Konsumsi Air Pada Level Sektor Produksi

194 ekstraksi air tanah pada pertumbuhan ekonomi riil mencapai 2.81 milyar m 3 per tahun, lebih rendah dibandingkan tingkat ekstraksi pada tingkat pertumbuhan ekonomi 2 dimana jumlahnya hanya mencapai 2.83 milyar m 3 per tahun. Gambar 14. Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Ekonomi terhadap Konsumsi Air Tanah. Asumsi: Kebijakan Status Quo, Discount Rate 6 Tingkat ekstraksi air tanah pada tingkat pertumbuhan riil mengalami penurunan sepanjang tahun dengan laju penurunan yang semakin menurun, sehingga mendekati tingkat rechargenya pada akhir periode tahun 2025.

7.1.2 Konsumsi Air Pada Level Sektor Produksi

Besarnya konsumsi air pada level sektor produksi ditentukan oleh besarnya nilai air yang dihasilkan oleh masing-masing sektor, kecuali jika diatur khusus dalam kendala. Alokasi sumberdaya air setiap sektor pengguna pada kebijakan status quo, swasembada pangan, dan pembatasan ekstraksi air tanah total dengan asumsi tingkat discount rate 6 dan pertumbuhan ekonomi riil disajikan pada Tabel 47. 500 1000 1500 2000 2500 3000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 ECG_RIIL ECG_2 195 Tabel 47. Distribusi dan Proporsi Total Konsumsi Air Permukaan Menurut Kebijakan dan Sektor Pengguna di Pulau Lombok, Tahun 2010-2025. SEKTOR PENGGUNA STATUS QUO Juta m 3 SWASEMBADA Juta m 3 KUOTA EKSTRAKSI AIR TANAH Juta m 3 URBAN SERVICE 623.1328 1.34 623.1328 1.34 622.7632 1.34 PERTANIAN 25 093.1705 53.76 23 884.7294 51.18 25 647.4708 54.95 INDUSTRI 7.0030 0.02 9.9501 0.02 10.1026 0.02 PARIWISATA 6 041.3480 12.94 8 637.7984 18.51 2 210.3470 4.735 ALIRAN LINGK. 9 334.4000 20.00 9 334.4000 20.00 9 334.4000 20.00 SISA ALOKASI 5 572.9400 11.94 4 181.9900 8.96 8 846.5460 18.95 Jumlah 46 672.0000 100.00 46 672.0000 100.00 46 672.0000 100.00 Tabel 47 menunjukkan bahwa sektor pertanian mengkonsumsi air tertinggi pada seluruh jenis kebijakan, berkisar antara 23.8–25.6 milyar m 3 51.18 - 54.95 selama kurun waktu 16 tahun, atau rata-rata sebesar 1.5–1.6 milyar m 3 per tahun. Konsumsi air sektor pariwisata menduduki urutan kedua, distribusi air mencapai 2.210 milyar m 3 selama kurun waktu 16 tahun, atau 0.5–1 milyar m 3 Seperti halnya pada konsumsi air permukaan pada level sektor produksi, besarnya konsumsi air tanah pada level sektor produksi ditentukan oleh besarnya nilai air yang dihasilkan oleh masing-masing sektor, kecuali jika diatur khusus dalam kendala. Alokasi sumberdaya air tanah setiap sektor pengguna pada kebijakan status quo, swasembada beras, dan pembatasan total ekstraksi air tanah per tahun. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa perekonomian propinsi Nusa Tenggara Barat sangat tergantung pada dua sektor ini. 196 dengan asumsi tingkat discount rate 6 dan pertumbuhan ekonomi riil disajikan pada Tabel 48. Tabel 48. Distribusi dan Proporsi Total Konsumsi Air Tanah Menurut Kebijakan dan Sektor Pengguna di Pulau Lombok, Tahun 2010-2025. SEKTOR PENGGUNA STATUS QUO Juta m 3 SWASEMBADA Juta m 3 KUOTA EKSTRAKSI AIR TANAH Juta m 3 URBAN SERVICE 5 845.9518 17.43 5 845.9518 13.35 5 845.9520 33.16 PERTANIAN 3 497.7627 10.43 3 404.5656 7.77 2 943.4620 16.66 INDUSTRI 3.6128 0.02 0.6659 0.1 0.5131 0.1 PARIWISATA 24 165.3906 72.03 34 551.1934 78.84 8 841.3890 50 Jumlah 33 540.6043 100 43 823.4946 100 17 681.1400 100 Berbeda dengan konsumsi air permukaan yang didominasi oleh penggunaan sektor pertanian, penggunaan air tanah didominasi oleh sektor pariwisata 50- 78.8, terutama untuk penggunaan di perhotelan, kemudian berikutnya adalah untuk urban service 13.35 -33.16 terutama sebagai bahan baku air minum kemasan. Sektor pertanian hanya mengkonsumsi 7.8-16.7, untuk mengairi lahan-lahan yang tidak tersedia jaringan irigasi air permukaan.

7.1.3 Alokasi Sumberdaya Air pada Level Rumahtangga dan Individu