Tinjauan Studi Volatilitas Tinjauan Studi Terdahulu

Karena t juga merupakan residual dari peramalan Y t , persamaan di atas berimplikasi bahwa proyeksi linier kuadrat residual dari ramalan Y t E terhadap m kuadrat residual peramalan sebelumnya adalah sebagai berikut: 2 t | 2 t-1 , 2 t-2 , ... = ξ + α 1 2 t-1 + α 2 2 t-2 + ... + α m 2 t-m Proses white noise yang memenuhi persamaan 2.6 dikenal sebagai model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity dengan orde m atau ARCH m. Proses ini dinotasikan : …………… 2.20 t ~ ARCH m Persamaan ini sering juga ditulis sebagai berikut: h t = ξ + α 1 2 t-1 + α 2 2 t-2 + ... + α m 2 t-m dimana h …..…..……………………… 2.21 t = E 2 t | 2 t-1 , 2 t-2 , ... yang sering disebut sebagai ragam . Proses t ~ ARCH m dicirikan oleh 2 t = h t Lebih umum lagi dapat diperlihatkan sebuah proses dimana ragam bersyaratnya tergantung pada jumlah beda kala terhingga dari .Vt; dimana Vt ~ N 0,1. 2 h t-j t = ξ + πL 2 t dengan ……………………………………………………. 2.22 ∑ ∞ = = 1 2 j j L L π π kemudian πL diparameterisasi sebagai rasio dari 2 orde polinomial terhingga : r r m m L L L L L L L L L L L ........ 1 ........ 1 3 3 2 2 1 1 3 3 2 2 1 1 δ δ δ δ α α α α δ α π − − − − − + + + + = − = dimana diasumsikan bahwa akar dari 1 − L = 0. Jika persamaan di atas dikalikan dengan 1 − L, maka diperoleh persamaan sebagai berikut : [1 − L] h t = [1 − L ] ξ + α L 2 h t atau t = к + 1 h t-1 + 2 h t-2 + ... + r h t-r + α 1 2 t-1 + α 2 2 t-2 + ... + α m 2 t-m untuk к = [1 - 1 – 2 - ... – r] ξ. .. 2.23 Persamaan 2.23 dikenal sebagai model General Autoregressive Conditional Heteroscedasticity dengan orde r dan orde m yang biasa dinotasikan sebagai t ~ GARCH r, m. Pada persamaan 2.23 dapat diketahui bahwa varian terdiri dari 3 komponen: 1 komponen pertama adalah varian yang konstan к; 2 komponen kedua adalah varian pada periode sebelumnya h t-r ; dan komponen ketiga adalah volatilitas pada periode sebelumnya 2 t-m .

2.3.1.2. Model Keseimbangan Umum

Model keseimbangan umum adalah model ekonomi yang menganalisis perekonomian secara menyeluruh. Model tersebut menjelaskan bahwa suatu perekonomian terdiri dari beberapa pasar yang saling berinteraksi. Perubahan yang terjadi di suatu pasar akan diikuti dengan penyesuaian pada pasar-pasar lainnya. Keseimbangan umum akan tercapai apabila permintaan dan penawaran pada setiap pasar mencapai keseimbangan. Oktaviani 2008 menjelaskan bahwa berbeda dengan model ekonomi parsial, model keseimbangan umum Computable General EquilibriumCGE dapat menganalisis pasar secara lengkap dan saling berinteraksi satu sama lain. Lebih lanjut, Oktaviani 2008 menjelaskan bahwa model keseimbangan umum CGE merupakan model makroekonomi yang mengintegrasikan mikroekonomi dan makroekonomi. Model struktural CGE dibangun dengan dasar- dasar teori ilmu mikroekonomi dimana tingkah laku agen-agen ekonomi dijelaskan secara spesifik dan detil dalam bentuk sistem persamaan behavioral equations. Model CGE merubah struktur general equlibrium Walras, yang diperkenalkan oleh Kenneth Arrow dan Gerald Debreu pada tahun 1950, dari abtraksi ekonomi ke dalam model ekonomi aktual dengan menspesifikasikan fungsi produksi dan fungsi demand yang digabungkan dengan data untuk menggambarkan kondisi real perekonomian. Model CGE merupakan pengembangan lebih lanjut dari model I-O, model Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE dan mengkombinasikannya dengan ekonometrika. Model CGE digunakan secara luas dalam membahas masalah- masalah yang meliputi industri, investasi, perdagangan internasional, perencanaan pembangunan, pembiayaan publik, lingkungan dan pengelolaan sumberdaya, penyesuaian struktural dan transisi ke perekonomian pasar. Dalam model CGE, banyak transaksi diestimasi secara empirik baik melalui estimasi ekonometrika maupun melalui penelitian-penelitian dan studi literatur sebelumnya. Keterbatasan data sering menjadi kendala dalam pengembangan model CGE di Indonesia, sehingga pengembangan CGE memerlukan dukungan dari berbagai disiplin ilmu. Setiap model mempunyai keunggulan dan keterbatasan. Keunggulan model CGE adalah Oktaviani, 2008: 1. Dibandingkan dengan model keseimbangan parsial, model CGE sudah memasukkan semua transaksi antara pelaku-pelaku ekonomi secara keseluruhan, baik di pasar faktor produksi maupun pasar komoditi. Sehingga dampak dari suatu kebijakan akan dapat dianalisis pengaruhnya secara kuantitatif terhadap kinerja ekonomi baik secara makro maupun secara sektoral Horison, 1997. 2. Dibandingkan dengan model Input Output I-O, model CGE sudah memasukkan kemungkinan substitusi antara faktor produksi sehingga jika terjadi perubahan harga relatif dari suatu faktor produksi, produsen akan merubah komposisi penggunaan faktor produksi ke arah faktor produksi yang harganya relatif lebih murah. Sedangkan pada model I-O substitusi antara faktor produksi tidak dimungkinkan. Selain itu, pada model I-O dampak dari suatu kebijakan hanya dapat dianalisis di tingkat industri, sedangkan pada model CGE dampak kebijakan dapat dianalisis pada tingkat institusi, distribusi pendapatan diantara golongan rumah tangga, distribusi pendapatan diantara faktor produksi primer, neraca perdagangan dan sebagainya Horison, 1997. Lebih lanjut, Wobs 2001 menyatakan bahwa pada model CGE harga sudah dimasukkan sebagai variabel endogen, sedangkan pada model I-O harga dianggap sebagai variabel eksogen. 3. Dibandingan dengan Social Accountinng Matrix SAM atau Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE, model CGE sudah memasukkan persamaan non linier. Disamping itu, pada model CGE harga sudah dimasukkan sebagai variabel endogen. Sedangkan pada SAM sistem persamaan yang digunakan adalah persamaan linier dengan asumsi model Leontif, sehingga substitusi antara faktor tidak dimungkinan dan seperti pada model I-O, pada model SAM harga merupakan variabel eksogen. Perbedaan lainnya adalah pada SAM diasumsikan penawaran komoditi dan faktor produksi elastis sempurna, sedangkan pada CGE diasumsikan ada pembatasan supply Bautista et al, 1999. 4. Dibandingkan dengan model makro ekonometrika, model CGE dapat mengacu pada tahun tertentu particular benchmark years, sedangkan pada model makro ekonometrika data yang digunakan merupakan data deret waktu sehingga tidak dapat diaplikasikan pada tahun tertentu. Disamping itu dengan menggunakan model CGE hubungan antara makro ekonomi dangan mikroekonomi dapat diketahui, sementara pada model makro ekonometrika analisis dan dampak hanya dapat dilakukan di tingkat makro Horison, 1997. Sementara itu, CGE juga memiliki sejumlah keterbatasan, yaitu Oktaviani, 2008: 1. Asumsi utama dalam model CGE mengenai struktur pasar adalah pasar persaingan sempurna PPS dengan kondisi constant return to scale, sehingga untuk komoditi dengan pasar non-PPS asumsi ini menjadi keterbatasan model. 2. Adanya ketergantungan model CGE pada parameter benchmark yang dikalibrasi, karena model CGE tidak dapat mengestimasi parameter-parameter tersebut. Sehingga untuk parameter-parameter tertentu biasanya diambil dari penelitian terdahulu. Permasalahannya kadang-kadang data tersebut, terutama di negara-negara berkembang tidak tersedia. 3. Model CGE terlalu kompleks dan terlalu banyak menggunakan asumsi, sehingga akan muncul permasalahan black box sehingga sulit untuk menerangkan jika hasil estimasi yang didapat tidak sesuai dengan teori ekonomi atau prediksi yang diharapkan. 4. Tidak seperti model ekonometrika, pada model CGE tidak ada validitas terhadap pengolahan, sehingga bagi orang-orang yang mengutamakan ke- validan dalam model merasa akan sangat riskan menggunakan model CGE. Validitas model dan data base ditunjukan dengan pemenuhan asumsi keseimbangan umum dan signifikansi dari parameter yang digunakan. 5. Model CGE tidak dapat menangkap perubahan perekonomian yang sangat besar tidak dapat menganalisis perubahan persentase lebih dari 100 persen. 2.3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Industri pengolahan merupakan sektor yang dominan dalam perekonomian Indoensia. Kontribusi industri dalam perekonomian ditunjukan dalam hal pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja serta pembentukan devisa melalui ekspor. Data Badan Pusat Statistik BPS menunjukan bahwa kontribusi sektor industri terhadap PDB pada tahun 2009 adalah sebesar 26.16 persen. Sementara itu, dalam penyerapan tenaga kerja kontribusi sektor industri adalah 12.24 persen dan kontribusi dalam ekspor adalah sebesar 73.69 persen dari total nilai ekspor non-migas. Kontribusi sektor industri yang relatif besar dalam perekonomian merupakan implikasi dari kinerja sektor industri tersebut. Kinerja yang dicapai sektor industri tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi faktor internal dan eksternal. Perkembangan yang terjadi pada internal dan eksternal faktor akan mempengaruhi kinerja sektor industri. Agar pertumbuhan yang dicapai sektor industri pengolahan dapat ditingkatkandipertahankan maka menjadi penting untuk mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi dalam perekonomian. Dinamika yang terjadi dalam perekonomian global dan nasional pada tahun 2008 memberikan peluang sekaligus tantangan bagi perkembangan sektor industri pengolahan di Indonesia. Pada akhir tahun 2007 sampai dengan awal 2008, dinamika perekonomian distimulus dengan terjadinya krisis enerji global yang memicu peningkatan harga minyak dunia. Harga minyak dunia meningkat dari kisaran 60-65 US per barrel pada pertengahan tahun 2007 melonjak di atas 100 US per barrel pada awal tahun 2008. Di dalam negeri kenaikan harga minyak dunia direspon oleh pemerintah dengan menaikan harga BBM jenis premium dan solar yaitu dari Rp 4 000liter menjadi Rp 6 000liter. Peningkatan harga BBM tersebut menjadi ganjalan yang sangat serius bagi pemulihan perekonomian nasional, tidak terkecuali bagi sektor industri pengolahan. Dampak kenaikan harga BBM terhadap sektor industri pengolahan tentunya akan mempengaruhi struktur biaya produksi. Sementara itu terhadap rumah tangga, kenaikan harga BBM cenderung akan menurunkan daya beli masyarakat. Peningkatan dalam biaya produksi di satu sisi dan penurunan daya beli masyarakat di sisi yang lain sebagai konsekuensi kenaikan harga BBM pada akhirnya akan cenderung mendorong industri untuk melakukan pengurangan volume produksi dan rasionalisasi PHK karyawan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam perspesktif makro ekonomi, perubahan variabel harga BBM akan cenderung diikuti oleh penurunan volume produksi berbagai kelompok industri dan sektor perekonomian lainnya. Perubahan tersebut secara agregat akan menyebabkan turunnya total produksipendapatan nasional dan mendorong