57 2009 disebabkan kelimpahan ikan yang cenderung menurun karena sudah ditangkap
pada tahun-tahun sebelumnya.
4.2.4. Model surplus produksi
Model surplus produksi merupakan model yang digunakan untuk menentukan tingkat upaya optimum effort optimum, yaitu suatu upaya yang dapat
menghasilkan suatu tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktifitas stok secara jangka panjang, yang bisa disebut dengan hasil tangkapan maksimum
lestari. Model surplus produksi bisa diterapkan bila dapat diperkirakan dengan baik tentang hasil tangkapan total berdasarkan spesies dan atau hasil tangkapan per unit
upaya per spesies dan atau TPSU berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Model produksi yang digunakan dalam menduga potensi
lestari ikan kurisi adalah model Schaefer, Fox, Gulland, Pella dan Tomlinson, Walter dan Hilborn, Schnute dan CYP. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan nilai
estimasi parameter biologi yang berupa tingkat pertumbuhan alami r, koefisien kemampuan penangkapan q dan daya dukung lingkungan K. Ketiga parameter
tersebut tersembunyi didalam nilai a dan b. Nilai r, q dan K diperlukan untuk melihat seberapa besar pengaruh upaya penangkapan terhadap hasil tangkapan,
ketersediaan stok, dan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan. Hasil estimasi parameter biologi tersebut berguna untuk menentukan tingkat produksi
lestari, seperti MSY. Nilai r yang didapatkan memiliki arti bahwa sumberdaya daya ikan kurisi
akan tumbuh secara alami tanpa gangguan dari alam maupun kegiatan manusia. Nilai q memiliki arti bahwa setiap peningkatan satuan upaya penangkapan akan
mempengaruhi peningkatan hasil tangkapan sumberdaya ikan kurisi Sedangkan untuk nilai K memiliki arti bahwa lingkungan mendukung produksi sumberdaya
ikan kurisi dari aspek biologinya, diantaranya kelimpahan, makanan, pertumbuhan populasi dan ukuran ikan. Nilai r, q dan K yang didapatkan pada beberapa model
yang berbeda tersebut memiliki nilai yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan asumsi-asumsi yang digunakan pada masing-masing model juga berbeda.
Berdasarkan analisis potensi sumberdaya ikan kurisi, didapatkan nilai koefisien determinasi R
2
yang berbeda-beda. Nilai R
2
tertinggi terdapat pada
58 model Schnute sebesar 99.61 sedangkan model Schaefer, Fox, Gulland, Pella dan
Tomlinson, Walter dan Hilborn, dan CYP masing-masing memiliki R
2
sebesar 97.19, 96.64, 60.04, 97.21, 42.81 dan 99.15. Selain itu, dilihat dari nilai
uji F, standar error dan VIF terlihat bahwa model Schnute yang paling tepat. Hal ini berarti bahwa model Schnute lebih mewakili untuk menggambarkan dinamika stok
ikan kurisi pada periode 2005-2009 sehingga dalam pengelolaannya menggunakan model Schnute Hasil analisis dari berbagai model tersebut dapat diketahui nilai
potensi lestari serta upaya optimum ikan kurisi di Teluk Banten sehingga dapat ditentukan kapan terjadinya overfishing dengan membandingkan upaya dan hasil
tangkapan setiap tahunnya. Berdasarkan analisis model Schnute, didapatkan nilai upaya penangkapan optimum sebesar 1307 trip per tahun dan nilai jumlah tangkapan
maksimum lestarinya sebesar 157.8846 ton per tahun. Berdasarkan perbandingan antara hasil tangkapan lestari dengan hasil tangkapan aktual, terlihat bahwa pada
tahun 2007 , nilai hasil tangkapan yang diperoleh berada di atas potensi lestarinya yaitu sebesar 161.107 ton per trip serta pada tahun 2005, 2008 dan 2009 jumlah
upaya penangkapan telah melebihi upaya penangkapan optimumnya masing-masing sebesar 2124 trip, 1832 trip, dan 2247 trip.
Upaya penangkapan yang melebihi upaya optimum sebaiknya dilakukan suatu pembatasan upaya penangkapan dan sebaiknya tidak dilakukan penambahan
upaya penangkapan lagi untuk kegiatan penangkapan ikan kurisi di Teluk Banten. Perikanan dalam kondisi upaya tangkap lebih memiliki beberapa indikasi,
diantaranya waktu melaut lebih panjang, lokasi penangkapan lebih jauh, ukuran mata jarrng menjadi kecil, nilai CPUE menurun, ukuran ikan semakin mengecil dan
biaya penangkapan yang meningkat Widodo Suadi 2006. Kondisi upaya tangkap lebih di Teluk Banten diindikasikan dengan waktu melaut yang lebih
panjang, lokasi penangkapan lebih jauh dan nilai TPSU yang menurun 2006-2009. Upaya tangkap lebih dapat diartikan sebagai penerapan sejumlah upaya
penangkapan yang berlebih terhadap suatu stok ikan dan terbagi ke dalam dua pengertian, yaitu penangkapan yang berlebihan yang mempengaruhi pertumbuhan
dan penangkapan yang berlebihan yang mempengaruhi rekruitmen. Penangkapan yang berlebihan mempengaruhi pertumbuhan terjadi apabila upaya begitu tinggi
sehingga tangkapan total menurun dengan bertambahnya upaya. Ikan-ikan
59 tertangkap sebelum mereka dapat tumbuh mencapai ukuran yang cukup besar untuk
dapat mendukung biomassa Sparre Venema 1999. Sedangkan penangkapan yang berlebihan yang mempengaruhi rekruitmen adalah pengurangan melalui
penangkapan terhadap suatu stok sedemikian rupa sehingga jumlah stok induk tidak cukup banyak untuk memproduksi telur yang kemudian menghasilkan rekrut
terhadap stok yang sama Widodo Suadi 2006. Kondisi tangkap lebih yang terjadi pada perikanan kurisi termasuk ke dalam penangkapan yang berlebihan yang
mempengaruhi pertumbuhan sedangkan untuk penangkapan yang berlebihan yang mempengaruhi rekruitmen diperlukan suatu analisis yang lebih lanjut.
4.2.5. Pola musim penangkapan ikan kurisi