Pengelolaan Perikanan TINJAUAN PUSTAKA

23

2.12. Pola Musim Penangkapan Ikan

Nontji 1987 in Gunawan 2004 menyatakan bahwa pola musim yang berlangsung di suatu perairan dipengaruhi oleh pola arus serta terjadi interaksi yang cukup erat antara udara dan laut. Perubahan cuaca yang mempengaruhi kondisi laut antara lain : angin yang dapat menentukan terjadinya gelombang dan arus permukaan air laut serta curah hujan yang dapat menentukan kadar salinitas air laut. Berdasarkan arah utama angin yang bertiup ke suatu daerah, dikenal istilah musim barat dan musim timur. Di Indonesia dikenal adanya empat musim yang mempengaruhi kegiatan penangkapan, yaitu musim barat, musim timur, musim peralihan awal tahun dan musim peralihan akhir tahun kedua. Musim timur terjadi pada bulan Mei – September dan musim barat pada bulan November – Maret sedangkan pada bulan April dan Oktober mengalami musim peralihan. Selama bulan Maret, angin yang bertiup adalah angin barat tetapi kecepatannya telah berkurang. Memasuki bulan April, arah angin sudah tidak menentu dan pada periode inilah dikenal musim peralihan atau pancaroba awal tahun. Siklus ini berlangsung kembali ketika memasuki bulan Oktober, periode ini dikenal sebagai musim pancaroba akhir tahun Djufri 2002 in Gunawan 2004.

2.13. Pengelolaan Perikanan

Menurut FAO 1997 in Widodo Suadi 2006, pengelolaan perikanan adalah proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi dari aturan- aturan main di bidang ikan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sumber, dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan saat ini menuntut perhatian penuh dikarenakan oleh semakin meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan Widodo Suadi 2006. Secara umum tujuan pengelolaan perikanan dapat dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu biologi, ekologi, ekonomi dan sosial, dimana tujuan sosial mencakup tujuan politik dan budaya. Sedangkan tujuan utama pengelolaan perikanan adalah untuk menjamin hasil tangkapan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu dari berbagai stok ikan resource conservation, terutama melalui berbagai tindakan pengaturan regulations dan pengkayaan enhancement yang meningkatkan kehidupan sosial 24 nelayan dan sukses ekonomi bagi industri yang didasarkan pada stok ikan Widodo 2002. Menurut Boer dan Aziz 2007 bahwa pengelolaan perikanan bertujuan demi tercapainya kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa serta mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada penangkapan ikan. Selain itu, pengelola perikanan memiliki tugas untuk menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan tangkapan maksimum lestari. Pendekatan yang umum digunakan dalam studi pengelolaan sumberdaya perikanan adalah pendekatan struktural atau analitik yaitu pendekatan dengan cara menjelaskan sistem sumberdaya perikanan melalui komponen-komponen yang membentuk sistem tersebut. Komponen-komponen tersebut adalah penambahan, pertumbuhan dan mortalitas. Pendekatan struktural cukup ideal saat ini dan juga termahal serta membutuhkan waktu yang cukup lama, dimana untuk dapat memahami setiap komponen diperlukan penelitian khusus yang beragam, mulai dari aspek biologi hingga aplikasi model-model kuantitatif sebagai alat bantu studi. Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan global yang menjelaskan sistem sumberdaya perikanan tanpa memperhatikan komponen yang membentuknya, melainkan berdasarkan data maupun informasi yang paling mudah dikumpulkan, seperti data tangkapan, upaya tangkap, hasil tangkapan dan nilai hasil tangkapan serta informasi lain yang diperoleh melalui sistem pelaporan kegiatan armada perikanan di pelabuhan, tempat pelelangan ikan atau tempat lain yang telah ditentukan Boer dan Aziz 2007. Menurut Widodo dan Suadi 2006, model pengelolaan perikanan pertama kali disusun dengan berbasis pada data hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Model yang dibangun dari data tersebut dikenal sebagai model hasil tangkapan lestari atau yang lebih dikenal sebagai model maximum sustainable yield MSY. Model MSY memusatkan perhatiannya pada keperluan untuk membatasi aktivitas penangkapan agar dapat meningkatkan hasil tangkapan jangka panjang yang mengarah kepada keadaan yang lestari, berlangsung terus-menerus dan rasional Semua kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan harus ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut : Pada tahap awal, kebijakan harus ditujukan terutama untuk mendorong perkembangan perikanan. Kemudian setelah batas kemampuan potensi, daya dukung dari stok ikan telah tercapai, laju perkembangan harus mulai dikurangi. Selanjutnya, semua kebijakan akan lebih bersifat sebagai usaha 25 pembatasan. Dalam bentuk model yang sederhana, tahapan dan sifat kebijakan yang diperlukan disajikan pada Gambar 3 Widodo Suadi 2006. Gambar 3. Tahapan dan tingkat kebijakan yang diperlukan dalam pengelolaan perikanan Menurut Nikijuluw 2002, pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan seperti : 1 Pembatasan alat tangkap ikan 2 Penutupan daerah penangkapan ikan 3 Penutupan musim penangkapan ikan 4 Pemberdayaan kuota penangkapan ikan yang dialokasikan menurut alat tangkap, kelompok nelayan, atau daerah penangkapan ikan 5 Pembatasan ukuran ikan yang menjadi sasaran operasi penangkapan 6 Penetapan jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan untuk setiap kapal. 2.14. Teluk Banten Perairan Teluk Banten secara geografis terletak pada 05 o 54’30” – 06 o 04’00” LS dan 106 o 04’00” – 106 o 15’00” BT Resmiati et al. 2002. Teluk Banten merupakan perairan yang dangkal dengan luas sekitar 150 km 2 . Pada kawasan ini terdapat beberapa pulau kecil, seperti Pulau Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau 26 Pamujan Besar, Pulau Semut, Pulau Pisang, Pulau Dua, Pulau Tarahan, Pulau Pisang, Pulau Gosong Dadapan, Pulau Kubur, Pulau Tanjung Gundul dan Pulau Lima Tiwi 2004. Perairan Teluk Banten dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat merupakan musim hujan, pada bulan Desember hingga Februari dengan curah hujan tertinggi. Musim timur merupakan musim kemarau. Musim penangkapan ikan di sini pada musim timur Nuraini 2004. Hal ini dikarenakan pada bulan-bulan tersebut terjadi kenaikan hasil tangkapan dibandingkan dengan bulan lainnya, tetapi kadang mengalami pergeseran Ditjen Tangkap-DKP 2011. Secara keseluruhan, perairan Teluk Banten sangat dipengaruhi oleh Laut Jawa yang termasuk dalam WPP712. Suhu air berkisar antara 28-31,5 o C dengan rata-rata 29,5 o C. Salinitas didaerah penangkapan ikan sekitar 28-33,8 ppm dengan salinitas terendah kurang dari 20 ppm yang terjadi pada musim hujan Januari- Februari di perairan dekat muara sungai. Kecerahan disekitar pulau karang di tengah Teluk Banten hingga Pulau Panjang bervariasi berkisar antara 2-10 m. Kecerahan pada musim hujan di kawasan pantai dapatmencapai 10 cm Nuraini 2004. Kedalaman perairan antara 2-13 meter, tetapi pada bagian mulut Teluk dapat mencapai 20 meter Mohamad 2006. 27

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Karangantu yang terletak di Kabupaten Serang, Provinsi Banten Gambar 4. Pengambilan data yang dilakukan adalah pengambilan data sekunder yang dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2011. KOTA CILEGON SERANG 106°150E 106°150E 106°100E 106°100E 106°50E 106°50E 5 °5 S 5 °5 S 5 °5 5 S 5 °5 5 S 6 °0 S 6 °0 S 107°00E 107°00E 106°00E 106°00E 105°00E 105°00E 6 °0 S 6 °0 S PETA LOKASI PENELITIAN © 3 3 6 9 12 1.5 km Skala 1:250.000 LEGENDA DAERAH PENANGKAPAN SUNGAI JALAN DARAT LAUT - PETA ADMINISTRASI BAKOSURTANAL TAHUN 2006 - SURVEI LAPANG 2010 SUMBER DATA : TAHUN PEMBUATAN : 2011 Gambar 4. Peta Teluk Banten

3.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan data sekunder yang meliputi data hasil tangkapan hasil tangkapan ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu dan upaya penangkapan kapal perikanan, alat tangkap dan jumlah nelayan serta keadaan umum Teluk Banten. Selain itu, dilakukan wawancara kepada nelayan yang menangkap ikan kurisi di Teluk Banten sebagai data pendukung untuk mengetahui kegiatan penangkapan ikan kurisi. Proses wawancara terhadap nelayan ikan kurisi dilakukan setelah nelayan selesai mendaratkan hasil tangkapan. Pemilihan responden nelayan dilakukan secara acak.