5.1.4 Preferensi Masyarakat terhadap RTH Pendukung Pelestarian Kalong
Persepsi manusia akan timbul melalui keadaan lingkungan disekitarnya. Manusia sebagai bagian dari masyarakat merupakan komponen dari perencanaan.
Porteous 1977 menyatakan terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap RTH yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Salah satu
faktor individu adalah tempat tinggal dan faktor lingkungan adalah kondisi RTH pada suatu wilayah. Persepsi masyarakat akan dipengaruhi oleh tempat tinggal
yang memiliki kondisi RTH yang berbeda. Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas jenis
kelamin, usia, pendidikan, tempat tinggal dan pekerjaan. Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner didapat 30 responden. Diharapkan dengan mengetahui
karakteristik responden akan dapat diketahui hubungan tiap karakteristik dengan jawaban responden terhadap RTH yang sesuai dengan habitat kalong.
Kuisioner dibagikan kepada pengunjung Kebun Raya Bogor tempat tinggal satwa kalong di Kota Bogor. Dari hasil penyebaran kuisioner didapatkan
responden adalah 53,33 laki-laki dan 46,68 perempuan. Responden didominasi oleh kelompok umur 22-25 tahun dengan persentase sebesar 56,67,
kelompok umur 15-22 tahun dengan persentase sebesar 23,33 dan kelompok umur 15 tahun dengan persentase sebesar 16,67. Kelompok umur 25 tahun
merupakan kelompok responden paling sedikit dengan 3,33. Pendidikan terakhir rata-rata pengunjung adalah SMA sebesar 60,00. Responden yang berasal dari
luar wilayah Kota Bogor sebesar 10, selebihnya merupakan warga masyarakat Kota Bogor.
Dari hasil kuisioner, sebagian besar masyarakat Kota Bogor kurang memahami arti dari ruang terbuka hijau RTH, ini merupakan salah satu faktor
kendala dalam menentukan persepsi masyarakat terhadap keberadaan RTH di Kota Bogor. Bentuk-bentuk RTH Kota Bogor yang ada pada saat ini kurang
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Kondisi ini disebabkan karena kurang adanya sosialisasi antara pemerintah daerah Kota Bogor dan masyarakat terhadap
manfaat bentuk RTH yang ada, misalnya hutan CIFOR yang berada di kecamatan Bogor Barat. Hutan CIFOR ini mempunyai fungsi sebagai sarana pendidikan dan
penelitian, selain itu juga dapat berfungsi sebagai area rekreasi, tetapi karena
kurang adanya sosialisasi dengan masyarakat tentang manfaat hutan kota ini menyebabkan masyarakat kurang merasakan manfaatnya sehingga berdampak
pada tidak terbentuknya persepsi baik pada masyarakat terhadap bentuk RTH ini. Bentuk RTH Kota Bogor yang dapat diterima baik oleh masyarakat dan
dapat dirasakan keberadaannya paling dominan adalah bentuk RTH lahan pertanian dengan persentase sebesar 60. Sedangkan bentuk RTH lainnya yang
dapat dirasakan oleh masyarakat adalah taman kota Kebun Raya Bogor yang berada di kecamatan Bogor Tengah kota dengan persentase sebesar 30 dan
pekarangan yang berada di rumah masing-masing penduduk dengan persentase sebesar 10. Grafik perbandingan RTH yang dirasakan bermanfaat bagi
masyarakat dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. RTH yang dirasakan bermanfaat bagi masyarakat
Menurut hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kota Bogor perlu melakukan sosialisasi terhadap responden masyarakat tentang RTH
dan fungsi-fungsinya sehingga masyarakat Kota Bogor dapat membantu pemerintah dalam merencanakan dan mengembangkan bentuk-bentuk RTH di
Kota Bogor. Selain itu terbentuknya persepsi masyarakat terhadap pentingnya mempertahankan dan mengembangkan RTH Kota Bogor merupakan wujud dari
peran serta masyarakat yang dapat mengarahkan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan-kebijakan RTH, strategi-strategi pembangunan RTH dan
sebagai alat komunikasi untuk mengetahui keinginan dari masyarakat sehingga tujuan dari pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi kota dapat tercapai.
Menurut Wiantoro 2011 staf laboratorium mamalia LIPI yang mengetahui keberadaan satwa kalong di Kota Bogor mengatakan bahwa
sebenarnya habitat satwa kalong yang ada di Kota Bogor sangat dipengaruhi oleh: 1.
Keberadaan pakan 2.
Safetykeamananan, ancaman dari predator seperti Elang, Burung Hantu, dan gangungan manusia
Pakan yang dimaksud disini adalah sumber makanan bagi satwa kalong. Biasanya kalong yang berada di lingkungan mereka memakan bunga kapuk, ficus,
bunga durian, mangga, pepaya, dan buah-buahan lainnya. Sedangkan habitat bagi satwa ini biasanya menyebar hampir pada semua
pohon, di Kota Watansoppeng, Sulawesi Selatan misalnya, habitat satwa kalong di kota ini berada hampir pada semua pohon di sepanjang jalan diperkotaan.
Sebenarnya jenis pohon bukan merupakan syarat utama, melainkan kenyamanan atau kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan ekologi kalong yang di
butuhkan Wiantoro, 2011 Kebun Raya Bogor yang selama ini menjadi habitat satwa kalong di Kota
Bogor memiliki pohon tinggi yang cocok sebagai tempat instirahat dan sumber pakan, sehingga sangat berpotensial untuk dijadikan sebagai tempat hidup, tapi
dalam hal ini tidaklah mutlak. Hal ini dikarenakan Kebun Raya Bogor merupakan kebun koleksi tanaman, akan tetapi kehadiran satwa ini juga tidak merusak
koleksi tanaman yang ada, sehingga masih memungkinkan jika Kebun Raya Bogor dijadikan sebagai tempat singgah dan istirahat.
Selain itu, lokasi Kebun Raya Bogor walaupun terletak ditengah-tengah kota namun tingkat keramaian dan kebisingannya tidak terlalu tinggi karena bisa
diredam oleh vegetasi yang ada. Akan tetapi, gangguan dan pengrusakan habitat manusia sangat berpengaruh, sehingga kalong tersebut sering berpindah-pindah di
luar kawasan Kebun Raya Bogor walaupun bukan musim yang tepat untuk bermigrasi. Hal ini disebabkan karena adanya kegiatan pembersihan areal di
sekitar lokasi habitat kalong, karena pada dasarnya kalong biasa hidup pada habitat yang lembab, jauh dari keramaian dan tidak adanya campur tangan dari
manusia.
5.1.5 Analisis Bentuk dan Fungsi RTH Perkecamatan di Kota Bogor