh petugas dari UPT PPS Nizam Zachman Jakarta menjadi petugas dari pihak pengelola TPI. Peralatan dan keranjangwadah yang telah
mengalami kontak langsung dengan produk, tidak dirawat dengan baik; peralatan tidak dicuci dan disanitasi sesudah digunakan dan juga disimpan dalam kondisi
kotor. Adapun prosedur pembersihanpencucian yang dilakukan oleh petugas
kebersihan tidak mampu mencegah kontaminasi terhadap ikan. Pada pencucian keranjangtrays ataupun pencucian lantai TPI biasanya tidak menggunakan
desinfektan, pencucian hanya dilakukan dengan menggunakan air dari kolam pelabuhan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pencucian
keranjangtrays juga tidak dilakukan secara rutin setiap setelah selesai digunakan melainkan dicuci sekitar satu bulan sekali.
Penempatan peralatan dan wadahkeranjang tidak menjamin sanitasi, keranjang tidak disimpan di tempat yang terlindung dari kontaminasi melainkan
disimpan secara sembarangan di sudut-sudut TPI. Kondisi fisik keranjang yang biasa digunakan sebagai wadah hasil tangkapan banyak yang sudah rusak, pihak
pengelola TPI belum memiliki program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusaktidak digunakan, pihak pengelola TPI juga belum
memiliki dokumen prosedurprogram mengenai hal tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, pihak TPI diharapkan dapat
melaksanakan program perawatan terhadap peralatan dan sarana penanganan ikan secara rutin agar peralatanwadah yang digunakan selalu dalam kondisi bersih dan
terjaga sanitasinya. Menurut Lubis 2009b, proses pencucian keranjangbasket ikan di beberapa negara di Uni Eropa tidak dilakukan secara manual. Keranjang-
keranjang ikan bekas pakai dimasukkan kedalam mesin pencuci keranjang berkapasitas 600 basket per jam. Setelah masuk kedalam mesin, keranjang-
keranjang tersebut akan tercuci secara otomatis, sehingga pada saat keluar dari mesin, keranjang sudah dalam keadaan bersih.
Hasil pengamatan selama penelitian diperoleh bahwa masih ada pelaku aktivitas di TPI yang merokok, makan dan minum di area penjualan ikan, serta
membuang sampah sembarangan. Menurut peraturan yang tercantum dalam Codex Alimentarius, 2009 Bab III, 3.5.2 dinyatakan bahwa para pelaku di area
penanganan ikan tidak diizinkan untuk merokok, meludah, makan, bersin dan batuk pada saat hasil tangkapan tidak ditutup. Pihak pengelola TPI seharusnya
memasang tanda-tanda peringatan mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan di area TPI dan cara penanganan ikan yang baik serta sanitasi dan higiene. Pihak TPI
juga sebaiknya memberikan sangsi tegas kepada siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang sudah ditetapkan.
Hasil wawancara dengan petugas kebersihan menyatakan bahwa supply air bersih di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta dinilai kurang, air yang biasa
digunakan oleh petugas kebersihan berasal dari kolam pelabuhan. Sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam Codex Alimentarius, 2009 Bab III, 3.4.5.1
disebutkan bahwa pasokan air bersih harus cukup, air yang digunakan untuk mencuci hasil tangkapan harus terhindar dari kontaminasi. Sebaiknya pihak
pengelola TPI membuat daftar pemasok air yang digunakan untuk operasi penanganan ikan di TPI, serta melakukan program pengendalian suplier
verifikasi seperti uji laboratorium terhadap pasokan air. Hasil wawancara dengan petugas TPI, menyebutkan bahwa ketersediaan air
bersih untuk membersihkan TPI dinilai kurang baik. Pasokan air tidak cukup, khususnya di TPI pasokan airnya kecil termasuk untuk mencuci lantai, air yang
tersedia dinilai tidak cukup. Fasilitas kran air bersih di TPI jumlahnya sangat terbatas sehingga menghambat para pelaku aktivitas pelelangan dalam menjaga
kebersihan. Air yang tersedia di TPI bisa dikatakan dapat terkontaminasi, hal ini dapat dilihat dari selang air di TPI tergeletak di lantai tidak dilengkapi dengan
gantungan. Kebutuhan akan es di PPSNZJ disediakan oleh Perum PPS. Perbekalan es
dari Perum PPS tidak dijual langsung kepada armada-armada penangkapan ikan melainkan dijual melalui agen-agen. Perum PPS mengoperasikan 2 unit pabrik es
dengan kapasitas 150 tonhari dan untuk memasok kebutuhan es dalam operasi penangkapan ikan, pabrik es yang dikelola pihak swasta yaitu PT. Safritindo Dwi
Santoso mempunyai kapasitas 240 tonhari. Kondisi fasilitas pabrik es di kawasan PPSNZJ dalam keadaan baik sehingga masih mampu menyuplai es ke pelabuhan.
Sumber air yang digunakan untuk pembuatan es di perusahaan tersebut dinilai cukup baik, es dibuat dengan menggunakan air bersih. Hal ini sudah sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.4.5.2 bahwa es yang digunakan harus diproduksi dengan menggunakan air
bersih. Namun, masih terdapat kekurangan dalam hal penanganan es tersebut pada saat akan digunakan. Es yang akan digunakan tidak terlindung dari kontaminasi,
es diangkut dengan menggunakan truk yang dilengkapi dengan bak kayu dalam keadaan terbuka Widiastuti, 2010.
Hasil tangkapan setelah pendaratan dinilai kurang aman, karena setelah pendaratan, ikan diangkut menggunakan gerobak dorongtrolly dari dermaga ke
TPI dalam keadaan terbuka sehingga terkena cahaya matahari secara langsung. Pengaruh sinar matahari secara lagsung dapat menyebabkan penurunan mutu ikan
lebih cepat, sedangkan sepanjang jalur pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI tidak dilengkapi dengan kanopi untuk melindungi ikan agar tidak terkena sinar
matahari langsung. Selain itu, jarak dari dermaga ke TPI yang digunakan sebagai jalur pengangkutan ikan juga terlalu jauh.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa kondisi trolly yang digunakan untuk mengangkut ikan dalam keadaan berkarat, sehingga karat
tersebut menempel pada keranjang ikan dan dapat mengakibatkan kekotoran pada produk ikan. Menurut Lubis 2009b, di negara-negara Uni Eropa
basketkeranjang ikan diangkat dari kapal dengan crane dan langsung diangkut ke TPI dengan forklift atau dari kapal ikan disalurkan ke TPI dengan conveyor.
Menurut ketentuan Uni Eropa dalam Regulation EC No 8522004, Bab II, No. 2 bahwa fasilitas yang digunakan harus memadai, menggunakan bahan yang halus,
tahan karat, dan mudah dibersihkan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perlu adanya relokasi terhadap
bangunan TPI agar tidak terlalu jauh jaraknya dengan dermaga bongkar dan sebaiknya sepanjang jalur pengangkutan dari dermaga bongkar ke TPI memakai
kanopipenutup di atasnya agar produk perikanan terhindar dari cahaya matahari secara langsung. Seperti yang dikatakan oleh Lubis, et al. 2010, bahwa waktu
yang dibutuhkan dalam proses penanganan hasil tangkapan dipengaruhi oleh alat angkut yang digunakan, jarak dan waktu tempuh serta kondisi jalan yang
mendukung agar tidak terjadi keterlambatan dalam pengangkutannya. Kondisi hasil tangkapan akan semakin baik apabila waktu yang dibutuhkan dalam proses
penanganan hasil tangkapan semakin singkat. Selain itu, perlu adanya perbaikan atau bila perlu mengganti peralatan-peralatan yang terbuat dari bahan yang mudah
berkarat untuk menghindari terjadinya akumulasi kotoran terhadap produk ikan. Tentu saja perbaikan atau pergantian peralatan tersebut harus diimbangi dengan
pemeliharaan yang baik dan rutin. Begitu juga pada proses pengangkutan dari TPI ke perusahaan, pedagang,
danatau pengolah ikan tidak menggunakan alat angkut yang tertutup sehingga produk terkena cahaya matahari secara langsung. Pengangkutan ikan sebaiknya
menggunakan mobil berinsulasi untuk mengganti mobiltruk yang terbuka agar terlindung dari cahaya matahari. Hasil tangkapan yang mengalami penundaan
sebaiknya disimpan terlebih dahulu di ruang dingincool room untuk mempertahankan mutu ikan.
Pada proses pemasaran ikan terlihat bahwa hasil tangkapan dijual pada tempat yang kurang bersih. Sebelum dipasarkan, ikan dalam keranjang ditimbang
terlebih dahulu. Penimbangan ikan dilakukan secara manual dengan menggunakan timbangan yang kondisinya berkarat. Menurut Lubis 2009b, di
beberapa negara Uni Eropa, teknik pelelangan ikan sudah semakin berkembang, sehingga nelayan dan konsumen mendapatkan kepuasan baik dalam kebersihan,
penimbangan maupun dalam harga dan kualitas ikannya. Proses pelelangan ikan di Uni Eropa saat ini telah dilakukan dengan teknologi komputerisasi melalui
sistem BIP Borne Interactive de Pesées atau mesin lelang elektronik yang mendeteksi secara otomatis berat, jenis ikan, dan kategori kualitas berdasarkan
ketentuan yang telah disepekati oleh Uni Eropa dengan menganut metode QIM Qualité, Indice et Méthode. Semua informasi ditampilkan di layar lebar dengan
akurat dan cepat.
Tabel 13 Perbandingan pengelolaan sanitasi TPI PPSNZJ dengan pengelolaan sanitasi TPI berdasarkan ketentuan Internasional
No Pengelolaaan sanitasi
TPI berdasarkan Ketentuan Internasional
Pengelolaan sanitasi di TPI PPSNZJ
Referensi 1
Konstruksi bangunan
a. Permukaan dinding dan
batas dinding dengan lantai harus terbuat dari
bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan
Permukaan dinding tidak kedap air dan sulit
dibersihkan, permukaan dinding berlubang dan
berlumut; batas dinding dengan lantai kedap air
dan mudah dibersihkan. Codex
Alimentarius, 2009. Bab III,
3.2.1
b. Fasilitas yang
digunakan harus memadai,
menggunakan bahan yang halus, tahan karat,
dan mudah dibersihkan Fasilitas yang digunakan
kurang memadai, fasilitas yang digunakan tidak
tahan karat seperti timbangan dan trolly.
Regulation EC No 8522004, Bab
II, No. 2
c. Lantai harus mudah
dibersihkan dan disertaidengan sistem
Lantai tidak mudah dibersihkan karena lantai
ada yangberlubangrusak, Regulation EC
No 8522004, Bab
No Pengelolaaan sanitasi
TPI berdasarkan Ketentuan Internasional
Pengelolaan sanitasi di TPI PPSNZJ
Referensi
drainase yang memadai
disertai dengan sistem drainase namun dinilai
kurang memadai
d. Penerangan di area
penanganan ikan harus cukup
Penerangan di area penanganan ikan dinilai
kurang cukup Codex
Alimentarius, 2009. Bab III,
3.2.3
e. Langit-langit atau atap
dan semua perlengkapan harus
dapat mencegah akumulasi kotoran,
menghambat pertumbuhan jamur dan
jatuhnya partikel Atap TPI sudah
rusakbolong dan berkarat sehingga terjadi
bocor ketika ada hujan Regulation EC
No 8522004, Bab II, No. 1.c
f. Setiap bak pencuci atau
fasilitas lainnya yang disediakan untuk
mencuci hasil tangkapan harus
memiliki pasokan air yang cukup sesuai
persyaratan dan harus tetap bersih.
Pasokan air dinilai kurang cukup untuk
mencuci fasilitas di TPI, kondisi kebersihan
fasilitas kurang terjaga Regulation EC
No 8522004, Bab II, No. 3
2 Saluran pembuangan
a. Saluran pembuangan
harus mampu menampung
sampahlimbah dalam jumlah yang banyak
Saluran pembuangan di TPI tidak mampu
menampung sampahlimbah dalam
jumlah banyak Codex
Alimentarius, 2009. Bab III,
3.2.2
b. Akumulasi limbah
padat, semi padat atau cair harus
diminimalisir untuk mencegah kontaminasi
Libah padat, semi padat atau cair tidak ditagani
dengan baik sehingga mengakibatkan saluran
pembuangan menjadi tergenang
Codex Alimentarius,
2009. Bab III, 3.2.2
3 Pasokan air
a. Pasokan air bersih
harus cukup Pasokan air bersih dinilai
kurang, untuk mencuci hasil tangkapan masih
menggunakan air kolam pelabuhan.
Codex Alimentarius,
2009. Bab III, 3.4.5.1
b. Air yang digunakan
untuk mencuci hasil Air yang digunakan
untuk mencuci hasil Codex
Alimentarius,
Tabel 13 lanjutan
No Pengelolaaan sanitasi
TPI berdasarkan Ketentuan Internasional
Pengelolaan sanitasi di TPI PPSNZJ
Referensi
tangkapan harus terhindar dari
kontaminasi
tangkapan menggunakan air kolam pelabuhan
sehingga dapat terkontaminasi
2009. Bab III,