Sebelum Tahun 1945 Masa Orde Lama 1945-1966

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

6.1 Analisis Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat

Produksi kayu petani hutan rakyat pada penelitian ini dihitung berdasarkan besarnya penebangan kayu yang dilakukan setiap tahunnya dari waktu ke waktu. Produksi penebangan terdiri dari dua jenis pohon yakni pohon jenis lambat tumbuh dan pohon jenis cepat tumbuh. Berikut ini merupakan perkembangan produksi kayu yang dilakukan petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat sejak periode sebelum tahun 1945 sampai tahun 2012.

6.1.1 Sebelum Tahun 1945

Pada periode sebelum tahun 1945 di lahan masyarakat telah ada pohon yang tumbuh alami tanpa adanya usaha penanaman. Kegiatan penanaman yang ada hanya terjadi pada tempat tertentu dan untuk tujuan tertentu seperti untuk pembatas lahan. Belum ada kegiatan persiapan lahan, persemaian bibit, penanaman, penebangan, maupun pemeliharaan. Lahan yang dimiliki petani tersebut merupakan lahan turun temurun sebagai warisan dari orang terdahulu. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, pada periode ini lahan masih dikuasai oleh penjajah sehingga belum ditemukan adanya data produksi kayu dari hasil penebangan yang dilakukan oleh para petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat. Selain itu, para petani belum memikirkan keberadaan hutan dan hasil hutan berupa kayu pun belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh mayarakat. Namun secara perlahan, masyarakat ada yang mulai menanam tanpa tujuan tertentu, dimana hasil panen yang berupa kayu hanya dipakai untuk kayu bakar atau untuk membangun gubuk di sawah dan lain-lain Djajapertjunda 2003. Keberadaan industri sawmill belum ada karena masih banyaknya hutan alam yang menyediakan kebutuhan kayu bagi mereka, sehingga perolehan kayu masih mudah. Selain itu sistem pengolahan hutan pada saat ini masih dikuasai oleh penjajah yang saat itu mengambil alih pemerintahan. Sistem pemasaran pada saat ini juga belum terjadi karena kayu belum diperhatikan. Namun pada saat itu, apabila masyarakat melakukan penebangan hanya untuk memenuhi kebutuhan seperti untuk kayu bakar dan membangun rumah.

6.1.2 Masa Orde Lama 1945-1966

Pada periode tahun 1945 sampai tahun 1966 keberadaan hutan rakyat mulai diperhatikan, ini ditandai dengan adanya petani yang mulai menanam pohon. Hal ini didukung dengan adanya Gerakan Penghijauan pada tahun 1945 yang dilakukan oleh Kabinet RI pertama. Gerakan ini dimaksudkan untuk menanggulangi lahan kritis disekitar DAS. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang cukup penting dan menyebabkan munculnya hutan rakyat. Hal ini berkaitan dengan adanya penanaman yang mulai dilakukan oleh petani hutan rakyat pada tahun 1960 di daerah Cigudeg dan Leuwiliang. Jenis yang ditanam merupakan jenis buah-buahan seperti Durian, Nangka, dan ada beberapa jenis pohon Cengkeh, Puspa, Afrika, dan Sengon. Namun keberadaannya masih sangat sedikit. Walaupun hutan rakyat pada masa itu telah ada, pengelolaannya masih sangat sederhana seperti jarak tanam yang masih menggunakan perkiraan dari petani sendiri. Selain itu penanaman yang dilakukan petani pada saat itu belum menggunakan teknik penjarangan. Kegiatan penebangan hasil kayu pada masa ini sudah terjadi, tetapi hasil penebangan masih dalam jumlah sedikit dan biasanya hasilnya tersebut untuk memenuhi kebutuhan sendiri seperti membangun rumah ataupun menyumbang kayu untuk membangun Masjid. Petani hutan rakyat tidak akan menebang apabila tidak terlalu butuh dan tidak dalam kebutuhan yang mendesak. Selain itu pada periode ini petani hutan rakyat tidak menebang pohon kecuali apabila pohon telah berukuran cukup untuk ditebang. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa perkembangan produksi kayu petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat sejak sebelum tahun 1945 sampai tahun 2012 bersifat fluktuatif. Perkembangan produksi kayu untuk pohon jenis cepat tumbuh belum ada pada awal periode ini dan baru terlihat pada tahun 1960 sebesar 0,82 m 3 . Selanjutnya produksi kayu pada tahun 1966 sebesar 1,20 m 3 . Pada pohon jenis cepat tumbuh produksi kayu baru terlihat pada tahun 1960 yakni sebesar 28,27 m 3 dan tahun 1966 sebesar 10,90 m 3 . Adanya produksi ini karena pada saat itu sudah ada pohon jenis lambat tumbuh dan pohon jenis cepat tumbuh yang tumbuh secara alami dapat ditebang. Kegiatan pemasaran kayu dan keberadaan sawmill pada periode ini belum ada. Petani hutan rakyat yang ingin menjual kayunya biasanya langsung ke pembeli. Namun petani hutan rakyat tidak akan menebang dan menjual kayunya apabila tidak dalam keadaan mendesak. Selain itu penebangan yang dilakukan petani juga masih sedikit.

6.1.3 Masa Orde Baru 1967-1998