IV. METODOLOGI
4.1 Lokasi Studi
Studi perencanaan RTH sebagai pendukung pelestarian satwa kalong Pteropus vampyrus ini berlokasi di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan
luasan 11.850 Ha. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 17.
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2010-2029
Gambar 17. Lokasi penelitian
4.2 Alat
Alat yang digunakan pada kegiatan penelitian ini terdiri atas: teropong, kamera digital, quick count dan kompas serta beberapa programs computer,
seperti: Adobe Acrobat X, Adobe Photoshop CS5, Arc View 3.3, Auto CAD 2008, Google Earth 6, Google Sketch Up 8 dan Microsoft Office 2010. Alat yang
digunakan beserta Google Earth 6fungsinya dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Alat yang digunakan pada penelitian No
Alat Fungsi
1. Teropong
Melihat objek dari jarak jauh 2.
Kamera Digital Dokumentasi gambar tapak
3. Quick Count
Menghitung populasi objek 4.
Kompas Melihat arah mata angin
5. Adobe Acrobat X
Document Publishing 6.
Adobe Photoshop CS5 Ilustrasi3D Rendering
7. Arc View 3.3
Pembuatan gambar kerja 8.
Auto CAD 2008 CAD Drawing
9. Google Earth 6
Melihat lokasi objek dan kondisi fisik 10. Google Sketch Up 8
3D Rendering 11. Microsoft Office 2010
Document Publishing
4.3 Tahapan Perencanaan Ruang Terbuka Hijau
Proses perencanaan RTH pendukung pelestarian satwa kalong terdiri dari 4 tahap, yaitu: 1 Tahap persiapan dan penetapan konsep; 2 Pengumpulan data;
3 Analisis dan Sintesis; dan 4 Perencanaan RTH untuk pelestarian habitat satwa kalong.
4.3.1 Persiapan
Tahap ini merupakan tahap untuk menetapkan konsep dari studi perencanaan yang dilakukan serta mengumpulkan data sesuai dengan yang
dibutuhkan. Konsep ditentukan terlebih dahulu untuk memberikan batasan dalam pengumpulan data, sehingga data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Konsep ini yang akan menentukan arahan dalam penentuan perencanaan RTH sebagi pendukung dalam pelestarian habitat satwa kalong.
4.3.2 Pengumpulan Data
Data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan, berupa: perilaku dan
bentuk habitat kalong di Kota Bogor serta preferensi masyarakat terhadap keberadaan satwa kalong di wilayah perkotaan wawancara dengan pihak terkait.
Data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka, laporan-laporan penelitian, serta informasi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia LIPI dan Badan Perencanaan Daerah BAPEDA, berupa: jenis, produksi rata-rata dan kebutuhan pakan satwa kalong, serta kondisi
fisik wilayah Kota Bogor. Jenis, cara pengumpulan dan sumber data, dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Jenis, cara pengumpulan dan sumber data
Jenis Data Cara Pengumpulan
Sumber Data Syarat Ekologis Kalong
1. Bentuk Habitat
Primer, Sekunder Lapangan, Pustaka, LIPI
2. Perilaku
Primer Lapangan
3. Jenis Pakan
Sekunder Laporan Penelitian, LIPI
4. Produksi Rata-rata Pakan
Sekunder Laporan Penelitian
5. Kebutuhan Pakan
Sekunder Laporan Penelitian
Kondisi Fisik Wilayah
1. Batas Wilayah
Sekunder Bapeda
2. Tata Guna Lahan
Primer, Sekunder Lapangan, PU, Bapeda
3. Peruntukan Kawasan
Sekunder Dinas Tata Kota
4. RTH Kota
Primer, Sekunder Lapangan, DKP
5. RTH Pakan Kalong
Primer, Sekunder Lapangan, LIPI
6. Preferensi Masyarakat
Primer Ahli, Masyarakat Sekitar
4.3.3 Analisis dan Sintesis
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara spasial dan deskriptif. Analisis spasial dilakukan terhadap kondisi fisik wilayah Kota Bogor, mencakup
batas wilayah, tata guna lahan, peruntukan kawasan, RTH kota, RTH pakan satwa kalong dan preferensi masyarakat, sebagai dasar untuk melakukan modifikasi
pada wilayah sebagai habitat baru bagi satwa kalong. Analisis deskriptif dilakukan terhadap syarat ekologis satwa kalong
meliputi bentuk habitat, perilaku, jenis pakan, produksi rata-rata pakan dan kebutuhan pakan satwa kalong di Kota Bogor. Selain itu, juga dilakukan analisis
kebutuhan luas RTH dengan standar Permendagri No.1 Tahun 2007 yang menetapkan 20 dari luas wilayah harus dihijaukan dan kebutuhan luas RTH
menurut RTRW Kota Bogor yang menetapkan pencapaian luas RTH minimal 30 dari luas total wilayah Kota Bogor.
Dalam menentukan proyeksi jumlah populasi satwa kalong dilakukan pendugaan pertumbuhan populasi dengan menggunakan pendugaan pertumbuhan
model exponensial Caughley, 1978 dengan rumusan laju pertumbuhan terhingga, dengan asumsi bahwa besarnya laju pertumbuhan sama ditiap tahunnya
dan pada lingkungan yang tidak terbatas. ℮
r
= λ = Ν
t
+ 1 Ν
t
Keterangan: ℮
r
= λ = Laju pertumbuhan terhingga Ν
t
= Jumlah populasi tahun ke-t
Setelah diketahui nilai laju pertumbuhan terhingga, kemudian menghitung nilai populasi pada waktu tertentu t dengan rumusan:
Ν
t
= N · λ
t
Keterangan: Ν
t
= Populasi kalong tahun ke-t N
= Populasi kalong tahun ke-0
λ = Laju pertumbuhan terhingga
t = Waktu ke-t
Analisis deskriptif dan analisis spasial, dilakukan untuk mendapatkan bentuk penataan RTH yang mendukung kehidupan kalong serta kenyamanan
manusia. Cara analisis data dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Cara analisis data
Jenis Data Cara Analisis Data
Syarat Ekologis Kalong
1. Bentuk Habitat
Deskriptif 2.
Perilaku Deskriptif
3. Jenis Pakan
Deskriptif 4.
Produksi Rata-rata Pakan Deskriptif
5. Kebutuhan Pakan
Deskriptif
Kondisi Fisik Wilayah
1. Batas Wilayah
Spasial 2.
Tata Guna Lahan Spasial
3. Peruntukan Kawasan
Spasial 4.
RTH Kota Spasial
5. RTH Pakan Kalong
Spasial 6.
Preferensi Masyarakat Spasial
4.3.4 Perencanaan Ruang Terbuka Hijau
Pada tahap ini dilakukan pengembangan terhadap hasil analisis dan konsep, dengan melihat: 1 persebaran vegetasi pada RTH kota yang ada, 2
kebutuhan pakan untuk populasi kalong di Kota Bogor, dan 3 preferensi masyarakat terhadap kehadiran satwa Kalong di lingkungan mereka sehingga
didapatkan kesimpulan apakah RTH yang ada saat ini sesuai, apakah harus ada rencana penambahan atau cukup dimodifikasi sehingga bisa menjadi habitat baru
dan mampu memenuhi kebutuhan pakan rata-rata, serta mendukung pelestarian
satwa Kalong di Kota Bogor. Perencanaan RTH kota Bogor sebagai pendukung pelestarian satwa kalong dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Alur perencanaan RTH Kota Bogor untuk pelestarian satwa kalong
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor
5.1.1 Kebutuhan Luas RTH Standar Permendagri No. 1 Tahun 2007
Tabel 17 memperlihatkan kebutuhan luas RTH menurut standar Peraturan Menteri Dalam Negeri Permendagri No. 1 Tahun 2007 yang menetapkan 20
dari luas total wilayah merupakan kawasan RTH.
Tabel 17. Kebutuhan luas RTH dengan standar Permendagri No. 1 tahun 2007
No Kecamatan
Luas Wilayah
Kebutuhan RTH menurut
Permendagri 20 X luas wilayah
RTH 2005
2010 2015
1.
Bogor Utara 1772
354,4 976,52
971,75 966,99
2. Bogor Barat
3285 657,0
1.163,24 1.168,47
1.173,71
3. Bogor Timur
1015 203,0
486,18 472,67
459,16
4.
Bogor Selatan 3081
616,2 2.069,73
2.063,79 2.057,85
5.
Bogor Tengah 813
162,6 248,18
243,34 238,41
6. Tanah Sareal
1884 376,8
1.144,66 1.150,64
1.156,62
Jumlah
11850 2.370,0
6.088,51 6.070,66
6.052,74
Sumber: Hasil Analisis; Proyeksi
Hasil analisis didapatkan bahwa secara umum kota Bogor telah memenuhi standar Permendagri No.1 Tahun 2007 bahwa 20 dari luas wilayahnya
merupakan kawasan hijau. Persentase jumlah RTH di Kota Bogor jika ditinjau perkecamatan, Bogor
Utara memiliki RTH seluas 976,52 Ha 55 dari luas wilayah, Bogor Barat 1.163,24 Ha 35 dari luas wilayah, Bogor Timur 486,18 Ha 31 dari luas
wilayah, Bogor Selatan 2.069,73 Ha 67 dari luas wilayah, Bogor Tengah 248,18 Ha 48 dari luas wilayah dan Tanah Sareal 1.144,66 Ha 61 dari luas
wilayah lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 19.
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2010-2019
Gambar 19. Ruang terbuka hijau Kota Bogor
5.1.2 Kebutuhan Luas RTH menurut RTRW Kota Bogor
Visi pembangunan Kota Bogor yang tertuang dalam RPJPD adalah: “Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah”.
Tujuan Penataan Ruang adalah: “Mewujudkan Tata Ruang Berwawasan Lingkungan yang mendukung Visi Kota”.
Kota Bogor berada dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Barat dan secara regional mempunyai keterkaitan yang erat dengan Provinsi DKI Jakarta,
khususnya dalam lingkup kawasan Jabodetabekjur. Keterkaitan ini terlihat pada pola aktifitas pergerakan penduduk antara Kota Bogor dan kota-kota lainnya
dalam lingkup Jabodetabekpunjur. Hal ini membentuk sistem dan struktur pelayanan kegiatan yang memerlukan penanganan dalam hal pembagian peran
dan fungsi masing-masing kota di wilayah tersebut. Peran dan fungsi Kota Bogor dipengaruhi oleh arahan kebijakan penataan
ruang regional seperti RTRWN, RTRWP Jawa Barat, Perpres Jabodetabekjur dan RTRW Kabupaten Bogor sebagai wilayah tetangga.
Dengan mempertimbangkan perkembangan kota-kota eksternal Jabodetabek dan potensi pengembangan internal Kota Bogor kedepan yang akan
menjadi kekhasan dan keunggulan kompetitif maka fungsi unggulan Kota Bogor diarahkan pada: jasa pendidikan, penelitian, akomodasi, konvensi, kesehatan,
pariwisata kuliner, belanja, rekreasi, budaya, iptek, spiritual, perdagangan sentra agribisnis, otomotif, elektronik dan perumahan KDB rendah, vertikal.
RTRW Kota Bogor menetapkan pencapaian luasan RTH minimal 30 dari luas total wilayah dan saat ini Kota Bogor mempunyai RTH 6.070,66 Ha atau
51,23 dari luas wilayah. Secara umum pencapaian RTH minimal 30 terpenuhi, namun jika dilihat perkecamatan masih ada kecamatan yang belum
memenuhi RTH 30. Tabel 18 memperlihatkan kebutuhan luas RTH menurut standar Rencana Tata Ruang dan Wilayah RTRW Kota Bogor yang menetapkan
pencapaian luasan RTH minimal 30 dari luas total wilayah.
Tabel 18. Kebutuhan luas RTH menurut RTRW Kota Bogor
No Kecamatan
Luas Wilayah
Kebutuhan RTH menurut RTRW
30 X luas wilayah RTH
2005 2010
2015 1.
Bogor Utara 1772
531,6 976,52
971,75 966,99
2.
Bogor Barat 3285
985,5 1.163,24
1.168,47 1.173,71
3. Bogor Timur
1015 304,5
486,18 472,67
459,16
4. Bogor Selatan
3081 924,3
2.069,73 2.063,79
2.057,85
5. Bogor Tengah
813 243,9
248,18 243,34
238,41
6.
Tanah Sareal 1884
565,2 1.144,66
1.150,64 1.156,62
Jumlah
11850 3555,0
6.088,51 6.070,66
6.052,74
Sumber: Hasil Analisis; Proyeksi; Kurang dari 30
5.1.3 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Kecukupan Pakan Satwa Kalong
Kecukupan pakan satwa kalong menjadi salah satu unsur yang berpengaruh dalam menentukan kebutuhan luas RTH di Kota Bogor. Secara tidak
langsung luas RTH mempengaruhi mortalitas kalong karena bila ditinjau secara alami kalong di Kota Bogor tidak memiliki predator alamiah Wiantoro, 2011.
Penurunan populasi kalong disebabkan oleh: a.
Pemburuan masyarakat sekitar Kota Bogor untuk pemenuhan pedagang di pasaran,
b. Pengambilan sampel penelitian,
c. Faktor lain di luar pemburuan kecukupan pakan di dalam kota.
Sebaran data mortalitas kalong disajikan pada Tabel 19 dan Gambar 20, Bulan Maret sampai April jumlah kematian tertinggi disebabkan oleh faktor lain
yaitu mencapai 132 ekor pada minggu pertama bulan April. Pada bulan Juni sampai Nopember tidak terjadi kematian dikarenakan kalong pergi migrasi dari
Kota Bogor Soegiharto, 2009.
Tabel 19. Mortalitas kalong bulan Maret 2008 – Mei 2008
Bulan Faktor Kematian
Faktor Lain ekor
Sampel Penelitian ekor
Pedagang Pasar ekor
Maret 2008 170
11 5
April 2008 178
15 10
Mei 2008 26
Juni 2008 Desember 2008
3 20
Januari 2009 7
11 Februari 2009
17 17
Total 401
26 63
Sumber: Laporan Penelitian Identifikasi Jenis Tumbuhan Pakan Dalam Upaya Konservasi Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar di Daerah Perkotaan Soegiharto, 2009
Sumber: Laporan Penelitian Identifikasi Jenis Tumbuhan Pakan Dalam Upaya Konservasi Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar di Daerah Perkotaan Soegiharto, 2009
Gambar 20. Mortalitas kalong bulan Desember 2008 – Februari 2009
1. Populasi
Populasi kalong saat melahirkan anak pada bulan Nopember 2009 adalah Jantan berjumlah 185 ekor, betina berjumlah 218 ekor, dan anak 160 ekor
Soegiharto, 2009. Dari data tersebut diketahui sex ratio pada saat melahirkan adalah 218185 = 1,17. Rata-rata tiap induk melahirkan 1 ekor anak dengan
jumlah indukan 160 ekor, sedangkan indukan yang belum mempunyai anak sebesar 58 ekor. Jumlah indukan betina 58 ekor diperkirakan belum mencapai
dewasa sexual dengan jumlah populasinya berasal dari anakan tahun 2008. Populasi kalong di Kebun Raya Bogor pada tahun 2008 sebesar 420 ekor
kalong dan awal tahun 2009 tercatat sebesar 563 ekor. Jika diasumsikan pertumbuham populasi tiap tahun sama dan pada kondisi lingkungan yang tidak
terbatas maka pendugaan pertumbuhan populasi kalong menggunakan model exponensial. Pendugaan populasi kalong dibagi menjadi 4 pilihan yaitu 1 M_nol
yaitu menekan kematian kalong sampai pada 0 kematian dengan upaya mencegah kematian yang disebabkan oleh pedagang pasar, 2 M_P yaitu tidak melakukan
pencegahan kematian yang disebabkan oleh pedagang pasar, 3 M_PPe3 yaitu membatasi populasi kalong dengan hanya menyediakan 3 pohon bertengger,
dimana kemampuan pohon bertengger tersebut mampu menampung kalong sebanyak 500-600 ekor, 4 M_PPe2 yaitu membatasi populasi kalong dengan
hanya menyediakan 2 pohon bertengger, dimana kemampuan pohon bertengger tersebut mampu menampung kalong sebanyak 400-500 ekor.
Populasi awal tahun 2008 No sebesar 420 dan tahun 2009 N1 sebesar 563, laju pertumbuhan λ diketahui sebesar 563420 = 1,3 per tahunnya, dan
kematian diasumsikan sama pertahunnya yaitu sebesar 96 ekor. Hasil perhitungan pertumbuhan populasi kalong untuk tahun 2009-2024 menggunakan metode
exponensial tersaji pada Tabel 20. Tahapan pengendalian populasi atau pengurangan populasi dilakukan
pada: 1 tipe pengendalian ke 3 M_PPe3 yaitu akan dilakukan pengendalian populasi atau pengurangan populasi sebesar 100 ekor pada tahun 2011dan 150
ekor pada tahun 2013, 2 tipe pengendalian ke 4 M_PPe2 yaitu akan dilakukan pengurangan populasi sebesar 75 ekor pada tahun 2010 dan 100 ekor pada tahun
2012.
Tabel 20. Perhitungan pertumbuhan populasi kalong dengan metode exponensial
Tahun Tahun
Ke- Laju
Pertumbuhan Popula-
si Awal Mortalitas
Kematian + Pengurangan M Nol
Kematian M_P 3 Pohon Roosting
3 Pohon Roosting λ
No Nt
Md No
Nt Md
Mp No
Nt Mp
No Nt
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 432
73-6 113-9-10
143-9-13 2009
1 1.3405
420 563
96 420
467 96
420 467
420 467
2010 2
1.3405 420
755 96
467 530
96 467
530 75
467 455
2011 3
1.3405 420
1012 96
530 615
96 100
530 515
455 514
2012 4
1.3405 420
1356 96
615 728
96 515
594 100
514 493
2013 5
1.3405 420
1818 96
728 880
96 150
594 550
493 565
2014 6
1.3405 420
2437 96
880 1083
96 550
641 175
565 486
2015 7
1.3405 420
3267 96
1083 1356
96 200
641 563
486 556
2016 8
1.3405 420
4379 96
1356 1721
96 563
659 175
556 474
2017 9
1.3405 420
5870 96
1721 2212
96 225
659 563
474 539
2018 10
1.3405 420
7869 96
2212 2869
96 563
658 175
539 452
2019 11
1.3405 420
10548 96
2869 3749
96 225
658 561
452 510
2020 12
1.3405 420
14140 96
3749 4930
96 561
656 150
510 437
2021 13
1.3405 420
18955 96
4930 6513
96 225
656 559
437 490
2022 14
1.3405 420
25409 96
6513 8634
96 559
653 125
490 436
2023 15
1.3405 420
34061 96
8634 11478
96 225
653 555
436 489
2024 16
1.3405 420
45658 96
11478 15291
96 555
647 125
489 434
Sumber: Hasil Analisis
59
2. Kebutuhan Pakan
Lambung dari seekor kalong mampu menampung 8 Ml dari cairan bersih madunektar, sejumlah kecil tepung sari polen, dan 1 Ml bagian bunga.
Asumsikan produksi rata-rata madu dari satu bunga durian adalah 0.36 Ml, maka setiap k
along harus mengunjungi ≥ 22 bunga. Setiap malam, dalam mencari makan kalong Pteropus vampyrus akan melakukan gerakan ke pohon yang
berdekatan, meluncur ke cabang yang lebih rendah Gould dalam Kunz, 1978.
Yaacob 1995 mengemukakan bahwa produksi durian varietas Monthong 50- 70 buahpohontahun, dan varietas Petruk, Sunan, Sitokong, dan Hepe sekitar 50-200
buahpohontahun
Jika setiap pohon mampu menghasilkan 50-200 buahpohon maka dapat diasumsikan bahwa minimal dalam setiap 1 buah pohon durian
mampu menghasilkan produksi bunga 200 bunga, sehingga koloni kalong ini membutuhkan minimal 52 pohon yang berbunga untuk tetap bisa bertahan hidup.
RTH Bogor tentunya tidak semua berupa pohon durian, namun diasumsikan hampir semua pohon yang ada mempunyai produksi bunga yang tidak jauh
berbeda dengan produksi bunga pohon durian. Pohon-pohon ini tentunya tidak berada dalam satu tempat, melainkan tersebar dalam beberapa wilayah yang
terbagai dalam penggunaan lahan yang berbeda-beda pula. Jika diasumsikan suatu hutan kota mempunyai jarak tanam yang ideal 10 x 10 m, maka koloni kalong
ini membutuhkan minimal 1 Ha hutan kota yang mempunyai vegetasi yang berbunga. Dari hasil analisis ini maka dapat disimpulkan bahwa kondisi RTH kota
Bogor saat ini masih mampu untuk memenuhi kebutuhan pakan dan pelestarian habitat satwa kalong. Berikut adalah RTH kota Bogor yang berpotensi untuk di
kembangkan sebagai sumber pakan dan jelajah satwa kalong Gambar 21.
Gambar 21. Ruang terbuka hijau potensial sumber pakan kalong
5.1.4 Preferensi Masyarakat terhadap RTH Pendukung Pelestarian Kalong
Persepsi manusia akan timbul melalui keadaan lingkungan disekitarnya. Manusia sebagai bagian dari masyarakat merupakan komponen dari perencanaan.
Porteous 1977 menyatakan terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap RTH yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Salah satu
faktor individu adalah tempat tinggal dan faktor lingkungan adalah kondisi RTH pada suatu wilayah. Persepsi masyarakat akan dipengaruhi oleh tempat tinggal
yang memiliki kondisi RTH yang berbeda. Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas jenis
kelamin, usia, pendidikan, tempat tinggal dan pekerjaan. Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner didapat 30 responden. Diharapkan dengan mengetahui
karakteristik responden akan dapat diketahui hubungan tiap karakteristik dengan jawaban responden terhadap RTH yang sesuai dengan habitat kalong.
Kuisioner dibagikan kepada pengunjung Kebun Raya Bogor tempat tinggal satwa kalong di Kota Bogor. Dari hasil penyebaran kuisioner didapatkan
responden adalah 53,33 laki-laki dan 46,68 perempuan. Responden didominasi oleh kelompok umur 22-25 tahun dengan persentase sebesar 56,67,
kelompok umur 15-22 tahun dengan persentase sebesar 23,33 dan kelompok umur 15 tahun dengan persentase sebesar 16,67. Kelompok umur 25 tahun
merupakan kelompok responden paling sedikit dengan 3,33. Pendidikan terakhir rata-rata pengunjung adalah SMA sebesar 60,00. Responden yang berasal dari
luar wilayah Kota Bogor sebesar 10, selebihnya merupakan warga masyarakat Kota Bogor.
Dari hasil kuisioner, sebagian besar masyarakat Kota Bogor kurang memahami arti dari ruang terbuka hijau RTH, ini merupakan salah satu faktor
kendala dalam menentukan persepsi masyarakat terhadap keberadaan RTH di Kota Bogor. Bentuk-bentuk RTH Kota Bogor yang ada pada saat ini kurang
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Kondisi ini disebabkan karena kurang adanya sosialisasi antara pemerintah daerah Kota Bogor dan masyarakat terhadap
manfaat bentuk RTH yang ada, misalnya hutan CIFOR yang berada di kecamatan Bogor Barat. Hutan CIFOR ini mempunyai fungsi sebagai sarana pendidikan dan
penelitian, selain itu juga dapat berfungsi sebagai area rekreasi, tetapi karena
kurang adanya sosialisasi dengan masyarakat tentang manfaat hutan kota ini menyebabkan masyarakat kurang merasakan manfaatnya sehingga berdampak
pada tidak terbentuknya persepsi baik pada masyarakat terhadap bentuk RTH ini. Bentuk RTH Kota Bogor yang dapat diterima baik oleh masyarakat dan
dapat dirasakan keberadaannya paling dominan adalah bentuk RTH lahan pertanian dengan persentase sebesar 60. Sedangkan bentuk RTH lainnya yang
dapat dirasakan oleh masyarakat adalah taman kota Kebun Raya Bogor yang berada di kecamatan Bogor Tengah kota dengan persentase sebesar 30 dan
pekarangan yang berada di rumah masing-masing penduduk dengan persentase sebesar 10. Grafik perbandingan RTH yang dirasakan bermanfaat bagi
masyarakat dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. RTH yang dirasakan bermanfaat bagi masyarakat
Menurut hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kota Bogor perlu melakukan sosialisasi terhadap responden masyarakat tentang RTH
dan fungsi-fungsinya sehingga masyarakat Kota Bogor dapat membantu pemerintah dalam merencanakan dan mengembangkan bentuk-bentuk RTH di
Kota Bogor. Selain itu terbentuknya persepsi masyarakat terhadap pentingnya mempertahankan dan mengembangkan RTH Kota Bogor merupakan wujud dari
peran serta masyarakat yang dapat mengarahkan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan-kebijakan RTH, strategi-strategi pembangunan RTH dan
sebagai alat komunikasi untuk mengetahui keinginan dari masyarakat sehingga tujuan dari pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi kota dapat tercapai.
Menurut Wiantoro 2011 staf laboratorium mamalia LIPI yang mengetahui keberadaan satwa kalong di Kota Bogor mengatakan bahwa
sebenarnya habitat satwa kalong yang ada di Kota Bogor sangat dipengaruhi oleh: 1.
Keberadaan pakan 2.
Safetykeamananan, ancaman dari predator seperti Elang, Burung Hantu, dan gangungan manusia
Pakan yang dimaksud disini adalah sumber makanan bagi satwa kalong. Biasanya kalong yang berada di lingkungan mereka memakan bunga kapuk, ficus,
bunga durian, mangga, pepaya, dan buah-buahan lainnya. Sedangkan habitat bagi satwa ini biasanya menyebar hampir pada semua
pohon, di Kota Watansoppeng, Sulawesi Selatan misalnya, habitat satwa kalong di kota ini berada hampir pada semua pohon di sepanjang jalan diperkotaan.
Sebenarnya jenis pohon bukan merupakan syarat utama, melainkan kenyamanan atau kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan ekologi kalong yang di
butuhkan Wiantoro, 2011 Kebun Raya Bogor yang selama ini menjadi habitat satwa kalong di Kota
Bogor memiliki pohon tinggi yang cocok sebagai tempat instirahat dan sumber pakan, sehingga sangat berpotensial untuk dijadikan sebagai tempat hidup, tapi
dalam hal ini tidaklah mutlak. Hal ini dikarenakan Kebun Raya Bogor merupakan kebun koleksi tanaman, akan tetapi kehadiran satwa ini juga tidak merusak
koleksi tanaman yang ada, sehingga masih memungkinkan jika Kebun Raya Bogor dijadikan sebagai tempat singgah dan istirahat.
Selain itu, lokasi Kebun Raya Bogor walaupun terletak ditengah-tengah kota namun tingkat keramaian dan kebisingannya tidak terlalu tinggi karena bisa
diredam oleh vegetasi yang ada. Akan tetapi, gangguan dan pengrusakan habitat manusia sangat berpengaruh, sehingga kalong tersebut sering berpindah-pindah di
luar kawasan Kebun Raya Bogor walaupun bukan musim yang tepat untuk bermigrasi. Hal ini disebabkan karena adanya kegiatan pembersihan areal di
sekitar lokasi habitat kalong, karena pada dasarnya kalong biasa hidup pada habitat yang lembab, jauh dari keramaian dan tidak adanya campur tangan dari
manusia.
5.1.5 Analisis Bentuk dan Fungsi RTH Perkecamatan di Kota Bogor
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Permendagri No 1 Tahun 2007 Pasal 9 yang menetapkan luas ideal Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan RTHKP minimal 20 dari luas kawasan perkotaan yang mencakup RTHKP publik dan privat.
Luas RTHKP publik sebagaimana dimaksud penyediaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupatenkota yang dilakukan secara bertahap sesuai
dengan kemampuan masing-masing daerah. RTHKP privat sebagaimana dimaksud penyediaannya menjadi tanggung jawab pihaklembaga swasta,
perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah KabupatenKota. Sehingga pemerintah tetap berkewajiban untuk
menyediakan RTH dan menjamin ketersediaan ruang terbuka hijau privat. Jika hasil perhitungan dengan menggunakan metode sesuai dengan
karakteristik kota menyatakan lebih kecil dari 20, maka kebutuhan RTH yang diguanakan tetap 20, sedangkan jika hasil perhitungan lebih besar dari 30
maka angka tersebut yang dijadikan target pemenuhan luas RTH. Hasil dari analisis bentuk dan fungsi RTH per Kecamatan di Kota Bogor
adalah sebagai berikut: 1.
Kecamatan Bogor Utara Besarnya penggunaan ruang terbangun non RTH untuk kecamatan Bogor
Utara sebesar 44,89 , sedangkan penggunaan untuk RTH 55,11 dan ini masih tercukupi. Bentuk RTH Kecamatan Bogor Utara didominasi oleh lahan
pertanian kota 53,28 , kawasan hijaubentang alam 32,52 dan jalur hijau tepi jalan 5,20 . Meskipun secara luasan RTH di Kecamatan ini masih
mencukupi, namun RTH untuk pelestarian habibat satwa kalong masih perlu penambahan selain meningkatkan kualitas RTH yang sudah ada. Pembangunan
bentuk RTH yang disarankan dalam bentuk taman umum taman kotataman lingkungan, jalur hijau, lapangan olahraga dan hutan kota.
2. Kecamatan Bogor Barat
Penggunaan RTH kecamatan Bogor Barat adalah sebesar 35,41 , sedangkan untuk penggunaan ruang terbangun sebesar 64,59 . Bentuk RTH Kecamatan
Bogor Barat didominasi oleh lahan pertanian kota 53,25 dan kawasan
hijaubentang alam 28,73 . Penambahan bentuk RTH untuk pelestarian habitat sangat diperlukan selain meningkatkan kualitas RTH yang ada melalui
penataan vegetasi dan pemeliharaan yang intensif agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pembangunan bentuk RTH yang disarankan dalam
bentuk taman umum taman kotataman lingkungan, jalur hijau, lapangan olahraga dan hutan kota.
3. Kecamatan Bogor Timur
Penggunaan ruang terbangun adalah 52,10 , sedangkan untuk penggunaan RTH sebesar 47,90 . Secara kuantitatif dengan perhitungan kebutuhan RTH
masih terpenuhi. Bentuk RTH Kecamatan Bogor Timur didominasi oleh lahan pertanian kota 58,30 , kawasan hijaubentang alam 24,63 dan jalur
hijau tepi jalan 8,42 . Pada kecamatan ini penggunaan ruang terbangun sebagian besar adalah kawasan permukiman. Secara luasan, kebutuhan RTH
masih terpenuhi. Meskipun demikian, penambahan bentuk RTH untuk pelestarian habitat masih perlu dilakukan. Karena luas kawasan terbangun
sebagian besar merupakan kawasan permukiman maka disarankan perlu penambahan RTH berupa taman umum taman kotataman lingkungan, jalur
hijau, lapangan olahraga dan hutan. Besarnya lahan untuk penggunaan RTH 47,90 merupakan potensi untuk penambahan bentuk-bentuk RTH pada
kecamatan ini. 4.
Kecamatan Bogor Selatan Ruang terbangun Kecamatan Bogor Selatan adalah sebesar 32,82 ,
sedangkan penggunaan untuk RTH sebesar 67,18 . Bentuk RTH Kecamatan Bogor Selatan didominasi oleh lahan pertanian kota 50,62 dan kawasan
hijaubentang alam 36,11 . Berdasarkan hasil analisis kebutuhan RTH, luas RTH pada kecamatan ini masih sangat mencukupi. Pembangunan RTH untuk
kenyamanan masih dapat dilakukan untuk dapat membantu sistem jejaring RTH Kota Bogor melalui penataan vegetasi yang dapat memberikan
kenyamanan sesuai dengan fungsi dan peruntukannya serta dengan pemeliharaan yang baik dan berkelanjuan. Pembangunan bentuk RTH yang
disarankan dalam bentuk taman umum taman kotataman lingkungan, jalur hijau, lapangan olahraga dan hutan kota.
5. Kecamatan Bogor Tengah
Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat pemerintahan dan kegiatan masyarakat Kota Bogor dan ibukota dari Kota Bogor. Besarnya penggunaan
ruang terbangun kecamatan Bogor Tengah non RTH tahun 2005 yaitu 69,47 dari luas wilayah, sedangkan penggunaan untuk RTH hanya 30,53 . RTH
Kecamatan Bogor Tengah terdiri dari kebun raya 29,06 , taman lingkungan perkantoran 15,23 , kawasan hijaubentang alam 13,82 , taman kota
13,82 , jalur hijau tepi jalan 9,54 dan lahan pertanian kota 8,62 . Untuk meningkatkan kenyamanan perlu peningkatan kualitas RTH yang lebih
intensif dengan meningkatkan kualitas hutan kota, jalur hijau, lapangan olahraga, sempadan sungai, taman kota dan taman lingkungan dengan
menanam lebih banyak jenis pohon lagi. Kebutuhan RTH kecamatan ini juga dapat ditunjang dari RTH di kecamatan-kecamatan sekelilingnya. Fungsi RTH
di kecamatan Bogor Tengah sebaiknya diarahkan untuk sarana rekreasi, keindahan visual dan identitas kota.
6. Kecamatan Tanah Sareal
RTH Kecamatan Tanah Sareal adalah sebesar 60,76 , sedangkan penggunaan untuk ruang terbangun adalah sebesar 39,24 . Bentuk RTH Kecamatan Tanah
Sareal didominasi oleh lahan pertanian kota 54,60 dan kawasan hijaubentang alam 35,86 . Pembangunan bentuk RTH yang disarankan
dalam bentuk taman umum taman kotataman lingkungan, jalur hijau, lapangan olahraga dan hutan kota.
Dengan melihat sebaran yang seperti ini maka dapat dilihat bahwa RTH Kecamatan Bogor Tengah kurang, baik dilihat dari luas total maupun RTH untuk
kecukupan pakan satwa kalong, sedangkan untuk kecamatan lainnya terpenuhi baik untuk RTH kecukupan pakan satwa kalong maupun luasan total. Oleh karena
itu, selain dengan upaya peningkatan jumlah dan kualitas RTH pada setiap kecamatan, upaya penyebaranpemerataan pembangunan RTH juga perlu
dilakukan. Kebutuhan RTH kota berdasarkan kecukupan pakan satwa kalong dilihat dari luasan RTH dan jenis-jenis pohon yang ada diketahui bahwa luas RTH
pohon saat ini mampu memenuhi kebutuhan pakan satwa kalong.
5.2 Ruang Terbuka Hijau RTH Untuk Habitat Satwa Kalong
5.2.1 Seleksi Pohon Berdasarkan Karakteristik Arsitektural
Menurut Rukmana 2003 pohon yang dihuni oleh kalong di Kebun Raya Bogor sebagai tempat tinggal dan istirahatnya sebanyak 13 pohon. Pohon yang
paling banyak dihuni kalong yaitu pohon kedoya Amoora aphanamixis, pohon kopi hutan Coffea bukobensis Zimmerm dan pohon angsanasonokembang
Pterocarpus indicus Wild 2. Pohon yang dihuni kalong di kawasan Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Gambar 23 dan Tabel 21.
Gambar 23. Karakteriktik arsitektural pohon yang disukai kalong
Tabel 21. Pohon yang dihuni kalong di kawasan Kebun Raya Bogor
No. Jenis Pohon
Nama Lokal Tinggi
Pohon m
Diam eter
cm Lebar
Tajuk m
Kerapat an Daun
Popu- lasi
1.
Pterocarpus indicus Wild 1
Angsana 45
85 10
10 142
2. Ficus elastica
Karet Kebo 50
55 20
75 45
3.
Coffea bukobensis Zimmerm 1
Kopi 55
70 10
50 107
4.
Diospyros macrophylla
Sawo Hutan 8
60 5
20 41
5.
Tamarin indicus Asam Jawa
46 55
15 30
73
6.
Pterocarpus indicus Wild 2
Angsana 55
80 10
45 78
7. Spondias pinnata 1
Kedondong Hutan 60
55 8
50 39
8.
Spondias pinnata 2 Kedondong Hutan
58 45
10 75
41
9.
Amoora aphanamixis
Gendis 63
85 20
25 147
10.
Coffea bukobensis Zimmerm 2
Kopi 45
50 6
20 25
11.
Pterocarpus indicus Wild 3
Angsana 45
45 10
75 53
12.
Pterocarpus indicus Wild 4
Angsana 55
95 15
50 48
13.
Pterocarpus indicus Wild 5
Angsana 42
75 25
50 12
14.
Pterocarpus indicus Wild 6
Angsana 55
60 17
45 4
15.
Coffea bukobensis Zimmerm 3
Kopi 40
75 13
5 4
Jumlah 859
Sumber: Laporan Penelitian Studi Populasi Kalong Di Kebun Raya Bogor Rukmana, 2003
Pohon yang dihuni kalong di Kebun Raya Bogor rata-rata memiliki ketinggian 45-65 m dengan diameter batang rata-rata 50-95 cm, lebar tajuk
mencapai 5-25 m dan kerapatan daun mencapai 10-75 . Pohon-pohon tersebut sangat disukai kalong karena selain tinggi, bentuk percabangannya yang lebar
dapat memudahkan bagi kalong untuk hinggap dan terbang, seperti Gambar 24 dan Gambar 25.
Gambar 24. Pohon yang sering dihinggapi kalong di Kebun Raya Bogor
Gambar 25. Pohon yang sering dihinggapi kalong di Kebun Raya Bogor
5.2.2 Seleksi Pohon Berdasarkan Polen
Hasil pengamatan Soegiharto 2009 menggunakan analisis polen ditemukan 56 jenis polen tanaman yang termakan kelelawar dengan rincian
seperti pada Tabel 22. Jumlah Famili tumbuhan yang menjadi sumber pakan kelelawar berjumlah 31 Famili. Famili tumbuhan yang paling banyak ditemukan
di dalam saluran pencernaan kelelawar adalah Famili Bombacaceae yaitu 10,7 .
Tabel 22. Polen yang ditemukan di pencernaan kelelawar
No. Jenis
Suku No.
Jenis Suku
1. [Anacardiaceae] sp.3
Anacardiaceae 27.
[Ericaceae] sp.1 Ericaceae
2.
Anacardium sp. Anacardiaceae
28. [Euphorbiaceae] sp.1
Euphorbiaceae
3.
[Acanthaceae] sp.1 Acanthaceae
29. Croton sp.1
Euphorbiaceae
4. Annona sp.
Annonaceae 30.
Croton sp.2 Euphorbiaceae
5. [Apocynaceae] sp.1
Apocynaceae 31.
Mimusa sp. Euphorbiaceae
6.
Durio sp. Bombacaceae
32. Adenanthera sp.
Fabaceae
7.
Durio zibethinus Bombacaceae
33. Acasia sp.1
Fabaceae
8. Ceiba pentandra
Bombacaceae 34.
Acasia sp.2 Fabaceae
9. Ceiba sp.1
Bombacaceae 35.
[Poaceae] sp.1 Poaceae
10.
Ceiba sp.2 Bombacaceae
36. [Poaceae] sp.2
Poaceae
11.
Ceiba sp.3 Bombacaceae
37. Salacia sp.
Hipocrateaceae
12. Hibiscus sp.
Malvaceae 38.
Baringtonia sp. Lecithidaceae
13. [Begoniaceae] sp.1
Begoniaceae 39.
Persea sp. Lauraceae
14.
[Betulaceae] sp.1 Betulaceae
40. Parkia sp.
Fabaceae
15.
Betula sp. Betulaceae
41. Syzygium sp.1
Myrtaceae
16. Alnus sp.
Betulaceae 42.
Syzygium sp.2 Myrtaceae
17. [Convulvulaceae] sp.1
Convulvulaceae 43.
[Orchidaceae] sp.1 Orchidaceae
18.
[Convulvulaceae] sp.2 Convulvulaceae
44. [Orchidaceae] sp.2
Orchidaceae
19.
[Compositae] sp.1 Compositae
45. [Orchidaceae] sp.3
Orchidaceae
20. [Cyperaceae] sp.2
Cyperaceae 46.
[Orchidaceae] sp.4 Orchidaceae
21. Crateva sp.
Capparaceae 47.
[Pinaceae] sp.1 Pinaceae
22.
Bauhinia sp. Caesalpiniodieae
48. [Pinaceae] sp.2
Pinaceae
23.
Cyperus sp. Cyperaceae
49 [Typhaceae] sp.1
Typhaceae
24. Licania sp.
Chrysobalanaceae 50.
Duabanga sp. Sonneratiaceae
25. [Celastraceae] sp.1
Celastraceae 51.
Dacrydium sp. Sonneratiaceae
26.
[Dilleniaceae] sp.1 Dilleniaceae
52. Cyathea sp.
Paku Sumber: Laporan Penelitian Identifikasi Jenis Tumbuhan Pakan Dalam Upaya Konservasi
Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar di Daerah Perkotaan Soegiharto, 2009
Famili tumbuhan yang paling sedikit ditemukan dalam saluran pencernaan kelelawar adalah Famili Acanthaceae, Annonaceae, Apocynaceae, Begoniaceae,
Compositae, Capparaceae, Chrysobalanaceae, Celastraceae, Dilleniaceae, Ericaceae, Hipocrateaceae, Lecithidaceae, Lauraceae, Typhaceae, Sonneratiaceae,
Verbenaceae, Podocarpaceae dan Paku yaitu masing-masing sebesar 1,8 . Lebih lanjut menurut Soegiharto 2009 pengamatan analisis polen dari 13
sampel kalong Pteropus vampyrus diperoleh hasil bahwa kalong memakan 6 jenis polen tanaman dari 5 Famili. Famili tumbuhan pakan terbanyak adalah
Famili Euphorbiaceae. Untuk jenis Sonneratia sp. merupakan jenis yang terbanyak dimakan oleh kalong dan diperkirakan merupakan sumber makanan
terjauh dari Kebun Raya Bogor. Letak jenis tumbuhan Sonneratia sp. terdekat dapat dijumpai pada ekosistem mangrove yaitu di daerah muara utara Jakarta
yang berjarak ± 65 km. Kalong betina lebih banyak memakan polen dibandingkan yang jantan. Kalong betina memakan 5 jenis polen sedangkan kalong jantan hanya
1 jenis polen. Dari hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa RTH Kota Bogor
perlu adanya pengkayaan jenis tanaman yang disukai kalong dengan karakteristik arsitektural: ketinggian rata-rata 45-65 m, diameter batang rata-rata 50-95 cm,
lebar tajuk mencapai 5-25 m dan kerapatan daun mencapai 10-75 sebagai tempat tinggal yang dapat memudahkan untuk hinggap dan terbang. Selain itu
tanaman yang menjadi sumber pakan merupakan tanaman yang menghasilkan madunektar, sejumlah kecil tepung sari polen dan bunga dalam jumlah banyak.
VI. PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU RTH UNTUK PELESTARIAN SATWA KALONG
6.1 Konsep RTH untuk habitat satwa kalong
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga karakter identitas RTH yang ada di Kota Bogor. Pertama, pola jejaring RTH yang direncanakan
dengan pusat taman kota yang dihubungkan melalui jalur-jalur hijau dengan taman-taman umumlingkungan dan bentuk RTH area atau kawasan hijau lainnya
yang tersebar merata pada setiap kecamatan, merupakan salah satu komponen yang membentuk identitas RTH Kota Bogor. Kedua, berdasarkan preferensi
masyarakat, sebanyak 83,33 responden menginginkan habitat kalong jauh dari pemukiman dan sisanya 16,67 berpendapat tidak masalah adanya kehadiran satwa
kalong dilingkungan mereka selama itu tidak mengganggu. Responden yang diwawancarai sebagian besar adalah laki-laki sebesar 53,33 dan sisanya sebesar
46,68 adalah perempuan. Pendidikan terakhir rata-rata pengunjung adalah SMA sebesar 60,00. Responden 56,67 merupakan usia 22-25 tahun, 23,33
berusia 15-22 tahun, 16,67 berusia 15 tahun, dan 3,33 berusia 25 tahun. Latar belakang pendidikan terakhir responden 60 adalah SMA, 3,33
Perguruan Tinggi, 16,67 SMP dan 20 SD. Sebanyak 15 orang responden menginginkan bentuk RTH taman kota, 5 orang responden menginginkan bentuk
RTH hutan kota, 4 orang responden menginginkan bentuk RTH taman lingkungan, 3 orang responden menginginkan bentuk RTH lapangan olahraga, 2
orang responden menginginkan bentuk RTH lahan pertanian dan 1 orang responden menginginkan bentuk RTH jalur hijau. Keberadaan taman kota yang
berada di kecamatan Bogor Tengah, sudah ada sejak awal pembentukan kota. Taman kota ini dapat dijadikan sebagai ciri khas landmark. Selain sebagai
landmark kota yang mempunyai nilai sejarah, taman kota ini mempunyai fungsi penting sebagai sarana sosialisasi dan rekreasi warga kota. Bentuk RTH yang
diinginkan masyarakat responden dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Penambahan RTH yang diinginkan masyarakat
Ketiga, terdapat vegetasi potensial yang ada di Kota Bogor. Melalui penataan vegetasi yang adaptif dan disukai masyarakat, dapat diciptakan suatu
identitas RTH. Vegetasi potensial ini berdasarkan pada hasil analisis kuesioner pada responden antara lain: kenari Canarium vulgare Leenh., sempur Dillenia
aurea, menteng Baccaurea racemosa, kemang Mangifera caesia, bisbul Diospyros blancoi, sawo durian Chrysophyllum cainito sawo kecik Manilkara
kauki, buni Antidesma bunius, matoa Pometia pinnata dan durian Durio zibentinus. Vegetasi ini dapat tumbuh dengan baik dan merupakan vegetasi yang
mempunyai karakter kuat untuk dijadikan identitas RTH melalui penataan secara fungsional dan estetis sesuai dengan peruntukkan khususnya untuk taman umum
dan jalur hijau di Kota Bogor serta dapat berfungsi sebagai sumber pakan kalong.
6.2 Konsep Pengembangan