BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelolaan hutan rakyat diyakini sudah dilaksanakan sejak puluhan tahun lalu tetapi pada saat itu kurang mendapat perhatian oleh masyarakat. Pengelolaan
hutan rakyat pada saat itu masih sangat sederhana. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 46kpts-II1997, hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh
rakyat dengan luas minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu- kayuan dan atau jenis lainnya lebih dari 50 dan pada tahun pertama dengan
tanaman sebanyak 500 tanaman tiap hektar. Pengembangan hutan rakyat sejalan dengan amanat GBHN bidang ekonomi sub bidang ekonomi kehutanan.
Didalamnya disebutkan pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga
kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup. Selanjutnya disebutkan bahwa pengembangan produksi kayu dan non kayu diselenggarakan
dengan peningkatan pengusahan hutan rakyat Attar 2000. Hutan rakyat di wilayah Bogor Barat telah diusahakan sejak puluhan tahun
yang lalu. Namun pada saat itu, hutan rakyat kurang diminati oleh masyarakat karena belum adanya pasar dan kayu rakyat belum laku untuk dijual. Pada saat
ini, usaha hutan rakyat sudah marak dilakukan oleh masyarakat. Hal ini terlihat dengan makin banyak usaha hutan rakyat yang ada di wilayah Bogor Barat. Hasil
penelitian IPB 1976 dan UGM 1977 menunjukkan bahwa konsumsi kayu bakar di Pulau Jawa sebagian besar disediakan oleh hutan rakyat Darusman dan
Hardjanto 2006. Hutan rakyat tidak hanya menghasilkan keuntungan bagi pemilik hutan rakyat saja, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Pengelolaan hutan rakyat di wilayah Bogor Barat masih sebatas lingkup pedesaan, sehingga kontribusinya tidak terlalu banyak hanya sebatas lingkup
pedesaan saja, dimana hasilnya masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Luasan lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di Bogor Barat tidak terlalu
besar. Menurut Hardjanto 2000 luasan lahan hutan rakyat di Pulau Jawa hanya sedikit yang memiliki luasan yang sesuai dengan kriteria hutan yakni minimal
0,25 hektar, tetapi pengelolaannya mampu dijadikan sumber pendapatan bagi masyarakat khususnya petani hutan rakyat.
Kayu merupakan salah satu komoditi yang dijadikan sumber pendapatan bagi petani hutan rakyat, tetapi karena kayu tidak dapat memberikan hasil yang
cepat maka komoditi ini hanya dijadikan pendapatan sampingan bahkan sebagai tabungan. Produksi kayu yang terjadi mengalami perubahan dan perkembangan
dari waktu ke waktu. Produksi kayu yang dihasilkan didapatkan dari hasil penebangan kayu yang dilakukan oleh petani hutan rakyat. Penebangan kayu ini
sudah terjadi sejak dulu, mulai dari periode sebelum tahun 1945 sampai sekarang. Pada masa sebelum tahun 1945 penebangan yang terjadi hanya untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari saja seperti untuk kayu bakar. Kegiatan penebangan juga sudah mulai terjadi pada tahun 1945 sampai 1966 tetapi hasil
penebangannya masih sedikit karena kayu yang ditebang hanya dipakai untuk kebutuhan tertentu saja seperti membangun rumah atau jembatan. Tahun 1967
sampai 1998 kegiatan penebangan kayu mulai banyak dilakukan oleh petani hutan rakyat untuk tujuan dijual. Hal ini juga terjadi pada tahun 1998 sampai 2012
kegiatan penebangan semakin banyak karena semakin banyak petani yang mengusahakan hutan rakyat. Selain itu harga kayu yang membaik menjadikan
alasan bagi petani hutan rakyat untuk menebang kayu dan dijual. Dengan adanya kondisi tersebut, maka diperlukan penelitian untuk mendalami perkembangan
produksi kayu petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat periode sebelum tahun 1945 sampai tahun 2012 sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya perkembangan produksi kayu.
1.2 Perumusan Masalah