Alokasi Sumberdaya Air pada Level Rumahtangga dan Individu

196 dengan asumsi tingkat discount rate 6 dan pertumbuhan ekonomi riil disajikan pada Tabel 48. Tabel 48. Distribusi dan Proporsi Total Konsumsi Air Tanah Menurut Kebijakan dan Sektor Pengguna di Pulau Lombok, Tahun 2010-2025. SEKTOR PENGGUNA STATUS QUO Juta m 3 SWASEMBADA Juta m 3 KUOTA EKSTRAKSI AIR TANAH Juta m 3 URBAN SERVICE 5 845.9518 17.43 5 845.9518 13.35 5 845.9520 33.16 PERTANIAN 3 497.7627 10.43 3 404.5656 7.77 2 943.4620 16.66 INDUSTRI 3.6128 0.02 0.6659 0.1 0.5131 0.1 PARIWISATA 24 165.3906 72.03 34 551.1934 78.84 8 841.3890 50 Jumlah 33 540.6043 100 43 823.4946 100 17 681.1400 100 Berbeda dengan konsumsi air permukaan yang didominasi oleh penggunaan sektor pertanian, penggunaan air tanah didominasi oleh sektor pariwisata 50- 78.8, terutama untuk penggunaan di perhotelan, kemudian berikutnya adalah untuk urban service 13.35 -33.16 terutama sebagai bahan baku air minum kemasan. Sektor pertanian hanya mengkonsumsi 7.8-16.7, untuk mengairi lahan-lahan yang tidak tersedia jaringan irigasi air permukaan.

7.1.3 Alokasi Sumberdaya Air pada Level Rumahtangga dan Individu

Secara umum alokasi sumberdaya air pada setiap jenis kebutuhan mengalami penurunan seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini dikarenakan makin meningkatnya jumlah pengguna dan makin meningkatnya index permitaan seiring dengan makin tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi, sementara ketersediaan sumberdaya relatif tidak berubah. Gambar 15 memberi gambaran alokasidistribusi 197 Gambar 15. Konsumsi Air PDAM pada Level Rumahtangga di 4 Wilayah SSWS Pulau Lombok, Tahun 2010-2025 5 10 15 20 25 30 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Dodokan 29.72 28.30 26.96 25.67 24.45 23.28 22.18 21.12 20.11 19.16 18.24 17.37 16.55 15.76 15.01 14.29 Jelateng 15.19 14.33 13.52 12.75 12.03 11.35 10.71 10.10 9.531 8.992 8.483 8.002 7.549 7.122 6.719 6.339 Menanga 27.59 25.93 24.37 22.91 21.53 20.23 19.02 17.87 16.80 15.79 14.84 13.94 13.10 12.32 11.57 10.88 Putih 27.86 26.45 25.11 23.84 22.63 21.48 20.39 19.36 18.38 17.44 16.56 15.72 14.92 14.17 13.45 12.77 K O N SU M SI A IR P D A M M 3 B LN 198 sumberdaya air optimal untuk penggunaan domestik urban services selama horizon waktu 2010-2025 untuk 4 wilayah SSWS. Secara umum alokasi air untuk kebutuhan domestik rumahtangga wilayah dodokan lebih tinggi dari SSWS lainnya, kecuali untuk air sumur. Pada awal periode, alokasi optimal air PDAM untuk rumahtangga di SSWS Dodokan sebagai contoh sebesar 29.7 m 3 per bulan atau setara dengan 7.86 m 3 per kapita per bulan. Jumlah ini masih sedikit lebih besar dari konsumsi rata-rata riil pada saat ini yang hanya mencapai 6.79 m 3 Konsumsi air sumur Gambar 16 sebaliknya, pemenuhan kebutuhan air wilayah SSWS Jelateng sangat tergantung pada pemenuhan dari sumber air tanah. Tingkat konsumsinya memiliki kecenderungan semakin meningkat, dari 28.5 m per kapita per bulan. Konsumsi air PDAM di wilayah SSWS Menanga dan Putih relatif sama dan jumlahnya sedikit di bawah tingkat konsumsi rumahtangga di wilayah SSWS Dodokan. Konsumsi air PDAM wilayah SSWS hanya berkisar 50 dari konsumsi rumahtangga SSWS Dodokan. 3 per rumahtangga per bulan pada tahun 2010 menjadi 31.4 m 3 per rumahtanggabulan pada tahun 2025. Meningkatnya penggunaan air sumur dikarenakan pada masa mendatang pemenuhan kebutuhan air PDAM secara relatif semakin berkurang dan peningkatan kapasitas memerlukan investasi yang relatif besar, sehingga air sumur menjadi alternatif yang lebih murah dan mudah. Kebutuhan air sumur ketiga SSWS lainnya relatif sama berkisar 22 – 25 m 3 Alokasi kepada perusahaan air minum kemasan membuat perusahaan mampu menyediakan layanan air minum kemasan baik dalam bentuk galon, botol maupun gelas sebesar 71 liter per rumahtangga per bulan atau setara dengan 18.8 liter per kapita di wilayah SSWS Dodokan Gambar 17. Tingkat alokasi ini masih per bulan. 199 Gambar 16. Konsumsi Air Sumur pada Level Rumahtangga di 4 Wilayah SSWS Pulau Lombok, Tahun 2010-2025 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Dodokan 24.48 24.72 24.94 25.14 25.32 25.49 25.64 25.78 25.91 26.02 26.13 26.22 26.31 26.38 26.45 26.51 Jelateng 28.72 29.01 29.28 29.53 29.76 29.97 30.18 30.36 30.54 30.70 30.85 30.98 31.11 31.23 31.34 31.44 Menanga 25.65 25.71 25.76 25.80 25.85 25.89 25.93 25.96 26.00 26.03 26.06 26.09 26.11 26.14 26.16 26.18 Putih 22.47 22.67 22.87 23.04 23.21 23.36 23.50 23.63 23.75 23.86 23.96 24.06 24.14 24.22 24.29 24.36 5 10 15 20 25 30 35 K o n su ms i A ir S imu r m3 R T B u la n 200 Gambar 17. Konsumsi Air Minum dalam Kemasan pada Level Rumahtangga di 4 Wilayah SSWS Pulau Lombok, Tahun 2010-2025 10 20 30 40 50 60 70 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Dodokan 60.2 56.1 52.3 48.7 45.4 42.2 39.3 36.5 34 31.6 29.3 27.2 25.2 23.4 21.7 20.1 Jelateng 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 Menanga 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 Putih 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 K o n su ms i a ir mi n u m k e ma sa n l it e r R t b ln 201 lebih tinggi dari konsumsi riil tahun 2010 yakni sebesar 10.18 liter per kapita per bulan, namun di akhir periode 2025 alokasinya hanya mencapai 24 liter per rumahtangga atau 6.3 liter per kapita per bulan. Konsumsi air minum kemasan di wilayah SSWS Jelateng, Menanga dan Putih masih sangat kecil, rata-rata hanya mencapai 6 liter per rumahtangga per bulan. Rendahnya tingkat konsumsi air minum kemasan di 3 wilayah ini disebabkan wilayah ini perekonomiannya belum sebaik wilayah SSWS Dodokan, ibu rumahtangga masih banyak yang bekerja di rumah bukan wanita karir sehingga pemenuhan kebutuhan air minumnya masih banyak dipenauhi dari sumber air sumur dan air PDAM. Tabel 49. Alokasi Air Permukaan Surface Water untuk Sektor Pertanian, Industri, dan Pariwisata di Pulau Lombok, Tahun 2010 – 2025 A L O K A S I A I R P E R M U K A A N TAHUN SEKTOR PERTANIAN SEKTOR INDUSTRI SEKTOR PARIWISATA Padi M 3 Jagung ha M 3 Kedelai ha M 3 Kc. Tanah ha M3ha Ind. Pangan M 3 Ind. Non Pangan RT M 3 Hotel RT M3hr Rmh. Makan M3kjg 2010 8 619.100 563.649 60.840 265.324 0.048 0.001 0.001 0.042 2011 8 486.646 559.653 60.120 262.457 0.046 0.001 0.001 0.042 2012 8 356.224 555.686 59.409 259.620 0.044 0.001 0.001 0.042 2013 8 227.805 551.747 58.705 256.814 0.042 0.001 0.001 0.042 2014 8 101.357 547.836 58.011 254.039 0.040 0.001 0.001 0.042 2015 7 976.850 543.953 57.324 251.294 0.038 0.001 0.001 0.042 2016 7 854.254 540.098 56.645 248.578 0.036 0.001 0.001 0.042 2017 7 733.540 536.270 55.975 245.892 0.034 0.001 0.001 0.042 2018 7 614.679 532.470 55.313 243.235 0.032 0.001 0.001 0.042 2019 7 497.643 528.696 54.658 240.607 0.031 0.001 0.001 0.042 2020 7 382.403 524.949 54.011 238.007 0.029 0.001 0.001 0.042 2021 7 268.933 521.229 53.372 235.436 0.028 0.001 0.001 0.042 2022 7 157.204 517.536 52.741 232.892 0.026 0.001 0.001 0.042 2023 7 047.191 513.869 52.117 230.376 0.025 0.001 0.001 0.042 2024 6 938.866 510.228 51.500 227.887 0.024 0.001 0.001 0.042 2025 6 968.358 468.526 44.650 200.058 0.022 0.001 0.001 0.038 Keterangan: RT = Rumahtangga Kjg = Kunjungan 202 Pemenuhan kebutuhan air untuk sektor pertanian, industri dan pariwisata juga mengalami penurunan seiring dengan waktu. Tabel 49 dan 50 memberi ilustrasi alokasi air permukaan dan air tanah pada setiap sektor. Pemenuhan kebutuhan irigasi optimal air permukaan usahatani padi sebesar 8 619 m 3 per hektar selama masa pertanaman umur padi diasumsikan 86 hari, sedikit lebih rendah dibandingkan alokasi yang selama ini dilakukan Dinas Kimpraswil, yakni sebesar 8 910 m 3 Tabel 50. Alokasi Air Tanah Ground Water untuk Sektor Pertanian, Industri, dan Pariwisata di Pulau Lombok, Tahun 2010 – 2025 per hektar. TAHUN ALOKASI AIR TANAH SEKTOR PERTANIAN SEKTOR INDUSTRI SEKTOR PARIWISATA Padi M 3 Jagung ha M 3 Kedelai ha M 3 Kc Tanah ha M 3 Ind. Pangan ha M 3 Ind. Non Pangan RT M 3 Hotel RT M3hr Rumah Makan M3Kjg 2010 322.985 805.793 110.662 458.007 0.048 0.001 0.491 0.001 2011 317.507 798.783 109.055 451.935 0.046 0.001 0.491 0.001 2012 312.118 791.828 107.470 445.937 0.044 0.001 0.491 0.001 2013 306.819 784.926 105.907 440.014 0.041 0.001 0.491 0.001 2014 301.606 778.079 104.365 434.164 0.039 0.001 0.491 0.001 2015 296.480 771.285 102.844 428.387 0.037 0.001 0.490 0.001 2016 291.438 764.545 101.344 422.681 0.035 0.001 0.490 0.001 2017 286.479 757.857 99.865 417.046 0.033 0.001 0.490 0.001 2018 281.601 751.221 98.406 411.481 0.031 0.001 0.489 0.001 2019 276.805 744.637 96.966 405.985 0.029 0.001 0.489 0.001 2020 272.087 738.105 95.547 400.558 0.027 0.001 0.489 0.001 2021 267.447 731.624 94.147 395.198 0.025 0.001 0.489 0.001 2022 262.884 725.194 92.766 389.905 0.023 0.001 0.489 0.001 2023 258.396 718.815 91.404 384.678 0.021 0.001 0.489 0.001 2024 253.982 712.486 90.061 379.516 0.019 0.001 0.488 0.001 2025 113.075 710.119 83.098 373.694 0.017 0.001 0.437 0.001 Keterangan: RT = Rumahtangga Kjg = Kunjungan Meningkatnya kompetisi telah menurunkan alokasi air irigasi sebesar 19.2 selama kurun waktu 16 tahun atau rata-rata 1.2 per tahun. Alokasi air untuk tanaman palawija juga mengalami penurunan, alokasinya jauh lebih kecil dari 203 usahatani padi, karena selain memang palawija lebih sedikit memerlukan air, tanaman ini memanfaatkan sisa kelembaban tanah usahatani padi. Irigasi air tanah menunjukkan tren yang sama, pada level alokasi yang jauh lebih rendah disebabkan masih minimnya infrastruktur irigasi air pompa. Industri pangan memperoleh alokasi sebesar 48 liter per bulan per rumahtangga konsumen industri pangan. Dalam penelitian ini industri pangan diwakili oleh industri tahu dan tempe, dimana untuk menghasilkan 1 kg tahu atau tempe diperlukan air sebesar 12 liter, sehingga air yang dialokasikan mampu memenuhi 4 kg atau sekitar 1.1 kg per kapita per bulan tahu dan tempe. Kemampuan penyediaan pangan ini akan terus menurun hingga 50 pada tahun 2025. Industri non pangan diwakili oleh usaha batu bata, genteng dan gerabah. Level aktivitas industri non pangan sebesar 0 liter, berarti bahwa sektor ini tidak dirokemendasikan untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan nilai air yang dihasilkan dari kegiatan ini sangat rendah dibandingkan kegiatan ekonomi lainnya. Alokasi air untuk Sektor Pariwisata menunjukkan bahwa perhotelan lebih menguntungkan dengan menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhan airnya, sedang rumah makan menggunakan air permukaan air PDAM. Hal ini selain dikarenakan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk ekstraksi 1 m 3 air tanah Rp 1643 jauh lebih kecil dibandingkan harga air PDAM Rp 5 000 untuk pemakaian 30 m 3 , juga karena dengan menggunakan air tanah pasokan air untuk kebutuhan hotel lebih pasti dan dapat dikontrol secara langsung oleh pihak manajemen hotel. Penggunaan air optimal setiap tamu per hari atau 1 kali datang sebesar 0.49 m3 untuk hotel, dan 42 liter untuk rumah makan. Meskipun jumlah penggunaan air menurun, namun tidak signifikan jumlahnya. 204

7.2 Stok Akhir Air Tanah