6.2 Analisis Faktor-faktor Perkembangan Produksi kayu Petani Hutan
Rakyat
Pengelolaan hutan rakyat di wilayah Bogor Barat telah terjadi dari dulu sampai sekarang. Pengelolaan ini dilakukan oleh petani hutan rakyat dengan latar
belakang yang berbeda-beda. Baik dari segi umur, pendidikan, pekerjaan utama, dan luas lahan yang dimiliki. Dari segi umur, pengelolaan hutan rakyat di wilayah
Bogor Barat dilakukan oleh petani hutan rakyat mulai dari yang berumur muda sampai yang telah berumur tua. Petani termuda yang mengelola hutan rakyat
berumur 29 tahun yakni di Pamijahan sedangkan petani paling tua berumur 77 tahun yakni di Leuwiliang. Selain umur, tingkat pendidikan petani hutan rakyat
juga berbeda-beda, mulai dari ada yang tidak bersekolah sampai ada yang lulus D3S1. Petani hutan rakyat merupakan pekerjaan sampingan yang banyak
diminati masyarakat wilayah Bogor Barat. Sebagian besar petani hutan rakyat memiliki pekerjaan utama sebagai petani. Selain itu, pekerjaan utama lainnya
adalah sebagai peternak, wiraswasta, maupun pegawai negeri. Luas lahan yang dimiliki petani juga berbeda-beda. Lahan yang dimiliki petani tidak terlalu luas.
Sebagian besar petani memiliki lahan sebesar 0,5-1,5 hektar. Adanya perbedaan dari segi umur, pendidikan, pekerjaan utama, dan luas
lahan yang dimiliki tidak membedakan petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat dalam mengelola lahannya. Sebagian besar petani hutan rakyat telah
menggunakan jarak tanam dalam mengelola lahannya dan ada juga yang telah menggunakan teknik penjarangan, walaupun hanya beberapa petani saja. Sistem
pemasaran yang dilakukan para petani juga tidak berbeda, sebagian besar dari petani menjual kayunya ke tengkulak. Ini membuktikan bahwa adanya perbedaan
tersebut tidak membedakan cara pengelolaan hutan rakyat. Selain itu, produksi kayu yang dihasilkan oleh para petani juga tidak berbeda.
Produksi kayu petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat merupakan hasil penebangan pohon yang dilakukan oleh petani hutan rakyat. Produksi kayu
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, seperti terlihat pada Gambar 2. Dari Gambar 2 terlihat perkembangan yang fluktuatif baik untuk pohon jenis
lambat tumbuh maupun pohon jenis cepat tumbuh. Peningkatan produksi pada pohon jenis lambat tumbuh dikarenakan adanya permintaan yang cukup tinggi
akan pohon jenis tersebut. Peningkatan produksi juga terjadi pada pohon jenis
cepat tumbuh yang disebabkan karena waktu pertumbuhan pohon cepat tumbuh yang cepat, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk ditebang. Selain
itu biaya produksi untuk pohon jenis cepat tumbuh cukup murah karena biaya perawatan yang murah. Harga kayu yang mulai bagus dan adanya teknologi
seperti semakin banyaknya penggunaan chainsaw dan semakin banyaknya sawmill juga menyebabkan produksi kayu meningkat.
Penurunan produksi pada pohon jenis lambat tumbuh disebabkan waktu pertumbuhan pohon jenis ini yang cukup lama, sehingga membutuhkan waktu
untuk ditebang. Selain itu biaya perawatan yang mahal menyebabkan biaya produksi pohon jenis ini menjadi mahal. Sedangkan pada pohon jenis cepat
tumbuh, luas lahan yang dimilki petani hutan rakyat yang tidak terlalu luas menyebabkan tidak tersedianya pohon setiap tahun untuk ditebang. Hal ini terjadi
karena luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat yang berbeda-beda dengan jarak tanam yang berbeda juga. Seperti petani hutan rakyat di Cibungbulang yang
hanya memiliki luas lahan 0,01 hektar dengan jarak tanam 3m×3m sehingga jumlah pohon yang ditanam kurang lebih hanya 10 pohon. Lain halnya petani
hutan rakyat di Ciampea yang memiliki lahan 15 hektar dengan jarak tanam 2,5m×2,5m sehingga pohon yang ditanam lebih banyak yakni sebesar 24.000
pohon. Hal ini menunjukkan bahwa dengan luas lahan dan jarak tanam yang berbeda dapat menyebabkan jumlah pohon yang ditanam berbeda sehingga
jumlah pohon yang ditebang pada setiap petani hutan rakyat juga berbeda. Keterangan diatas dapat dilihat pada Lampiran 1.
Perkembangan produksi petani hutan rakyat juga dipengaruhi oleh tujuan petani menebang kayu. Petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat dari dulu
sampai sekarang menebang pohon apabila ada kebutuhan saja. Selain itu, sebagian besar petani menganggap bahwa usaha hutan rakyat hanya sebagai tabungan yang
suatu saat dapat dipergunakan. Pada periode sebelum tahun 1945 dan periode Orde Lama 1945-1966, petani hutan rakyat hanya menebang pohon untuk
memenuhi kebutuhannya saja yakni untuk kayu bakar atau untuk membangun rumah dan Masjid, sehingga pada periode-periode ini jumlah pohon yang ditebang
masih sedikit. Berbeda dengan periode Orde Baru 1967-1998 dan periode Reformasi 1998-2012 jumlah pohon yang ditebang sudah banyak. Hal ini terjadi
karena banyak petani hutan rakyat yang sudah mulai menebang pohon untuk dijual sehingga banyak petani yang menanam pohon yang cepat tumbuh seperti
Sengon. Selain itu, hal ini juga didukung dengan munculnya pemasaran pada tahun 1970-an dan harga kayu yang membaik pada tahun 1999. Namun walaupun
jumlah pohon yang ditebang sudah banyak, petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat masih menebang sesuai dengan kebutuhan.
BAB VII RINGKASAN PRODUSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT
DAN IMPLEMENTASINYA DI MASA DATANG
7.1 Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat