pasokan yang memadai sehingga terjadi kelangkaan minyak. Kelangkaan minyak tersebut mendorong meningkatnya harga minyak dunia melampaui US
100barrel.
Gambar 25. Volatilitas Harga Minyak Dunia
Untuk volatilitas harga ekspor industri minyak dan lemak disajikan pada Gambar 26. Berdasarkan gambar tersebut diketahui besaran volatilitas dari harga
ekspor cenderung bervariasi pada nilai rataan volatilitas. Namun demikian pada pertengahan sampai dengan akhir 2008 volatilitas harga ekspor industri minyak
dan lemak menunjukan kecenderngan peningkatan. Namun demikian peningkatan volatilitas yang terajadi relatif rendah yaitu lebih rendah dari satu standar deviasi.
Peningkatan volatilitas tersebut disebabkan oleh fluktuasi harga yang cukup besar terjadi pada harga ekspor industri minyak dan lemak. Peningkatan harga ekspor
yang cukup besar terjadi selama periode Januari 2007 hingga Agustus 2008. Sementara itu, pada periode selanjutnya harga ekspor industri minyak dan lemak
cenderung menurun.
Gambar 26. Volatilitas Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak
Berbeda dengan harga ekspor industri minyak dan lemak, volatilitas harga ekspor industri besi dan baja menujukan volatilitas yang relatif lebih bervariasi
Gambar 27. Pada periode Januari 2000 sampai dengan November 2006 volatiltas bervariasi dalam batas yang masih lebih rendah dari dua standar deviasi. Namun
demikian pada periode Desember 2006 sampai denan Januari 2007, variasi volatilitas harga ekspor industri besi dan baja melewati batas dua standar deviasi.
Pada periode selanjutnya volatilitas harga ekspor industri besi dan baja kembali mengalami penurunan dan bervariasi dalam batas lebih rendah dari dua standar
deviasi. Peningkatan volatilitas kembali terjadi bahkan melebihi empat standar deviasi yaitu pada periode April-Juni 2008. Peningkatan volatilitas tersebut
terjadi karena peningkatan harga ekspor industri besi baja yang cenderung semakin fluktuatif pada periode awal 2007 hingga pertengahan tahun 2008.
Gambar 27. Volatilitas Harga Ekspor Industri Besi dan Baja
Volatilitas harga eskpor industri tekstil ditunjukan pada Gambar 28. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa volatilitas harga yang relatif besar
terjadi pada periode pertengahan tahun 2001. Volatilitas harga ekspor industri tekstil pada periode tersebut melewati dua standar deviasi. Sementara itu pada
periode selanjut volatilitas harga ekspor industri tekstil bervariasi pada kisaran lebih rendah dari satu standar deviasi. Bahkan mulai awal 2006 hingga akhir 2008
volatilitas harga ekspor industri tekstil berada dibawah nilai volatilitas rata-rata. Hal ini menunjukan bahwa pergerakan harga yang terjadi berada pada kisaran
perubahan yang relatif kecil.
Gambar 28. Volatilitas Harga Ekspor Industri Tekstil
Volatilatas variabel suku bunga riil ditunjukan pada Gambar 29. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa nilai volatilitas variabel SBI riil
selama periode Januari 2002 sampai dengan Juli 2005 berfluktuasi dalam nilai yang relatif lebih rendah dibandingkan periode Agustus-Desember 2005.
Pergerakan nilai volatilitas berada dalam batas lebih rendah dari dua standar deviasi. Namun demikian nilai volatilitas menunjukan peningkatan yang cukup
tajam selama periode Agustus 2005 hingga mencapai puncaknya pada Desember 2005. Nilai volatilitas pada periode tersebut melebihi empat standar deviasi.
Untuk periode salanjutnya, volatilitas suku bunga riil kembali menurun dan bergerak dalam batas lebih rendah dari dua standar deviasi.
Gambar 29. Volatilitas Suku Bunga Riil
Sementara itu, persentase perubahan dari nilai devaluasi riil ditunjukan pada Gambar 30. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa penurunan
persentase perubahan yang relatif besar dari devaluasi riil terjadi pada periode Oktober 2005. Perubahan persentase nilai devaluasi riil pada periode tersebut
mencapai sekitar -8 persen. Sementara itu perkembangan persentase perubahan
devaluasi riil sepanjang periode analisis relatif berfluktuasi pada kisaran nilai 2 persen hingga -2 persen. Hal ini menunjukan bahwa persentase perubahan nilai
devaluasi riil relatif cenderung bergerak disekitar nilai rataannya.
Gambar 30. Perkembangan Persentase Perubahan dari Variabel Devaluasi Riil Berdasarkan besaran volatilitas yang terjadi pada sejumlah variabel
ekonomi yang dianalisis maka dapat ditentukan besaran shock yang digunakan pada model CGE. Penentuan besaran shock dalam persentase perubahan diperoleh
dengan membandingkan nilai volatilitas dengan data aktualnya. Perbandingan nilai aktual dan volatilitas didasarkan atas nilai rataan tahunan untuk periode
tahun 2000 hingga 2009. Besaran shock untuk masing-masing variabel ditunjukan pada Tabel 15.
Tabel 15. Besaran Shock Volatilitas
Variabel Besaran Shock
Harga Minyak Dunia 16.48
Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak 12.58
Harga Ekspor Industri Besi dan Baja 29.49
Harga Ekspor Industri Tekstil 11.60
SBI Riil 8.18
Devaluasi Riil -0.48
VI. ANALISIS DAMPAK VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI
6.1. Perkembangan Sektor Industri Pengolahan
Deskripsi perkembangan sektor industri yang diuraikan pada bagian ini adalah untuk industri skala besar dan sedang di Indonesia. Perkembangan sektor
industri pengolahan yang dideskripsikan meliputi perkembangan jumlah perusahaan, indeks produksi, nilai output, nilai tambah, ekspor dan impor, biaya
input, modal tetap dan penggunaan energi. 6.1.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan
Perkembangan jumlah perusahaan pada setiap jenis industri disajikan pada Tabel 16. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa sebagian besar industri
mengalami pertumbuhan jumlah perusahaan yang cenderung negatif. Penurunan jumlah perusahaan terbesar selama periode 2006-2008 dijumpai pada industri
Batu Bara, Pengilangan Minyak Bumi dan Pengolahan Gas Bumi, Barang-barang dari Hasil Pengilangan Minyak Bumi, dan Bahan Nuklir. Lebih lanjut penurunan
jumlah perusahaan yang juga relatif besar terjadi pada industri kertas dan industri pakaian jadi yang termasuk dalam kelompok industri tekstil dan produk tekstil.
Jumlah perusahaan sejak tahun 2006 sampai tahun 2008 yang terbanyak adalah pada industri makanan dan minuman. Namun demikian, industri makanan
dan minimum memiliki pertumbuhan jumlah perusahaan yang cenderung menurun setiap tahunnya dari tahun 2006 sampai tahun 2008. Seperti yang
ditampilkan pada Tabel 16, jumlah perusahaan pada industri makanan dan minuman sebanyak 6 615 unit pada tahun 2006 kemudian menurun sampai tahun
2008 menjadi hanya 6 316 unit.
Tabel 16. Perkembangan Jumlah Perusahaan pada Industri Besar dan Sedang di Indonesia, Tahun 2006-2008
Jenis Industri Jumlah Perusahaan
unit
Pertumbuhan 2006
2007 2008
2006- 2007
2007- 2008
Makanan dan Minuman 6 615
6 341 6 316
-4.14 -0.39
Tekstil 2 809
2 820 2 701
0.39 -4.22
Pakaian Jadi 3 256
2 917 2 349
-10.41 -19.47
Kulit dan Barang dari Kulit dan Alas Kaki 813
764 737
-6.03 -3.53
Kayu, Barang-barang dari Kayu tidak termasuk furnitur, dan Barang-barang
Anyaman 1 782
1 648 1 702
-7.52 3.28
Kertas dan Barang dari Kertas 526
553 457
5.13 -17.36
Batu Bara. Pengilangan Minyak Bumi dan Pengolahan Gas Bumi, Barang-barang dari
Hasil Pengilangan Minyak Bumi, dan Bahan Nuklir
73 96
55 31.51
-42.71 Kimia dan Barang-barang dari Bahan Kimia
1 179 1 151
1 253 -2.37
8.86 Karet dan Barang dari Karet dan Barang
dari Plastik 1 847
1 774 1 881
-3.95 6.03
Barang Galian Bukan Logam 2 047
1 916 1 965
-6.40 2.56
Logam Dasar 276
260 261
-5.80 0.38
Barang-barang dari Logam, kecuali Mesin dan Peralatannya
1 020 981
854 -3.82
-12.95 Mesin dan Perlengkapannya
477 436
383 -8.60
-12.16 Mesin Listrik Lainnya dan Perlengkapannya
279 285
290 2.15
1.75 Kendaraan Bermotor
336 302
366 -10.12
21.19 Alat Angkutan, selain Kendaraan Bermotor
Roda Empat atau Lebih 380
380 431
0.00 13.42
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009a diolah. Industri tekstil dan industri pakaian jadi menempati urutan kedua dan
ketiga terbesar setelah industri makanan dan minuman dalam jumlah perusahaan. Kedua industri tersebut selama periode 2006-2008 mencapai pertumbuhan yang
negatif. Berkurangnya jumlah perusahaan pada kedua industri tersebut diduga karena semakin tingginya persaingan produk tekstil baik di pasar domestik
maupun pasar internasional. Semakin banyaknya produk tekstil dan pakaian jadi
dari China yang membanjiri pasar dalam negeri dan pasar internasional menjadi tekanan yang berat bagi industri tekstil dan pakaian jadi Indonesia. Lebih lanjut,
krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 juga merupakan salah satu faktor yang juga diduga menyebabkan penurunan jumlah perusahaan pada industri
tekstil dan pakaian jadi. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua sektor industri tersebut sangat sensitif terhadap krisis keuangan global yang terjadi pada tahun
2008. Jumlah perusahaan yang menurun seiring penurunan permintaan negara tujuan ekspor komoditi industri tersebut yang mengalami resesi.
Sementara itu, beberapa jenis industri yang masih dapat mencapai penambahan jumlah perusahaan adalah industri kimia, karet dan barang dari karet,
mesin listrik dan perlengkapannya, kendaran bermotor dan alat angkut. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok industri tersebut masih cukup potensial untuk
terus berkembang sehingga jumlah perusahaan pada kelompok industri tersebut cenderung mengalami peningkatan.
6.1.2. Perkembangan Indeks Produksi
Indeks produksi merupakan suatu indikator yang mencerminkan perubahan output industri dari tahun ke tahun. Peningkatan yang terjadi pada nilai
indeks produksi menunjukkan bahwa output suatu industri tersebut meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada Tabel 17 ditunjukkan data
perkembangan indeks produksi setiap industri besarsedang Indonesia selama periode 2006-2008.
Berdasarkan Tabel 17, diketahui bahwa beberapa industri mencapai indeks produksi yang terus meningkat selama tahun 2005-2008. Industri tersebut adalah
industri makanan dan minuman, tekstil, kertas dan barang dari kertas, logam
dasar, serta industri kendaraan bermotor. Namun demikian, apabila dikaji lebih lanjut ternyata bahwa pertumbuhan indeks produksi yang dicapai periode 2007-
2008 relatif lebih rendah dibandingkan periode 2006-2007. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan indeks produksi dari industri-industri tersebut cenderung
mengalami perlambatan. Tabel 17. Indeks Produksi Industri Besar dan Sedang di Indonesia, Tahun 2006-
2008
Jenis Industri Indeks Produksi
Pertumbuhan 2006
2007 2008
2006- 2007
2007- 2008
Makanan dan Minuman 232.91
245.01 251.51
5.20 2.65
Tekstil 88.46
98.34 101.66
11.17 3.38
Pakaian Jadi 169.65
130.58 93.08
-23.03 -28.72
Kulit dan Barang dari Kulit dan Alas Kaki 101.56
101.09 115.25
-0.46 14.01
Kayu, Barang-barang dari Kayu tidak termasuk furnitur, dan Barang-barang
Anyaman 64.72
54.10 51.09
-16.41 -5.56
Kertas dan Barang dari Kertas 105.99
122.40 126.28
15.48 3.17
Kimia dan Barang-barang dari Bahan Kimia 227.33
308.81 287.68
35.84 -6.84
Karet dan Barang dari Karet dan Barang dari Plastik
117.66 102.97
112.12 -12.49
8.89 Logam Dasar
141.43 158.53
168.53 12.09
6.31 Barang-barang dari Logam, kecuali Mesin
dan Peralatannya 109.86
84.22 71.91
-23.34 -14.62
Mesin dan Perlengkapannya 195.56
279.74 253.61
43.05 -9.34
Mesin Listrik Lainnya dan Perlengkapannya 159.11
124.01 125.99
-22.06 1.60
Kendaraan Bermotor 88.60
114.88 140.62
29.66 22.41
Alat Angkutan, selain Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih
85.87 78.24
105.97 -8.89
35.44
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009a diolah.
Sementara itu, industri yang mengalami penurunan indeks produksi selama tahun 2006-2008 adalah industri kayu dan barang dari kayu, industri karet
dan barang dari karet, serta industri barang dari logam. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja dari kelompok industri tersebut cenderung menurun. Upaya-upaya
perbaikan perlu dilakukan agar kinerja dari kelompok industri tersebut kembali