6.1.4 Masa Reformasi 1998-2012
Pengusahaan hutan rakyat pada periode ini semakin meningkat yang ditandai dengan semakin banyaknya petani yang menanam pohon terutama pohon
yang menghasilkan kayu. Hal ini didukung dengan adanya otonomi daerah dengan keluarnya Keppres No. 96 Tahun 2000. Keppres tersebut menyebutkan
bahwa izin bagi industri pengolahan kayu di luar Provinsi Papua hanya akan diberikan jika bahan baku yang berupa kayu bulat berasal dari non hutan alam
seperti HTI atau hutan rakyat. Penanaman yang dilakukan petani hutan rakyatpun sudah mulai teratur yakni dengan banyaknya petani yang menggunakan jarak
tanam. Selain itu, para petani juga melakukan penjarangan dan ada yang telah membuat persemaian sendiri untuk memenuhi kebutuhan penanaman lahannya.
Produksi kayu pada periode ini meningkat yakni dengan banyaknya penebangan yang dilakukan petani yang hampir tiap tahun. Penebangan pada
pohon jenis lambat tumbuh sudah terjadi sejak awal periode ini dan meningkat pada tahun 2000 sebesar 137,69 m
3
, selanjutnya pada tahun berikutnya terjadi penurunan produksi dan cukup konstan dan mulai meningkat lagi pada tahun
2006. Pada tahun 2009 terjadi kenaikan yang signifikan dan menjadi produksi tertinggi sebesar 763,46 m
3
, kemudian menurun lagi sampai tahun 2012. Terjadinya kenaikan produksi yang cukup signifikan pada tahun 2000 dan 2009
disebabkan karena banyaknya permintaan akan pohon jenis ini seperti pada industri pembuatan palet. Penurunan produksi yang terjadi disamping karena
biaya produksi yang cukup mahal juga disebabkan telah adanya produksi besar- besaran pada tahun sebelumnya dan pertumbuhan pohon yang cukup lama,
sehingga waktu menunggu pohon untuk ditebang cukup lama. Perkembangan produksi kayu untuk pohon jenis cepat tumbuh terjadi secara fluktuatif seperti
pada periode sebelumnya. Produksi sudah terjadi pada tahun 1998 sebesar 500,52 m
3
karena harga kayu yang mulai bagus pada tahun 2000 meningkat sebesar 1.429,14 m
3
. Tahun-tahun berikutnya terjadi peningkatan dan penurunan produksi
kayu secara fluktuatif. Tahun 2011 terjadi peningkatan produksi tertinggi sebesar 1.460,17 m
3
. Selain karena harga kayu yang mulai bagus, peningkatan produksi pohon jenis ini juga disebabkan karena pertumbuhan pohon yang cepat, biaya
produksi yang murah dan semakin banyaknya industri sawmill yang bermunculan.
Semakin banyaknya sawmill bermunculan menyebabkan permintaan kayu semakin meningkat, tetapi tidak didukung oleh luas lahan yang dimiliki petani.
Luas lahan yang tidak terlalu besar menyebabkan jumlah pohon yang ditanam tidak banyak sehingga ketersediaan kayu yang dapat ditebang tidak dapat
memenuhi permintaan sawmill. Hal inilah yang menyebabkan penurunan produksi kayu yang terjadi dari waktu ke waktu.
Pada periode ini industri sawmill makin banyak bermunculan khususnya pada tahun 2000, dimana keberadaan sawmill semakin tersebar di wilayah Bogor
Barat. Namun masih banyak petani hutan rakyat yang menjual kayunya ke tengkulak karena letak sawmill yang jauh dari lahan mereka. Letak sawmill yang
jauh dianggap petani akan mengeluarkan biaya yang besar, sehingga petani tidak punya pilihan lain untuk menjualnya ke tengkulak. Penjualan kayu ke tengkulak
dilakukan dengan melihat pohon berdiri. Selain itu petani hutan rakyat menjual kayunya apabila ada kebutuhan saja. Hal ini yang disebut dengan istilah daur
butuh. Berikut merupakan grafik yang menunjukkan perkembangan produksi kayu
petani hutan rakyat yang terjadi di wilayah Bogor Barat sejak sebelum tahun 1945 sampai tahun 2012.
Gambar 2 Grafik perkembangan produksi kayu petani hutan rakyat sejak sebelum tahun 1945 sampai tahun 2012 berdasarkan jenis pohon yang ditanam.
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
1 9
4 5
1 9
6 1
9 6
9 1
9 8
1 9
8 5
1 9
8 8
1 9
9 2
1 9
9 5
1 9
9 8
2 2
3 2
5 2
7 2
9 2
1 1
Vo lu
m e
m
3
Tahun
cepat tumbuh lambat tumbuh
6.2 Analisis Faktor-faktor Perkembangan Produksi kayu Petani Hutan