capaian pada kondisi baseline. Bahkan pada industri tertentu menyebabkan penurunan kinerja ekspor yang lebih besar dibandingkan kondisi baseline seperti
yang terjadi pada industri makanan olahan dan industri tekstil.
Gambar 49. Dampak Devaluasi Riil terhadap Ekspor Sektor Industri Sementara itu, untuk impor terjadi kondisi yang sebaliknya dimana
sebagian besar industri mencapai pertumbuhan impor yang relatif lebih besar dibandingkan baseline Gambar 50. Apresiasi nilai tukar yang terjadi
menyebabkan harga komoditi impor menjadi relatif lebih murah dibandingkan komoditi domestik. Dengan demikian konsumenprodusen dalam negeri
cenderung menggunakan produk yang berasal dari impor dibandingkan produk yang tersedia di dalam negeri. Pertumbuhan impor yang cukup besar dijumpai
pada beberapa industri seperti industri makanan olahan, industri minyak lemak, industri makanan olahan laut, indstri tekstil, industri alas kaki dan industri pupuk.
-50 -40
-30 -20
-10 10
20 30
40
M n
yk L
e ma
k
M ak
O lah
Lau t
M ak
O lah
T e
xP a
kK lt
A la
sK ak
i B
m b
K aR
tn K
e rt
a s
K ar
e tP
las t
F er
ti P
es t
K ilan
gM yk
S em
en B
e siB
aj a
In d
Lo g
am M
e sin
Lis tr
ik A
lt A
ng kut
Ind us
tr iL
ai n
Sim 1 Sim 5
Pertumbuhan impor yang dicapai oleh industri-industri tersebut relatif lebih besar dibandingkan kondisi baseline.
Gambar 50. Dampak Devaluasi Riil terhadap Impor Sektor Industri
6.4. Peta Kinerja Sektor Industri Pengolahan
Kinerja sektor industri pengolahan merupakan indikator yang menunjukkan perkembangan sektor industri pengolahan. Capaian kinerja suatu
industri dapat mengalami pertumbuhan positif meningkat atau negatif menurun. Pertumbuhan positif dari suatu sektor industri menunjukkan bahwa
industri tersebut dapat terus berkembang pada situasi yang dihadapinya. Sementara itu, pertumbuhan yang negatif menunjukkan bahwa perkembangan
suatu sektor industri cenderung mengalami kendala. Capaian kinerja suatu sektor industri pada dasarnya ditentukan oleh sejumlah faktor yang meliputi faktor
internal dan faktor eksternal.
-5 5
10 15
20 25
30 35
M n
yk Le
ma k
M ak
O lah
Lau t
M ak
O lah
Te xP
ak K
lt A
la sK
ak i
B m
bK aR
tn Ke
rt as
Kar et
Plas t
Fer tiP
es t
Kilan gM
yk Sem
en B
es iB
aj a
In d
Lo gam
M es
in Lis
tr ik
A lt
A ng
kut Ind
us tr
iL ai
n Sim 1
Sim 5
Hasil simulasi volatilitas yang telah diuraikan pada bagian terdahulu menunjukkan adanya perbedaan tingkat capaian kinerja setiap industri terhadap
suatu shock yang terjadi dalam perekonomian. Respon kinerja yang beragam tersebut sesungguhnya merepresentasikan karakteritik masing-masing industri
yang relatif berbeda-beda. Shock yang terjadi dapat menyebabkan pertumbuhan yang lebih rendah bagi satu jenis industri tetapi untuk industri lain masih dapat
mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dilakukan pemetaan respon kinerja industri terhadap suatu shock yang terjadi
dalam perekonomian. Pemetaan sektor industri berdasarkan capaian kinerjanya dibedakan kedalam dua kelompok yaitu: industri dengan capaian kinerja yang
meningkat dan industri dengan capaian kinerja yang menurun. Peta kinerja sektor industri pengolahan terhadap volatilitas beberapa variabel ekonomi akan diuraikan
pada bagian berikut. Peta industri berdasarkan kinerja output dan penyerapan tenaga kerja
disajikan pada Tabel 42. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa respon negatif terhadap suatu shock variabel ekonomi cenderung terjadi pada sebagian
besar sektor industri. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan relatif rentan terhadap shock yang terjadi dalam perekonomian. Namun demikian
terdapat dua industri yang cenderung mampu mencapai kinerja yang terus meningkat pada berbagai shock yang terjadi yaitu industri makanan olahan dan
industri pupuk dan pestisida. Lebih lanjut diketahui bahwa respon negatif pada kinerja output cenderung
sejalan dengan capaian kinerja penyerapan tenaga kerja. Industri yang kinerja outputnya menurun akan cenderung juga mencapai kinerja penyerapan tenaga
kerja yang juga menurun. Dalam teori mikroekonomi dikenal dengan konsep permintaan turunan derived demand. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
produksi dan produktivitas industri merupakan prasyarat bagi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri. Oleh karena itu, penciptaan iklim
usaha yang kondusif bagi peningkatan produksi dan produktivitas perlu terus dikembangkan. Penciptaan iklim usaha yang dapat meningkatkan daya tarik
investasi akan dapat mendorong peningkatan produktivitas sektor industri.
Tabel 42. Pemetaan Industri Berdasarkan Kinerja Pertumbuhan Output dan Penyerapan Tenaga Kerja
Unskill Skill
Unskill Skill
Unskill Skill
Unskill Skill MnykLemak
- -
- +
+ +
- +
- -
- -
MakOlahLaut -
- -
- -
- -
+ -
- -
-
MakOlah
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
TexPakKlt
- -
- +
+ +
+ +
- +
+ -
AlasKaki -
- -
- -
- +
+ -
+ +
-
BmbKaRtn
- -
- -
- -
- +
- -
- -
Kertas
- -
- -
- -
- +
- +
+ -
KaretPlast -
- -
- -
- -
+ -
- +
-
FertiPest
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
KilangMyk
+ +
+ -
- -
+ +
- +
+ -
Semen -
- -
- -
- -
- -
- -
-
BesiBaja
- -
- +
+ +
- +
- -
- -
IndLogam
- -
- -
- -
- +
- -
- -
MesinListrik -
- -
- -
- -
+ -
- -
-
AltAngkut
- -
- -
- -
+ +
- +
+ -
IndustriLain -
- -
- -
- -
+ -
+ +
-
Tenaga Kerja Harga Minyak Dunia
Harga Ekspor Industri Suku Bunga Riil
Devaluasi Riil Output
Output Output
Output Sektor
Tenaga Kerja Tenaga Kerja
Tenaga Kerja
Keterangan:
+
Pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan baseline
-
Pertumbuhan lebih rendah dibandingkan baseline
Capaian kinerja yang positif pada industri makanan olahan dan industri pupuk dan pestisida juga sangat terkait dengan pertumbuhan produktivitas yang
dicapai kedua sektor industri tersebut seperti yang ditunjukkan pada pertumbuhan TFP. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa capaian kinerja yang positif dari
kedua industri tersebut terkait dengan adanya hubungan yang relatif kuat antara
kedua sektor industri tersebut dengan sektor pertanian. Untuk industri makanan olahan, sektor pertanian merupakan sektor utama penyedia bahan baku bagi
industri tersebut. Sementara itu untuk industri pupuk dan pestisida, sektor pertanian merupakan sektor utama yang menggunakan output dari industri
tersebut. Dalam analisis input output dikenal dengan analisis keterkaitan yang terdiri dari keterkaitan ke depan dan ke keterkaitan ke belakang. Hubungan kedua
industri tersebut dengan sektor pertanian ditunjukkan pada Tabel 43. Berdasarkan Tabel 43 diketahui bahwa industri pupuk dan pestisida
merupakan industri yang pangsa penjualan outputnya ke sektor pertanian relatif jauh lebih besar dibandingkan sektor industri lainnya. Hal ini mengindikasikan
bahwa sektor industri pupuk dan pestisida memiliki keterkaitan ke depan yang kuat dengan sektor pertanian. Sementara itu, industri makanan olahan memiliki
pangsa penggunaan input dari sektor pertanian yang relatif lebih besar dibandingkan sektor industri lainnya, kecuali industri minyak lemak dan industri
makanan olahan laut. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor makanan olahan memiliki keterkaitan ke belakang yang relatif kuat dengan sektor pertanian.
Respon kinerja yang lebih baik pada industri makanan olahan dibandingkan industri makanan olahan laut dan industri minyak lemak, yang
memiliki pangsa penggunaan input dari sektor pertanian yang lebih besar, diduga terkait ketersediaan bahan baku secara lokal yang dapat disediakan oleh beberapa
sektor dalam kelompok sektor pertanian. Sementara itu untuk industri minyak lemak dan industri makanan olahan laut, penggunaan input hanya berasal dari
sebagian kecil sektor yang termasuk sektor pertanian. Pada industri minyak lemak, sumber input didominasi dari sektor sawit. Untuk industri makanan olahan
laut, sumber input didominasi dari sektor perikanan. Disamping itu, faktor lain yang juga diduga mempengaruhi capaian kinerja yang lebih tinggi pada sektor
industri makanan olahan adalah terkait dengan orientasi penjualan output yang lebih ditujukan untuk pasar domestik.
Tabel 43. Hubungan Penggunaan Input dan Penjualan Output Sektor Industri dengan Sektor Petanian
Sektor Industri Pangsa Penjualan Output
Ke Sektor Pertanian Pangsa Penggunaan Input
dari Sektor Pertanian MnykLemak
0.0236 0.5747
MakOlahLaut 0.0083
0.6993 MakOlah
0.2795 0.5649
TexPakKlt 0.0059
0.0525 AlasKaki
0.0000 0.1582
BmbKaRtn 0.0029
0.2224 Kertas
0.0039 0.0277
KaretPlast 0.0071
0.2284 FertiPest
0.9419 0.0006
KilangMyk 0.0326
0.0000 Semen
0.0000 0.0000
BesiBaja 0.0000
0.0000 IndLogam
0.0079 0.0002
MesinListrik 0.0236
0.0000 AltAngkut
0.0112 0.0004
IndustriLain 0.0247
0.1002
Keterangan: termasuk sektor peternakan, perikanan dan kehutanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b diolah.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa ketersediaan bahan baku dari sumber domestik merupakan salah satu faktor utama yang akan
menentukan daya tahan industri dalam menghadapi shock dalam perekonomian. Sementara itu, semakin terbatasnya bahan baku akan cenderung menyebabkan
industri menjadi lebih rentan terhadap shock yang terjadi. Temuan ini sejalan
dengan yang diungkapkan oleh Porter 1998 bahwa salah satu faktor yang menentukan daya saing adalah kondisi faktor. Ketersediaan bahan baku dari segi
kuantitas, kualitas dan kontinuitas akan sangat menentukan daya saing suatu industri dalam berkompetisi.
Pada beberapa industri ketersediaan bahan baku dari sumber domestik cenderung semakin terbatas, seperti terjadi pada industri kertas, industri bambu,
kayu, rotan dan industri karet. Pada industri kertas, input utama bersumber dari output sektor kehutanan Hutan Tanaman Industri. Produksi dan produktivitas
yang cenderung stagnan bahkan melambat pada sektor kehutanan berimplikasi terhadap ketersediaan bahan baku bagi industri kertas. Keterbatasan bahan baku
yang terjadi mendorong kenaikan harga bahan baku tersebut. Dampak dari peningkatan harga bahan baku adalah peningkatan biaya produksi. Peningkatan
biaya produksi tersebut akan cenderung mendorong turunnya volume produksi industri tersebut. Hal serupa juga terjadi pada industri bambu, kayu dan rotan.
Semakin terbatasnya ketersediaan bahan baku merupakan kendala utama yang dihadapi oleh industri kayu. Keterbatasan bahan baku tersebut terkait dengan
terjadinya illegal logging dan illegal trading. Oktaviani et al 2007 mengungkapkan bahwa biaya bahan baku dan biaya energi merupakan faktor
yang berpengaruh negatif terhadap kinerja industri pulp dan paper. Sementara itu peningkatan produksi dan produktivitas industri karet dan
plastik sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku utama yang berasal dari perkebunan karet. Peningkatan produksi dan produktivitas perkebunan karet
terkendala dengan usia tanaman yang sudah relatif tua. Parhusip 2008 mengungkapkan bahwa kendala utama dalam pengembangan karet alam adalah
tingkat produktivitas lahan karet yang masih rendah. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan sebagian besar telah memasuki tahapan tidak produktif
tanaman berusia di atas 20 tahun. Jika dibandingkan dengan produsen utama karet alam, tingkat produktivitas lahan di Indonesia khususnya perkebunan rakyat
baru mencapai 0.80 tonhatahun, sedangkan perkebunan besar mencapai sekitar 1 tonhatahun. Tingkat produktivitas lahan tersebut lebih rendah dibandingkan
negara lain seperti India yang mencapai sekitar 1.90 tonhatahun dan Thailand mencapai sekitar 1.60 tonhatahun.
Lebih lanjut, berdasarkan analisis pada bagian terdahulu diketahui bahwa sebagian industri mencapai pertumbuhan output yang negatif pada kondisi
baseline yaitu industri tekstil, industri alas kaki dan industri kilang minyak. Capaian kinerja yang negatif pada ketiga industri tersebut sangat terkait dengan
produktivitas industri yang menurun seperti ditunjukkan pada nilai TFP ketiga industri. Porter 1998 mengungkapkan bahwa daya saing dapat diidentifikasikan
dengan produktivitas, yaitu tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.
Pada industri tekstil dan produk tekstil, struktur industri yang berkembang ternyata masih relatif didominasi oleh penggunaan mesin-mesin yang relatif sudah
tua. Sekitar 80 persen mesin-mesin yang digunakan dalam industri tekstil dan produk tekstil telah berusia lebih dari 20 tahun
1
1
Pertumbuhan industri tekstil cenderung melambat, Tempo, 22 April 2010.
. Usia mesin yang sudah tua tersebut cenderung menimbulkan inefisiensi dalam produksi. Di sisi lain,
perkembangan sektor industri tekstil juga masih dicirikan oleh pemanfaatan utilitas terpasang yang masih relatif terbatas. Kapasitas terpasang pada industri
tekstil belum dimanfaatkan secara optimal. Studi Oktaviani et al 2007 mengungkapkan bahwa tingkat efisiensi dan output berpengaruh positif terhadap
kinerja industri diukur dengan Price Cost Margin dan tingkat upah biaya tenaga kerja berpengaruh negatif.
Seperti halnya industri tekstil, industri alas kaki Indonesia juga masih didominasi oleh penggunaan mesin yang sudah tua. Sekitar 80 persen mesin
industri sepatu sudah tergolong usang karena sudah berusia lebih dari 15 tahun, hanya sekitar 7-8 persen perusahaan yang sudah melakukan restrukturisasi
mesin
2
Berbeda dengan industri tekstil dan alas kaki yang cenderung labor intensive, industri kilang minyak merupakan industri yang bersifat kapital
intensive. Untuk pengembangan industri kilang minyak dibutuhkan modal yang sangat besar. Biaya operasional dan biaya eksplorasi sumur-sumur minyak baru
yang relatif besar juga merupakan karakteristik yang dijumpai pada industri kilang minyak. Keterbatasan dalam investasi menyebabkan pertumbuhan produksi dan
produktivitas dari sektor industri ini juga relatif menurun. Di sisi lain, industri . Di sisi lain, kedala yang juga dihadapi sektor industri alas kaki adalah
terkait dengan bahan baku. Sejak tahun 1998, Pemerintah hanya mengizinkan impor bahan baku kulit dari negara yang bebas dari penyakit mulut dan kuku.
Adanya kebijakan larangan bahan baku kulit tersebut dapat mempengaruhi tingkat produksi industri penyamakan kulit. Penurunan produksi kulit lebih lanjut juga
akan berpengaruh terhadap kinerja industri alas kaki. Studi Oktaviani et al 2007 juga mengungkapkan bahwa efisiensi, jumlah perusahaan dan pengeluaran bahan
baku berpengaruh positif terhadap kinerja industri alas kaki.
2
80 mesin industri sepatu sudah using, Vivanews, 15 April 2009.
kilang minyak juga menggunakan komponen input yang bersumber dari impor dalam persentase yang relatif besar Tabel 44. Berbagai karakteristik tersebut
tampaknya menyebabkan industri kilang minyak relatif rentan terhadap shock yang terjadi dalam perekonomian.
Tabel 44. Pangsa Biaya Input Pada Sektor Industri Pengolahan
Sektor Input Antara
Input Primer Domestik
Impor Tenaga Kerja
Kapital MnykLemak
64.42 0.27
12.09 22.57
MakOlahLaut 87.71
1.14 6.06
5.09 MakOlah
62.42 5.64
8.21 22.03
TexPakKlt 51.20
10.12 10.06
25.96 AlasKaki
48.78 1.46
33.40 16.36
BmbKaRtn 52.20
5.03 11.79
29.67 Kertas
50.61 11.78
10.84 24.99
KaretPlast 54.04
16.96 9.43
16.65 FertiPest
54.63 9.46
24.49 39.34
KilangMyk 20.96
20.24 15.09
67.05 Semen
54.94 3.83
11.68 27.50
BesiBaja 45.31
26.33 4.25
20.60 IndLogam
41.88 14.00
15.21 26.72
MesinListrik 43.70
25.30 8.17
19.61 AltAngkut
36.23 21.43
13.48 26.32
IndustriLain 46.05
20.67 10.83
19.84 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b diolah.
Pangsa input yang relatif besar dari sumber impor juga dijumpai pada industri besi baja, industri mesin listrik, dan industri alat angkut. Kelompok
industri tersebut juga menunjukkan kinerja yang cenderung menurun terhadap shock yang terjadi dalam perekonomian. Oleh karena itu, peningkatan pangsa
input yang bersumber dari domestik perlu dilakukan untuk membatasi ketergantungan terhadap sumber input impor. Disisi lain, pada industri besi baja