Efisiensi Versus Equity TINJAUAN PUSTAKA

38 antar pengguna. Jika organisasi tersebut tidak dapat menciptakan penggunaan yang efisien, maka mekanisme alokasi atas dasar pengguna ini akan memiliki dampak yang kecil terhadap manajemen permintaan. Namun norma sosial yang dimiliki akan mendorong konservasi, apalagi jika terdapat aturan yang mencegah penggunaan yang berlebihan, terdapat monitoring terhadap pelanggaran, dan diterapkannya sangsi. Jika organisasi tersebut menyadari akan pentingnya melakukan konservasi, maka diantara anggota akan terbentuk saling kontrol untuk mentaati upaya menghematan sumberdaya air, sehingga efisiensi dapat tercapai, Kelebihan utama mekanisme alokasi ini adalah adanya fleksibilitas untuk beradaptasi terhadap pola pelayanan air sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Karena mekanisme ini melibatkan partisipasi masyarakat lokal yang lebih mengetahui kondisi lokal, maka pengguna tidak perlu tergantung pada formula alokasi yang bersifat kaku. Mekanisme alokasi ini lebih layak feasible dalam administrasi dan sustainability, serta lebih dapat diterima secara politik. Agar mekanisme alokasi user-based ini dapat berjalan baik diperlukan transparansi struktur kelembagaan. Jika organisasi yang dibangun kurang bisa melibatkan seluruh sektor pengguna, maka mekanisme ini bisa menjadi tidak efektif.

2.3 Efisiensi Versus Equity

Syarat efisiensi yang mendasarkan kriteria alokasi sumberdaya air pada saat marginal benefit sama dengan marginal cost tidak selamanya dapat berjalan karena beberapa alasan. Pertama, pada kondisi dimana disparitas pendapatan tinggi, maka masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak mampu membayar pada harga pasar 39 akan mendapatkan alokasi sumberdaya air lebih sedikit dari pada masyarakat berpenghasilan tinggi. Demikian juga sektor yang menghasilkan nilai produk rendah akan mendapat alokasi sumberdaya air lebih kecil, meskipun produk yang dihasilkannya sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Kedua, penggunaan sumberdaya air tidak dapat disubstitusi dengan barang lain, sehingga konsumen tidak memiliki pilihan choice dalam memenuhi kebutuhannya kepuasan, maka kriteria ekonomi tidak dapat diterapkan. Ketiga, pemenuhan terhadap kebutuhan air merupakan suatu keharusan, tanpa air tidak ada kehidupan, sehingga mendapatkan air merupakan hak. Atas dasar ketiga alasan di atas, maka harus ada kriteria keadilan dalam alokasi sumberdaya air. Kriteria ekonomi perkaitan dengan memaksimumkan kesejahteraan yang dapat dicapai, sedang keadilan berkaitan dengan bagaimana tingkat kesejahteraan yang dicapai tersebut didistribusikan antar anggota masyarakat. Meskipun kebijakan pemerintah selalu menyatakan bahwa sumberdaya air harus dialokasikan secara berkeadilan, namun kebanyakan perhatian lebih terfokus pada mekanisme ekonomi dan pasar untuk menciptakan efisiensi dari perspektif ekonomi, sedang basis yang mendasari apa yang disebut keadilan just, fairness dan pemerataan equity dalam arti siapa yang harus mendapat manfaat dari alokasi sumberdaya air, siapa yang harus menanggung biaya, dan bagaimana setiap keputusan harus diambil, kurang mendapat perhatian. Demikian juga pengembangan konsep teoritis tentang keadilan, fairness, dan pemerataan bagi berbagai pengguna stakeholders yang beragam juga kurang mendapat perhatian. Standar metodologi untuk mengukur keadilan just, fairness dan pemerataan equity sangat sulit karena 3 bentuk alasan; pertama, kata keadilan itu sendiri sering digunakan oleh orang yang kurang bijak untuk merefleksikan kepentingan 40 diri sendiri self interest, tidak memiliki arti intrinsik, kedua, bersifat subjektif sehingga tidak dapat dianalisis secara ilmiah, dan ketiga, tidak ada teori yang rational tentang equity sehingga tidak eksis dari sudut pandang akademik Syme, G.J. et. Al., 1999 Rasinski 1987 dalam Syme et. all. 1999 menyatakan bahwa dalam konteks kesejahteraan masyarakat, equity memiliki dua komponen yaitu proportionality dan egalitarianism. Komponen proportionality mengandung arti bahwa seseorang harus menerima sesuatu sesuai dengan usaha, pengorbanan dan prestasi atau pencapaiannya. Sedang egalitarian berarti seseorang haruslah diperlakukan sama. Dalam praktek, kedua komponen tersebut dapat digunakan, namun dapat dengan penekanan yang berbeda. Prosedural justice menurut Lind 1988 dalam bukunya berjudul “The Social Phylosophy of Procedural Justice” lebih terfokus pada karakteristik proses pengambilan keputusan yang membuat keadilan dapat tercipta bagi orang-orang yang vurnerable terhadap konsekuensi dari keputusan tersebut. Secara umum “procedural justice” dapat berupa suara atau perasaan untuk mendapat kesempatan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Sedang distributive justice merupakan konsep yang berhubungan dengan evaluasi apakah hasil outcome dari pengambilan keputusan tersebut adil untuk seluruh stakeholder. Dalam hal ini equity dan distributive justice merupakan konsep yang hampir mirip, dimensi equity merupakan dasar bagi akses individu terhadap sumberdaya, terlepas apakah distributive justice tercapai atau tidak. UU Republik Indonesia no. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya air dalam pasal 2 menyebutkan bahwa: Sumberdaya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, dan 41 kemandirian. Selanjutnya dalam pasal 5, dinyatakan bahwa Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat bersih, dan produktif. Konsep alokasi sumberdaya air yang efisien dan berkeadilan dalam penelitian ini diartikan sesuai dengan pendapat Perry 1997 yaitu, bahwa sampai pada tingkat tertentu air adalah barang publik, masyarakat berhak atas alokasi sumberdaya air setidaknya sampai pada kebutuhan minimum, setelah itu alokasi sumberdaya air diserahkan pada mekanisme pasar. Pada kasus pemenuhan kebutuhan air untuk rumahtangga dalam penelitian ini, keadilan alokasi sumberdaya air diartikan bahwa seluruh rumahtangga, terlepas dari kemampuannya untuk membeli air, harus mendapat hak dasar untuk memperoleh pelayanan air. Demikian juga untuk kepentingan memproduksi pangan sektor pertanian, alokasi sumberdaya yang berkeadilan dapat diartikan sebagai terpenuhinya kebutuhan minimal bagi tanaman untuk dapat tumbuh dan menghasilkan, terlepas dari kemampuan petani untuk membayar dengan harga sesuai di pasar. Untuk memenuhi hak tersebut mengharuskan pemerintah untuk memberi subsidi, atau memberi secara cuma-cuma, atau memberlakukan struktur harga yang berbeda atas dasar pendapatan. Dalam model alokasi sumberdaya yang dibangun, ketentuan ini direfleksikan dalam bentuk konstrain.

2.4 Penelitian Terdahulu