Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat

BAB VII RINGKASAN PRODUSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT DAN IMPLEMENTASINYA DI MASA DATANG

7.1 Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat

Pada periode sebelum tahun 1945 di lahan masyarakat telah ada pohon yang tumbuh alami tanpa adanya usaha penanaman. Kegiatan penanaman yang ada hanya terjadi untuk tujuan tertentu saja seperti untuk pembatas lahan. Pada periode ini lahan masih dikuasai oleh penjajah sehingga belum ditemukan adanya produksi kayu dari hasil penebangan yang dilakukan oleh para petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat. Selain itu, hasil hutan berupa kayu pun belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh mayarakat. Industri sawmill dan pemasaran kayu belum ada karena masih banyaknya hutan alam yang menyediakan kebutuhan kayu sehingga perolehan kayu masih mudah. Pada periode tahun 1945 sampai 1966 keberadaan hutan rakyat mulai diperhatikan, ini ditandai dengan adanya petani yang mulai menanam pohon. Hal ini didukung adanya Gerakan Penghijauan pada tahun 1945 yang dilakukan oleh Kabinet RI pertama. Kegiatan hutan rakyat telah ada pada periode ini, tetapi pengelolaannya masih sangat sederhana. Kegiatan penebangan hasil kayu pada masa ini sudah terjadi. Perkembangan produksi kayu petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat sejak sebelum tahun 1945 sampai tahun 2012 bersifat fluktuatif. Perkembangan produksi kayu untuk jenis lambat tumbuh belum terlihat pada awal periode ini dan baru terlihat mulai tahun 1960 yakni sebesar 0,82 m 3 . Selanjutnya produksi kayu pada tahun 1966 sebesar 1,20 m 3 . Pada pohon jenis cepat tumbuh produksi baru terlihat pada tahun 1960 yakni sebesar 28,27 m 3 dan tahun 1966 sebesar 10,90 m 3 . Adanya produksi kayu ini karena pada saat itu sudah ada pohon jenis lambat tumbuh dan pohon jenis cepat tumbuh yang tumbuh secara alami sehingga dapat ditebang. Walaupun kegiatan penebangan sudah terjadi, tetapi hasil penebangan hanya sedikit. Hasil tersebut hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri seperti membangun rumah ataupun menyumbang kayu untuk membangun masjid. Pada periode ini, petani yang ingin menjual kayunya biasanya langsung ke pembeli dan ditebang ketika petani benar- benar membutuhkan. Pengusahaan hutan rakyat pada periode tahun 1967 sampai tahun 1998 mulai berkembang dengan ditandai banyaknya petani hutan rakyat yang mulai menanam pohon. Selain itu pada tahun 1990 mulai banyak petani hutan rakyat yang menanam pohon untuk menghasilkan kayu. Para petani juga sudah mengenal jarak tanam dan teknik penjarangan karena pada tahun 1970 penyuluh mulai datang ke petani hutan rakyat. Kegiatan produksi kayu yang dilakukan petani juga mulai banyak. Pohon jenis lambat tumbuh berkembang secara konstan seperti pada tahun 1980 sebesar 15,35 m 3 dan pada tahun 1992 sebesar 12,89 m 3 . Hal ini disebabkan petani hutan rakyat lebih memilih tidak menebang pohon jenis lambat tumbuh karena pertumbuhan pohon yang lama dan membutuhkan perawatan lebih sehingga biaya produksi yang dibutuhkan besar. Pada jenis pohon cepat tumbuh terjadi kenaikan mulai tahun 1975 dan berfluktuasi pada tahun-tahun berikutnya. Ini disebabkan karena pohon jenis cepat tumbuh mempunyai waktu yang cukup cepat untuk ditebang. Pada tahun 1988 terjadi peningkatan yang signifikan yakni sebesar 977,76 m 3 . Hal ini disebabkan karena pada tahun 1970 mulai ada pemasaran yang menyebabkan kayu mulai laku dijual. Selain itu pada tahun selanjutnya terjadi penurunan hasil produksi karena ketersediaan pohon yang ditebang tidak selalu banyak setiap tahunnya. Penebangan kayu yang mulai banyak terjadi menyebabkan makin banyaknya bermunculan para tengkulak. Penjualan kayu terjadi antara petani dan tengkulak dengan cara melihat pohon berdiri. Pada saat itu kebanyakan petani menjual kayunya ke tengkulak karena masih sedikitnya keberadaan sawmill. Namun pada dasarnya petani hutan rakyat menebang pohon ap abila ada kebutuhan saja. Hal ini yang disebut dengan istilah “daur butuh”. Petani hutan rakyat tidak akan menjual pohon kecuali ada keperluan mendesak seperti tahun ajaran baru atau untuk pernikahan. Oleh karena itu, diperlukan adanya koperasi didalam kelompok tani sehingga dapat memperkecil adanya daur butuh. Kegiatan pengolahan hutan rakyat pada periode tahun 1998 sampai tahun 2012 semakin meningkat yang dengan semakin banyaknya petani yang menanam pohon. Penanaman yang dilakukan petani hutan rakyat sudah mulai teratur ditandai dengan banyaknya petani yang mengunakan jarak tanam. Produksi petani hutan rakyat pada periode ini mulai meningkat dengan adanya penebangan yang hampir tiap tahun. Penebangan sudah terjadi sejak tahun 1998 baik untuk pohon jenis lambat tumbuh maupun pohon jenis cepat tumbuh. Pada pohon jenis lambat tumbuh terjadi kenaikan pada tahun 2000 sebesar 137,69 m 3 dan selanjutnya cukup konstan sampai terjadi kenaikan tertinggi pada tahun 2009 sebesar 763,46 m 3 . Hal ini disebabkan karena banyaknya permintaan pohon jenis lambat tumbuh seperti untuk pembuatan palet. Namun pada tahun 2010-2012 terjadi penurunan kemudian konstan. Hal ini disebabkan biaya perawatan pohon jenis lambat tumbuh yang cukup besar sehingga biaya produksi juga besar. Oleh karena itu, petani tidak menebang pohon jenis lambat tumbuh dalam jumlah yang besar. Produksi pohon jenis cepat tumbuh berkembang secara fluktuatif seperti tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 1998 produksi penebangan sebesar 500,52 m 3 , karena harga kayu yang mulai bagus pada tahun 2000 terjadi kenaikan sebesar 1.429,14 m 3 . Tahun-tahun berikutnya terjadi peningkatan dan penurunan produksi secara fluktuatif. Tahun 2011 terjadi kenaikan tertinggi yaitu sebesar 1.460,17 m 3 . Industri sawmill semakin banyak bermunculan di wilayah Bogor Barat pada tahun 2000. Akan tetapi masih banyak petani hutan rakyat yang memilih menjual kayunya ke tengkulak karena letak sawmill yang jauh dari lahan mereka. Letak sawmill yang jauh dianggap petani akan mengeluarkan biaya yang banyak sehingga petani tidak punya pilihan lain untuk menjualnya ke tengkulak. Penjualan pohon ke tengkulak berdasarkan pohon berdiri sehingga apabila pohonnya masih terlalu kecil tidak dihitung. Oleh karena itu diperlukan adanya peran kelompok tani yang didalamnya ada koperasi yang menyediakan alat tebang dan alat angkut. Selain itu, keberadaan penyuluh juga dibutuhkan untuk mengetahui cara penghitungan volume.

7.2 Faktor-faktor Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat