Turunnya jumlah penyerapan tenaga kerja juga terjadi pada sebagian besar sektor yang termasuk dalam kelompok sektor industri. Seperti ditunjukkan pada
Gambar 33, diketahui bahwa penurunan jumlah tenaga kerja terjadi baik pada simulasi baseline maupun simulasi 2. Penurunan penyerapan tenaga kerja yang
relatif besar terjadi pada sektor industri alas kaki, kemudian diikuti industri tekstil pakaian dan kulit, dan industri bambu kayu rotan. Pada kelompok industri
tersebut penurunan jumlah tenaga kerja terjadi pada seluruh jenis tenaga kerja. Turunnya jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor industri tersebut
relatif selaras dengan penurunan jumlah output yang terjadi pada masing-masing industri.
Gambar 33. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri
Sementara itu, beberapa industri masih mampu mencapai pertumbuhan positif dalam penyerapan tenaga kerja tetapi dengan nilai pertumbuhan lebih
-25 -20
-15 -10
-5 5
10 15
20 25
M n
yk Le
m ak
M ak
O lah
La u
t M
ak O
lah Te
xP a
kKl t
A la
sK ak
i B
m b
Ka R
tn K
er ta
s K
ar et
P las
t Fe
rt iP
e st
K ila
n gM
yk Se
m e
n B
e si
B a
ja In
dL o
ga m
M e
si nL
is tr
ik A
lt A
n gk
u t
Ind us
tr iL
ai n
Unski l l Si m 1 Ski l l Si m 1
Unski l l Si m 2 Ski l l Si m 2
rendah dibandingkan baseline yaitu industri mesin listrik dan industri alat angkut. Hanya sektor industri makanan olahan dan industri kilang minyak yang mampu
mencapai pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan baseline. Hal tersebut terkait dengan peningkatan output pada kelompok industri
tersebut. Lebih lanjut, dampak volatilitas harga minyak dunia juga mempengaruhi
kinerja ekspor dan impor sektor industri pengolahan. Hasil simulasi pada kondisi baseline simulasi 1 dan simulasi 2 menunjukkan pola perubahan yang cenderung
sama terkait dengan perubahan ekspor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sebagian sektor mencapai pertumbuhan positif dan sebagian lainnya mencapai
pertumbuhan negatif Gambar 34.
Gambar 34. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Ekspor Sektor Industri
-80 -60
-40 -20
20 40
M n
yk L
e ma
k
M ak
O lah
Lau t
M ak
O lah
T e
xP a
kK lt
A la
sK ak
i B
m b
K aR
tn K
e rt
a s
K ar
e tP
las t
F er
ti P
es t
K ilan
gM yk
S em
en B
e siB
aj a
In d
Lo g
am M
e sin
Lis tr
ik A
lt A
ng kut
Ind us
tr iL
ai n
Sim 1 Sim 2
Berdasarkan Gambar 34 diketahui bahwa volatilitas harga minyak dunia menyebabkan penurunan ekspor yang semakin besar pada beberapa industri.
Penurunan ekspor terbesar terjadi pada industri makanan olahan, diikuti oleh industri tekstil dan industri alas kaki serta industri pupuk dan pestisida dan
industri semen. Penurunan yang terjadi pada kelompok industri tersebut merupakan efek lanjutan dari menurunnya jumlah output yang dihasilkan pada
masing-masing industri sebagai dampak dari peningkatan volatilitas harga minyak dunia, kecuali pada industri makanan olahan dan industri pupuk dan pestisida.
Output industri makanan olahan dan industri pupuk masih mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan baseline, dalam situasi adanya
peningkatan harga minyak dunia, tetapi ekspor kedua industri tersebut mengalami penurunan. Pertumbuhan output yang dicapai ternyata lebih ditujukan untuk
memenuhi permintaan domestik seperti ditunjukkan pada Tabel 32. Pada tabel tersebut diketahui bahwa peningkatan output industri menyebabkan peningkatan
output pada pasar domestik. Hal ini tentunya terkait dengan pertumbuhan permintaan masyarakat untuk kedua produk industri tersebut. Untuk produk
makanan olahan pertumbuhan output distimulus oleh tingginya permintaan masyarakat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan tingkat pendapatan.
Sementara itu, untuk output industri pupuk dan pestisida permintaan berasal dari sektor-sektor produksi yang menggunakannya sebagai input produksi. Sektor
pertanian merupakan sektor utama pengguna output dari sektor industri pupuk dan pestisida. Berdasarkan Tabel 29 diketahui bahwa sebagian besar sektor pertanian
mencapai pertumbuhan output yang lebih tinggi dibandingkan baseline.
Peningkatan pertumbuhan output sektor pertanian tersebut akan mendorong peningkatan permintaan terhadap pupuk dan pestisida.
Sementara itu, menurunnya pertumbuhan ekspor juga terjadi pada beberapa industri yaitu: industri minyak lemak, industri makanan olahan laut,
industri bambu-kayu-rotan, industri kertas, industri karet-plastik, industri kilang minyak, industri besi baja, industri logam, industri mesin listrik dan industri alat
angkut. Untuk kelompok industri tersebut, tekanan dari volatilitas harga minyak dunia menyebabkan pertumbuhan ekspor pada simulasi 2 lebih rendah
dibandingkan simulasi 1.
Tabel 32. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Pertumbuhan Output Industri, Output Domestik, dan Impor
Sim 1 Sim 2
Selisih Sim 1 Sim 2 Selisih
Sim 1 Sim 2 Selisih MnykLemak
10.69 9.28
-1.41 2.65
2.98 0.33
1.69 4.60
2.91 MakOlahLaut
8.00 5.55
-2.45 4.47
5.40 0.94
-2.56 5.78
8.34 MakOlah
16.96 20.05
3.09 17.74
22.03 4.29
24.17 40.63
16.46 TexPakKlt
-5.80 -8.64
-2.84 0.31
1.02 0.71
8.29 13.12
4.83 AlasKaki
-14.67 -18.01 -3.34
0.60 2.32
1.72 9.60
14.09 4.49
BmbKaRtn 2.70
1.29 -1.42
1.69 0.15
-1.54 2.07
0.67 -1.40
Kertas 3.09
1.78 -1.32
1.49 1.15
-0.33 -1.06
0.38 1.43
KaretPlast 4.96
2.13 -2.83
2.53 2.17
-0.36 -0.59
1.39 1.97
FertiPest 2.89
3.56 0.67
3.56 4.80
1.24 6.79
11.49 4.70
KilangMyk -5.14
3.51 8.65
-0.57 -0.37
0.20 4.24
-2.59 -6.83
Semen 2.08
-1.64 -3.72
2.39 -1.33
-3.71 8.45
6.52 -1.93
BesiBaja 8.61
4.26 -4.35
6.85 2.26
-4.58 0.39
-2.59 -2.97
IndLogam 5.55
2.10 -3.45
4.26 1.14
-3.12 0.05
-1.34 -1.40
MesinListrik 13.35
10.65 -2.70
8.93 7.00
-1.93 1.38
0.10 -1.28
AltAngkut 10.16
8.51 -1.65
6.82 6.27
-0.56 -0.93
-1.07 -0.14
IndustriLain 0.42
-2.32 -2.74
2.16 0.90
-1.26 3.31
4.15 0.83
Sektor Pertumbuhan Output Output Domestik
Impor
Pada sisi impor diketahui bahwa volatilitas harga minyak dunia ternyata menyebabkan impor sebagian sektor industri mengalami peningkatan Gambar
35. Peningkatan impor terbesar terjadi pada industri makanan olahan, kemudian diikuti dengan industri alas kaki, industri tekstil, industri pupuk dan pestisida,
industri minyak lemak dan industri makanan olahan laut. Peningkatan impor industri tersebut diduga disebabkan dua hal yaitu meningkatnya permintaan bahan
baku input dan penurunan pertumbuhan output industri tertentu Tabel 32. Peningkatan output yang terjadi pada sebagian sektor industri mendorong
peningkatan impor bahan baku industri. Peningkatan output industri pupuk dan pestisida mendorong meningkatnya permintaan impor dari industri tersebut karena
sebagian bahan baku yang digunakan berasal dari impor. Sementara itu, untuk industri tekstil dan alas kaki terjadinya penurunan volume produksi dari industri
tersebut akan mendorong peningkatan impor guna memenuhi kebutuhan pasar domestik. Menurunnya pertumbuhan output industri tersebut akan disubstitusi
dengan tambahan produk impor sehingga total output di pasar domestik tetap meningkat. Hal serupa juga dijumpai pada industri minyak lemak dan industri
makanan olahan laut.
Gambar 35. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Impor Sektor
Industri
-5 5
10 15
20 25
30 35
40 45
M n
yk Le
ma k
M ak
O lah
Lau t
M ak
O lah
Te xP
ak K
lt A
la sK
ak i
B m
bK aR
tn Ke
rt as
Kar et
Plas t
Fer tiP
es t
Kilan gM
yk Sem
en B
es iB
aj a
In d
Lo gam
M es
in Lis
tr ik
A lt
A ng
kut Ind
us tr
iL ai
n Sim 1
Sim 2
Pada kelompok industri yang lain, penurunan pertumbuhan output juga diiringi dengan penurunan output di pasar domestik dan penurunan impor seperti
terjadi pada industri bambu kayu dan rotan, industri kertas, industri karet dan plastik, industri semen, industri alat angkut, industri mesin listrik, industri besi
baja dan industri logam. Penurunan output industri pada kelompok industri tersebut menyebabkan pertumbuhan impor yang negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa untuk kelompok industri tersebut impor yang dilakukan cenderung untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. Dengan demikian turunnya pertumbuhan
output menyebabkan turunnya permintaan impor dan turunnya ketersediaan output di pasar domestik.
6.3.2. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri
Volatilitas harga ekspor yang terjadi pada sejumlah industri utama Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan perubahan harga ekspor industri
tersebut dari waktu ke waktu, seperti yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Volatilitas harga ekspor yang dijadikan shock dalam simulasi ini mencakup tiga
jenis industri yang terdiri dari industri minyak dan lemak, industri tekstil dan produk tekstil dan industri besi baja. Besaran shock harga ekspor pada ketiga
jenis industri tersebut adalah 12,58 persen industri minyak dan lemak; 11,60 persen industri tekstil dan produk tekstil; dan 29,49 persen industri besi dan
baja. Sejauhmana dampak dari peningkatan volatilitas harga ekspor ketiga industri tersebut akan diuraikan pada bagian berikut.
Fluktuasi harga yang terjadi pada harga ekspor industri di pasar dunia akan memiliki pengaruh terhadap kinerja sektoral dalam perekonomian suatu negara.
Pengaruh tersebut disebabkan adanya keterkaitan pasar domestik dengan pasar
dunia. Perubahan yang terjadi pada pasar dunia, melalui mekanisme ekspor- impor, akan ditransmisikan sehingga membentuk kondisi keseimbangan baru pada
pasar domestik. Hasil simulasi volatilitas harga ekspor industri terhadap output dan harga
sektoral ditunjukkan pada Tabel 33. Hasil simulasi baseline menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada produktivitas sektoral dan variabel makro cenderung
mendorong terjadinya pertumbuhan positif pada output sektoral. Untuk kelompok sektor yang termasuk dalam sektor pertanian, pertumbuhan yang cukup
tinggi dicapai oleh sektor padi, tebu tembakau, teh dan cengkeh. Masing-masing sektor tersebut mampu mencapai pertumbuhan output lebih dari 5 persen.
Sementara itu pada kelompok industri, pertumbuhan yang relatif tinggi dicapai oleh industri minyak lemak, industri makanan olahan, industri makanan olahan
laut, industri mesin listrik dan industri alat angkut. Pertumbuhan yang dicapai kelompok industri tersebut mencapai lebih dari 10 persen.
Namun demikian, pertumbuhan positif pada baseline tidak terjadi pada semua sektor. Beberapa sektor mencapai pertumbuhan negatif. Pada kelompok
sektor pertanian pertumbuhan negatif terjadi pada sektor karet, kehutanan dan kebun lainnya. Sementara itu pada kelompok sektor industri, pertumbuhan negatif
terjadi pada industri tekstil dan produk tekstil, industri alas kaki, dan industri kilang minyak. Hasil simulasi volatilitas harga ekspor industri terhadap perubahan
output dan harga sektoral ditunjukkan pada Tabel 33. Berdasarkan Tabel 33 diketahui bahwa volatilitas harga ekspor industri
secara umum mampu mendorong peningkatan output sektoral. Beberapa sektor bahkan mencapai pertumbuhan output yang cukup tinggi. Shock volatilitas harga
ekspor yang dilakukan ternyata mendorong peningkatan output yang lebih tinggi dibandingkan baseline pada sejumlah sektor. Untuk kelompok sektor pertanian,
peningkatan harga ekspor ternyata mampu mendorong peningkatan output sektor padi, tebu, kelapa, sawit, tembakau dan cengkeh. Peningkatan output yang terjadi
pada sejumlah sektor tersebut terjadi seiring dengan peningkatan output yang dicapai oleh sektor industri makanan olahan dan industri minyak lemak.
Peningkatan output dari kedua industri tersebut akan membutuhkan pasokan bahan baku yang sumber utamanya berasal dari output sektor-sektor yang
tergolong dalam sektor pertanian. Sementara itu, untuk sektor-sektor pertanian lainnya peningkatan output
pada simulasi 3 lebih rendah dibandingkan simulasi 1. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan output yang terjadi pada kelompok sektor tersebut lebih
disebabkan perubahan-perubahan pada peningkatan produktivitas sektoral simulasi 1 bukan disebabkan peningkatan harga ekspor industri simulasi 3.
Peningkatan jumlah output yang lebih tinggi dibandingkan baseline juga terjadi pada ketiga industri yang mengalami peningkatan harga ekspor. Pada
industri minyak lemak, peningkatan output mencapai 17.30 persen lebih tinggi dibandingkan baseline yang peningkatannya mencapai 10.69 persen. Untuk
industri tekstil dan produk tekstil bahkan peningkatan harga ekspor mampu mendorong peningkatan output sebesar 7.60 persen. Perubahan tersebut
berkebalikan dengan kondisi baseline dimana industri tekstil mengalami penurunan output sebesar -5.80 persen. Efek ekspansi dari peningkatan harga
ekspor juga terjadi pada industri besi dan baja. Peningkatan output dari industri
tersebut mencapai 44.00 persen jauh lebih tinggi dibandingkan baseline yang mencapai peningkatan output 8.61 persen.
Tabel 33. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Output dan Harga Sektoral
Sim 1 Sim 3
Sim 1 Sim 3
Padi 9.02
11.01 5.72
11.73 TanLain
6.10 6.41
7.30 12.39
Karet -1.09
-3.13 2.83
4.07 Tebu
8.99 10.97
7.55 11.67
Kelapa 2.01
4.41 5.24
11.47 Sawit
1.29 6.46
2.36 7.98
Tembakau 8.42
10.23 0.06
2.93 Kopi
1.23 -0.53
1.33 3.07
Teh 7.18
8.57 12.05
16.38 Cengkeh
5.65 6.52
16.25 21.12
KebunLain -1.75
-2.69 5.06
7.87 Peternakan
7.05 8.97
6.67 11.29
Kehutanan -0.45
-2.30 11.24
13.54 Perikanan
2.54 2.54
0.55 4.09
MnkGasPnsBm -1.05
-1.15 -0.14
0.02 BatubaraLgm
5.57 4.05
-2.76 -2.89
MnykLemak 10.69
17.30 -2.55
8.58 MakOlahLaut
8.00 6.24
-6.46 -3.71
MakOlah 16.96
18.96 2.26
6.56 TexPakKlt
-5.80 7.60
2.48 10.14
AlasKaki -14.67
-20.03 3.99
5.49 BmbKaRtn
2.70 1.67
-1.06 -1.21
Kertas 3.09
2.48 -1.33
-0.92 KaretPlast
4.96 3.17
-1.35 -0.67
FertiPest 2.89
4.20 1.18
2.38 KilangMyk
-5.14 -5.62
2.76 2.98
Semen 2.08
-1.32 1.77
1.30 BesiBaja
8.61 44.00
-1.88 17.75
IndLogam 5.55
-0.47 -1.25
0.29 MesinListrik
13.35 10.94
-4.27 -3.56
AltAngkut 10.16
7.89 -3.31
-2.30 Indus triLain
0.42 -1.08
0.85 1.66
Listrik 0.65
2.07 -4.72
-2.36 GasAir
2.09 2.54
-2.17 -0.17
Bangunan 9.26
5.63 -0.72
-1.04 Perdagangan
4.07 3.74
-1.33 0.06
RestHotel 3.81
3.25 -0.38
2.19 AngkDrt
5.17 5.87
0.70 2.55
AngkAir 8.04
6.84 -2.94
-2.22 AngkUdara
9.55 9.74
-6.77 -5.59
Komunikasi 6.70
6.63 -6.86
-5.24 LembKeu
1.30 1.32
-7.20 -4.95
JsPemerintah 6.50
7.73 3.22
6.03 JasaLain
6.97 7.87
-2.12 0.62
Perubahan Output Perubahan Harga
Sektor
Keterangan: Sim 1: Simulasi peningkatan produktivitas sektoral dan perubahan beberapa variabel makro
Indonesia baseline scenario Sim 3: Sim 1 + simulasi peningkatan volatilitas harga ekspor industri
Namun demikian, untuk industri selain ketiga industri industri minyak lemak, industri tekstil produk tekstil dan industri besi baja ternyata cenderung
mencapai pertumbuhan output yang lebih rendah dibandingkan baseline, kecuali industri makanan olahan dan industri pupuk dan pestisida. Sementara itu, pada
industri alas kaki dan kilang minyak, volatilitas harga ekspor justru mendorong penurunan output yang lebih besar dibandingkan baseline. Hal ini mengindiksikan
bahwa keterkaitan antara industri yang mengalami peningkatan harga ekspor dengan kelompok industri lainnya masih relatih lemah. Secara grafis
perbandingan capaian pertumbuhan output pada simulasi 1 baseline dan simulasi 3 volatilitas harga ekspor industri ditunjukkan pada Gambar 36.
Gambar 36. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Output Sektor Industri
Simultan dengan perubahan yang terjadi pada jumlah output sektoral, harga-harga output sektoral juga mengalami perubahan. Hasil simulasi baseline
menunjukkan bahwa perubahan harga sektoral yang terjadi cenderung bervariasi,
-30 -20
-10 10
20 30
40 50
M n
yk Le
ma k
M ak
O lah
Lau t
M ak
O lah
Te xP
ak K
lt A
la sK
ak i
B m
bK aR
tn Ke
rt as
Kar et
Plas t
Fer tiP
es t
Kilan gM
yk Sem
en B
es iB
aj a
In d
Lo gam
M es
in Lis
tr ik
A lt
A ng
kut Ind
us tr
iL ai
n Sim 1
Sim 3
sebagian sektor mengalami kenaikan harga dan sebagian lainnya justru mengalami penurunan harga. Hal yang sama juga terjadi pada simulasi
peningkatan harga ekspor industri. Pada kelompok sektor industri, perubahan harga pada simulasi 1 baseline
dan simulasi 3 peningkatan harga ekspor industri ditunjukkan pada Gambar 37. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa penurunan harga yang terjadi pada
sebagian industri ternyata lebih besar pada simulasi 1 dibandingkan simulasi 3. Sementara itu, untuk peningkatan harga lebih besar terjadi pada simulasi 3
dibandingkan simulasi 1. Hal tersebut terkait dengan adanya peningkatan produktivitas pada simulasi 1 dan peningkatan harga ekspor pada simulasi 3.
Gambar 37. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Harga Output Sektor Industri
Peningkatan harga tertinggi pada simulasi 3 terjadi pada ketiga industri yang menjadi shock yaitu industri besi dan baja, industri tekstil dan produk tekstil,
-10 -5
5 10
15 20
M ny
kL em
ak M
ak O
la hL
au t
M ak
O la
h Te
xP ak
Kl t
Al as
Kak i
Bm bKa
Rt n
Ke rt
as Ka
re tP
las t
Fe rt
iP es
t Ki
la ng
M yk
Se m
en Be
siB aj
a In
dL og
am M
es in
Li st
rik Al
tA ng
ku t
Ind us
tr iL
ai n
Sim 1 Sim 3
dan industri minyak dan lemak. Apabila dibandingkan dengan simulasi 1, peningkatan harga yang terjadi pada industri tekstil jauh lebih besar pada simulasi
3. Sementara itu, perubahan harga yang terjadi pada industri besi baja dan industri minyak lemak mengalami arah perubahan harga yang berlawanan antara simulasi
1 dan simulasi 3. Secara umum dapat diketahui bahwa adanya kenaikan harga ekspor industri cenderung mendorong peningkatan harga-harga komoditi industri
lainnya. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan harga ekspor akan mendorong peningkatan harga komoditi di pasar domestik. Hal tersebut terjadi melalui
mekanisme transmisi antar pasar dalam membentuk keseimbangan baru. Perubahan jumlah dan harga output setiap sektor perekonomian sebagai
dampak volatilitas harga ekspor industri, secara simultan juga mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada masing-masing sektor. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa sebagian besar sektor perekonomian mengalami penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja dan sebagian lainnya mengalami peningkatan penyerapan
tenaga kerja Tabel 34. Berdasarkan Tabel 34 diketahui bahwa pada simulasi 1 baseline,
penurunan tenaga kerja pada sektor industri yang relatif besar terjadi pada industri alas kaki, industri tekstil dan produk tekstil dan industri kilang minyak. Penurunan
jumlah penyerapan tenaga kerja terjadi baik untuk tenaga kerja terdidik maupun tenaga kerja tidak terdidik. Penurunan penyerapanan tenaga kerja pada ketiga
industri tersebut pada kondisi baseline terjadi seiring dengan penurunan output yang dicapai. Penurunan output pada ketiga industri tersebut disebabkan oleh
tingkat produktivitas yang cenderung menurun, seperti ditunjukkan oleh nilai
Total Factor Productivity masing-masing industri yang sudah ditunjukkan pada bagian terdahulu.
Tabel 34. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral
Unskill Skill
Unskill Skill
Padi 2.48
3.99 7.27
7.89 TanLain
0.74 2.25
3.27 3.89
Karet -7.56
-6.05 -9.38
-8.76 Tebu
5.01 6.52
8.90 9.52
Kelapa -2.97
-1.47 2.48
3.10 Sawit
-4.59 -3.08
3.60 4.23
Tembakau -0.65
0.86 2.26
2.88 Kopi
-5.93 -4.42
-7.22 -6.60
Teh 5.71
7.22 8.98
9.60 Cengkeh
7.29 8.80
10.27 10.89
KebunLain -6.36
-4.85 -6.28
-5.66 Peternakan
5.51 7.02
9.74 10.36
Kehutanan 0.22
1.73 -0.75
-0.13 Perikanan
-5.43 -3.92
-3.89 -3.27
MnkGasPnsBm -7.60
-6.28 -8.08
-7.53 BatubaraLgm
-5.08 -3.75
-7.24 -6.70
MnykLemak 3.72
5.04 19.33
19.88 MakOlahLaut
-0.59 0.74
-2.34 -1.79
MakOlah 15.23
16.56 19.11
19.65 TexPakKlt
-9.77 -8.44
10.15 10.70
AlasKaki -17.62
-16.29 -23.66
-23.11 BmbKaRtn
-5.41 -4.08
-7.78 -7.24
Kertas -3.27
-1.94 -4.52
-3.97 KaretPlast
-0.56 0.76
-2.78 -2.23
FertiPest -3.53
-2.21 -1.21
-0.67 KilangMyk
-9.92 -8.59
-10.33 -9.79
Semen -0.41
0.92 -5.20
-4.65 BesiBaja
4.21 5.53
66.37 66.91
IndLogam -0.81
0.51 -9.03
-8.49 MesinListrik
6.88 8.21
3.68 4.22
AltAngkut 2.45
3.78 -0.68
-0.13 IndustriLain
-3.35 -2.03
-5.07 -4.52
Listrik -11.13
-9.62 -8.23
-7.61 GasAir
-8.88 -7.37
-7.81 -7.19
Bangunan 4.65
6.16 -2.52
-1.90 Perdagangan
-3.58 -2.07
-3.75 -3.13
RestHotel -4.23
-2.72 -4.62
-4.00 AngkDrt
0.56 0.77
1.98 2.07
AngkAir 1.06
1.27 -0.82
-0.73 AngkUdara
-0.73 -0.52
-0.45 -0.36
Komunikasi -7.33
-5.82 -6.97
-6.35 LembKeu
-10.95 -9.45
-10.14 -9.51
JsPemerintah 1.92
3.42 4.48
5.11 JasaLain
-1.09 0.42
1.60 2.22
Sektor Sim 1
Sim 3
Keterangan: Sim 1: Simulasi peningkatan produktivitas sektoral dan perubahan beberapa variabel makro
Indonesia baseline scenario Sim 3: Sim 1 + simulasi peningkatan volatilitas harga ekspor industri
Pada simulasi 3, fenomena penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja pada sejumlah industri juga terjadi. Perubahan yang cukup signifikan dalam hal
peningkatan penyerapan tenaga kerja pada simulasi 3 hanya terjadi pada ketiga industri yang menjadi shock dalam simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa insentif
peningkatan harga yang terjadi hanya mampu memberikan efek ekspansi penyerapan tenaga kerja pada ketiga industri yang harga ekspornya meningkat.
Sementara itu pada sektor-sektor industri lainnya, peningkatan harga tersebut tidak memberikan dorongan dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Perubahan penyerapan tenaga kerja pada setiap sektor industri sebagai dampak peningkatan harga ekspor industri ditunjukkan pada Gambar 38.
Gambar 38. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Penyerapan