Sektor Pariwisata Profil Pengguna Sumberdaya Air di Pulau Lombok

141 Rata-rata produksi gerabah sebesar 2 880 410 unit per tahun dengan harga rata-rata sebesar Rp 11 600. Kebutuhan air per unit produk bervariasi tergantung ukuran produk atau jumlah bahan baku yang digunakan, berkisar antara 1–15 liter per unit atau rata-rata 7 liter per unit, sehingga kebutuhan air untuk seluruh kerajinan gerabah diprediksi sebesar 20 163 m P 3 P per tahun. Kebutuhan air untuk kerajinan lainnya hanya terbatas untuk merendam dan mencuci bahan baku yang digunakan seperti merendam bambu, rumput mendong, rumput ketak, dan lainnya, dengan kebutuhan rata-rata 10 liter per unit produk, maka kebutuhan air untuk industri kerajinan non gerabah untuk menghasilkan 12 468 138 unit produk sebesar 124 681 m P 3 P per tahun. Total kebutuhan air untuk industri kerajinan sebesar 144 844 m P 3 P per tahun. Kebutuhan total sektor industri menurut jenis industri dan wilayah SSWS disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Kebutuhan Air Pada Setiap Jenis Industri di Pulau Lombok, Tahun 2009 Jenis Industri SSWS Dodokan m P 3 P th SSWS Jelateng m P 3 P th SSWS Menanga m P 3 P th SSWS Putih m P 3 P th Total m P 3 P th Pangan 149 457 3 032 58 643 1 544 212 676 Sandang - - - - - Kimia dan bangunan 464 423 3 643 82 215 2 264 585 545 Logam dan Elektronika 15 359 - 9 773 2 633 27 766 Kerajinan 90 365 1 207 44 482 8 790 144 844 Jumlah 719 604 7 882 195 113 15 231 970 831

5.3.4 Sektor Pariwisata

Sektor pariwisata menjadi andalan baru bagi pembangunan ekonomi Propinsi Nusa Tenggara Barat, terutama sejak dibukanya kawasan wisata Pantai Senggigi yang memacu cepatnya pertumbuhan pembangunan hotel dan restaurant serta meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, dan meningkatkan penerimaan devisa. Jumlah hotel, restaurant, wisatawan yang dihasilkan disajikan pada Tabel 30. 142 Tabel 30. Jumlah Hotel, Kamar, dan Wisatawan di Pulau Lombok, Tahun 2009 SSWS Hotel Berbintang Hotel Melati Total Okupasi Jml Htl Jml Kmr Wisatawan Jml Okupasi Jml Htl Jml Kmr Wisatawan Jml Okupasi Dodokan 25 1 661 178 961 715 844 117 2 206 74 027 296 108 1 011 952 Jelateng 3 219 63 619 254 476 18 242 13 810 55 240 309 716 Menanga 20 213 13 944 55 776 55 776 Putih 4 223 28 862 115 448 115 875 67 314 269 256 384 704 Jumlah 32 2 103 271 442 1 085 768 270 3 536 169 095 676 380 1 762 148 Sumber: Dinas Pariwisata Propinsi Nusa Tenggara Barat, 2010 Lokasi baik hotel berbintang maupun hotel melati sebagian besar terletak SSWS Dodokan dan Putih, dimana kedua daerah SSWS tersebut terdapat pusat- pusat wisata, terutama wisata pantai. Pantai Senggigi yang terletak di pantai Barat Pulau Lombok merupakan pusat wisata terramai dengan jumlah hotel berbintang cukup banyak, seperti Senggigi Beach, Sheraton, Holiday Inn, Intan Laguna, Jayakarta dan lainnya. Sedang di wilayah SSWS Putih terdapat 3 Gili kecil Air, Terawangan, dan Meno dengan taman laut yang indah dan tempat favorit wisatawan asing untuk berjemur, sehingga usaha perhotelan dan rumah makan tumbuh subur di kawasan ini. Selain wisata pantai SSWS Putih juga memiliki wisata gunung di Desa Senaru, memiliki air terjun tertinggi di Pulau Lombok. SSWS Jelateng juga memiliki daerah wisata dengan panorama pantai yang indah, seperti Pantai Kuta, dan Selong Belanak di Bagian Selatan Kabupaten Lombok Tengah, dan Pantai Sekotong di Kabupaten Lombok Barat Bagian Selatan. Namun karena lokasinya yang cukup jauh dari Kota Mataram dan masih terbatasnya infrastruktur terutama untuk ke Pantai Selong Belanak, menyebabkan pengembangan kawasan wisata di daerah ini relatif lamban. Namun pada masa mendatang, dengan dipindahkannya lapangan udara ke Tanak Awu Kabupaten Lombok Tengah, maka pengembangan wisata di daerah ini memiliki peluang besar. 143 Jumlah wisatawan yang menginap di Pulau Lombok mencapai 440 537 orang per tahun, 87.27 dari wisatawan Propinsi Nusa Tenggara Barat, dengan rata rata tinggal selama 4 hari untuk wisatawan asing, dan 4.3 hari untuk wisatawan domestik. Rata-rata pengeluaran wisatawan asing sebesar 80 US per hari, sedang wisatawan domestik sebesar Rp 370 000 per hari. Devisa yang dihasilkan dari sektor pariwisata sebesar Rp 1.3678676 Triliun per tahun. Penggunaan air hotel meliputi penggunaan untuk kolam renang, restoran, mandi dan perawatan hotel. Sumber utama air yang digunakan di hotel adalah air sumur dalam yang dibangun oleh perusahaan. Hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi air hotel berbintang dan melati berturut sebesar 11 311 m P 3 P dan 1 . 387 m P 3 P per hotel per tahun, sehingga kebutuhan total air untuk perhotelan sebesar 746 442 m P 3 P per tahun. Hasil survey juga menunjukkan bahwa raata-rata kebutuhan air wisatawan sebesar 0.46 m P 3 P per orang per hari, dengan rata-rata menginap 4 hari, maka kebutuhan air untuk hotel sebesar 704 859 m P 3 P per tahun. Perbedaan total kebutuhan ini disebabkan oleh penggunaan air untuk perawatan lingkungan hotel. Kebutuhan air untuk hotel pada setiap wilayah SSWS disajikan pada Tabel 31 Tabel 31. Kebutuhan Air Hotel berbintang dan Melati di Pulau Lombok, Tahun 2010 No SSWS Hotel Berbintang m P 3 P tahun Hotel melati m P 3 P tahun Total m P 3 P tahun 1 Dodokan 282 775 162 279 445 054 2 Jelateng 33 933 24 966 58 899 3 Menanga - 27 740 27 740 4 Putih 45 244 159 505 204 749 J u m l a h 361 952 374 490 736 442 Kebutuhan air perhotelan banyak dipenuhi dari penggunaan air tanah, meskipun ada sebagian yang juga menggunakan air PDAM. Hal ini dapat 144 dimaklumi karena tarif air PDAM untuk perhotelan dengan penggunaan di atas 30 m P 3 P sebesar Rp 5000 per m P 3 P , sedang biaya ekstraksi air tanah rata-rata ditambah pajak penggunaan air tanah hanya sebesar Rp 1643 per m3. Selisih harga atau biaya sebesar Rp 3 357 per m P 3 P merupakan insentif yang cukup besar bagi perhotelan untuk membangun infrastruktur sumur dalam untuk melakukan ekstraksi air tanah. Seiring dengan perkembangan jumlah wisatawan, jumlah restoran sebagai penunjang pembangunan sektor pariwisata juga terus meningkat, baik dalam unit maupun tempat duduk yang disediakan Tabel 32. Seperti halnya hotel, jumlah restoran terbanyak juga terdapat di wilayah SSWS Dodokan. Sebagai penunjang sektor pariwisata, perkembangan restoran juga mengikuti perkembangan pariwisata. Berbeda dengan hotel yang tumbuh cukup baik di wilayah SSWS Menanga dan Putih, restoran tidak cukup tumbuh di wilayah ini. Tabel 32. Jumlah Restoran, Meja dan Tempat Duduk di Pulau Lombok, Tahun 2009. NO SSWS J U M L A H U N I T M E J A TMPT. DDK PENGUNJUNG 1 Dodokan 290 2 556 9 847 3 544 920 2 Jelateng 43 501 2 003 721 080 3 Menanga 46 183 729 262 440 4 Putih 33 353 1 374 494 640 Jumlah 412 3 593 13 953 5023080 Sumber: Dinas Pariwisata Propinsi Nusa Tenggara Barat, 2010 . Berbeda dengan perhotelan yang sebagian besar memenuhi kebutuhan airnya dari sumur dalam, rumah makan menggunakan air sumur dangkal dan PDAM sebagai sumber pemenuhan kebutuhan airnya. Hasil survey menunjukkan bahwa kebutuhan air rata-rata rumah makan sebesar 1 179 m P 3 P per tahun, sehingga total kebutuhan air untuk rumah makan mencapai 485 748 m P 3 P per tahun, dengan rincian 341 910 m P 3 P untuk wilayah SSWS Dodokan, 50 697 m P 3 P untuk wilayah SSWS Jelateng, 54 234 m P 3 P untuk wilayah SSWS Menanga, dan 38 907 m P 3 P untuk wilayah 145 SSWS Putih. Atas dasar perhitungan kebutuhan air untuk perhotelan dan rumah makan di atas, maka kebutuhan air untuk sektor pariwisata sebesar 1 232 190 m P 3 P per tahun. Berdasarkan perhitungan kebutuhan air pada setiap sektor dan sub sektor di atas maka kebutuhan air untuk seluruh sektor ekonomi disajikan pada Tabel 33. Terlihat bahwa sektor pertanian mengkonsusi air terbanyak, kemudian urban services di urutan kedua, disusul industri dan pariwisata. Tabel 33. Rekapitulasi Kebutuhan Air di Pulau Lombok, Tahun 2009 N o. Sektor Sub Sektor Dodokan Jelateng Menanga Putih Total P. Lombok 1. Urban Services PDAM Sumur Air Kemasan 82 799 671 33 461 704 49 182 582 155 385 2 806 015 - 2 806 015 - 19 846 088 4 817 469 15 028 619 - 7 904 367 - 7 902 255 2 112 113 356 141 38 279 173 74 919 471 157 497 2. Pertanian Padi Sawah Jagung Kedelai Kcng. Tanah 1 029 809 681 956 307 371 42 384 440 13 030 570 18 087 300 181 796 979 105 391 189 16 224 410 51 371 180 8 810 200 469 943 331 404 883 001 60 425 840 2 582 160 2 052 330 114 753 912 111 920 727 165 765 2 608 550 58 870 1 797 303 893 1 578 502 278 119 200 455 70 592 460 29 008 700 3. Industri Pangan Non Pangan 838 822 268 075 570 747 43 289 5 439 37 850 241 655 105 185 136 470 16 456 2 769 13 687 1 140 222 381 468 758 754 4. Pariwisata Perhotelan Restoran 786 964 445 054 341 910 109 596 58 899 50 697 81 974 27 740 54 234 243 656 204 749 38 907 1 192 190 736 442 485748 Total 1 114 235 138 184 755 879 490 113 048 122 918 391 1 912 992 446 5.3.5 Kebutuhan Air untuk Lingkungan Kebutuhan air untuk lingkungan Environmental Flows menggambarkan jumlah, waktu timing dan kualitas air yang dibutuhkan untuk menjaga kelestarian air bersih freshwater, ekosistem estuarine, kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya yang kelangsungan hidupnya tergantung pada ekosistem tersebut. Tidak ada aturan baku berapa air yang harus dialirkan untuk lingkungan, besarnya sangat tergantung pada kondisi lingkungan suatu wilayah, dan keputusan stakeholder 146 tentang karakteristik dan kesehatan lingkungan pada masa depan yang diinginkan oleh suatu masyarakat. Beberapa metode telah dikembangkan di beberapa negara untuk mendefinisikan kebutuhan aliran untuk lingkungan ini diantaranya metode “Look-up tables , Desk Top Analysis, Functional Analysis, Habitat Modelling, dan beberapa metode lainnya Dayson, M., et al., 2003: Smakhtin, V.U. 2002; Smakhtin, V. et al., 2004. Secara umum besarnya environmental flows ditetapkan sebesar 10 dari rata-rata aliran global untuk kualitas aliran rendah poor flows, 30 untuk kualitas aliran moderat satisfactory flows, dan 60 untuk kualitas aliran bagus excellent flows. Berdasarkan pertimbangan di atas, dalam model alokasi sumberdaya air di Pulau Lombok ini, ditetapkan enfironmental flows sebesar 20 dari debit air permukaan. Meskipun besarnya aliran ini masih lebih kecil dari kondisi moderat namun aliran balik dari sisa penggunaan seluruh sektor akan menambah jumlah aliran ini. 5.4 Kelembagaan Sumberdaya Air 5.4.1 Kebijakan Nasional