126 Seperti dikemukakan Von Krogh et al. 2000, bahwa dalam kegiatan-
kegia tan yang mengarah pada penciptaan pengetahuan, ‘care’ yang dicirikan
dengan keterbukaan, rasa saling percaya, kebiasaan tolong-menolong, tidak berorientasi pada kepentingan pribadi dan tanpa pamrih, merupakan hal-hal yang
mempengaruhi efektivitas pembelajaran dan lebih lanjut dari penciptaan pengetahuan. Penelitian kali ini tidak mengeksplorasi peran dari konsep ‘care’,
namun mengingat bahwa sering dikatakan bahwa orang Indonesia senang bekerja pada situasi yang gotong royong, maka hal ini merupakan topik menarik untuk
diteliti lebih lanjut. Variabel Laten yang Langsung Mempengaruhi Aktivitas Kapabilitas
Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan Kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dipengaruhi
oleh tiga variabel laten, yaitu akuisisi pengetahuan, daya serap dan konversi pengetahuan Gambar 34. Akuisisi pengetahuan dan konversi pengetahuan
mempengaruhi KPMPK yang sama besar, yaitu 34 persen, tetapi konversi pengetahuan mempunyai taraf nyata yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa keberhasilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan pada koperasi susu dipengaruhi oleh akuisisi dan konversi dengan sama besar. Hal ini
sejalan dengan penelitian Soo et al. 2000b yang menyimpulkan bahwa efektivitas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan tergantung kepada
efektivitas pemanfaatan sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan organisasi adalah akuisisi Soo et al. 2000a dan konversi pengetahuan Nonaka et al. 2000;
Irsan 2005; Muthusamy Palanisamy 2006. Faktor konsensus 1,00 merupakan faktor paling berpengaruh dalam
kegiatan pemecahan permasalahan dan pengambilan keputusan pada koperasi susu bila dibandingkan dengan kreativitas 0,98 dan faktor kelengkapan 0,85.
Faktor konsensus merupakan faktor yang merujuk pada kemampuan mengatasi hambatan sosial, karena merupakan refleksi keharmonisan dan komitmen bersama
untuk mencapai sasaran. Seperti dikemukakan Von Krogh et al. 2000, bahwa dalam kegiatan-
kegiatan yang mengarah pada penciptaan pengetahuan, ‘care’ yang dicirikan
dengan keterbukaan, rasa saling percaya, kebiasaan tolong-menolong, tidak
127 berorientasi pada kepentingan pribadi dan tanpa pamrih, merupakan hal-hal yang
mempengaruhi efektivitas pembelajaran dan lebih lanjut dari penciptaan pengetahuan. Penelitian kali ini tidak mengeksplorasi peran dari konsep ‘care’,
namun mengingat bahwa sering dikatakan bahwa orang Indonesia senang bekerja pada situasi yang gotong royong, maka hal ini merupakan topik menarik untuk
diteliti lebih lanjut.
Gambar 34 Variabel Laten yang Mempengaruhi Variabel Kapabilitas Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
Variabel Laten yang Langsung Mempengaruhi Aktivitas Inovasi
Dari model struktural yang telah dibentuk, terdapat dua variabel laten yang mempengaruhi inovasi, yaitu konversi pengetahuan -0,25 dan kemampuan
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan 0,51. Inovasi yang terjadi pada koperasi susu yang diteliti berhubungan erat dengan kemampuan pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Soo et al. 2000b, yang menyatakan bahwa proses pemecahan masalah yang efektif
merupakan sumber pengetahuan yang efektif bagi organisasi. Hasil ini mendukung pernyataan Hubeis 2005, bahwa inovasi merupakan sikap
0,34
0,34 0,37
KAPABILITAS PEMECAHAN
MASALAH PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
0,98 1,00
0,85
K
reativitas
Konsensus
Kelengkapan
DAYA SERAP KONVERSI
PENGETAHUAN
AKUISISI PENGETAHUAN
128 termotivasi untuk memecahkan masalah yang didukung oleh kemampuan berpikir
kreatif. Namun, proses konversi pengetahuan tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan inovasi yang dihasilkan. Hal ini dapat dipahami
karena memang belum ada produk inovatif yang dihasilkan, maupun inovasi administrasi yang diterapkan. Temuan Allaire dan Wolf 2004 menyatakan
bahwa keberhasilan inovasi di bidang agrofood yang ditelitinya tergantung proses konversi pengetahuan yang dilakukan berbagai pihak, antara lain sektor publik,
swasta dan moda kolektif dari pertukaran pengetahuan. Variabel inovasi merupakan tujuan utama penelitian ini, maka adanya
temuan bahwa inovasi produk 1,00 merupakan indikator adanya inovasi yang paling berpengaruh, bila dibandingkan dengan inovasi manajemen 0,96 dan
proses 0,92, menunjukkan bahwa inovasi pada koperasi susu yang paling berpengaruh terhadap terciptanya keunggulan bersaing adalah inovasi produk
Gambar 35. Hal yang sama ditemukan pada industri kecil yang bergerak di bidang
furnitur bahwa inovasi produk adalah inovasi yang paling berpengaruh Indarti van Geenhuizen 2005. Konversi pengetahuan mempengaruhi tahapan inovasi
produk baru dengan cara yang berbeda pada setiap tahapannya. Proses sosialisasi memiliki korelasi terkuat dibanding proses yang lain terhadap kesuksesan
pengembangan produk baru pada tahap penyusunan konsep produk. Pada tahap pengembangan produk, proses kombinasi memiliki korelasi yang lebih kuat
dibanding proses yang lainnya Schulze Hoegl 2006. Pada koperasi susu, agar sukses menciptakan inovasi produk, perlu didorong terjadinya konversi
pengetahuan melalui proses eksternalisasi yang mengubah pengetahuan tacit menjadi eksplisit. Proses eksternalisasi ini memiliki karakteristik interaksi formal,
antara lain dapat dilakukan dengan mengadakan pengumpulan pengetahuan tacit yang dimiliki individu-individu anggota atau karyawan koperasi, kemudian
dilakukan pencatatan untuk mengubahnya menjadi pengetahuan eksplisit. Berbagi pengetahuan dengan proyek-proyek pengembangan produk yang
dilakukan bersama koperasi lain, industri pengolahan susu atau dengan pelanggan lain juga merupakan cara mengubah pengetahuan tacit menjadi eksplisit dan bisa
dibagi kepada pihak lain.
129
Gambar 35 Variabel Laten yang Mempengaruhi Variabel Inovasi
6.2.4 Struktur Model yang Dihasilkan
Dari struktur model penciptaan pengetahuan yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa akusisi pengetahuan yang dipandang paling sering dilakukan Koperasi
Susu adalah akuisisi dengan kegiatan yang bersifat kolaborasi formal. Proses akuisisi pengetahuan ini berpengaruh langsung terhadap kemampuan untuk
mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki, yang direpresentasikan dengan daya serap organisasi.
Daya serap organisasi ini juga mempengaruhi secara langsung proses konversi pengetahuan dan kapabilitas pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan. Proses konversi pengetahuan yang dominan terjadi adalah proses eksternalisasi, sedangkan kapabilitas pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan lebih dicirikan oleh proses konsensus. Proses eksternalisasi ini dipengaruhi secara langsung oleh aset pengetahuan
yang berupa aset konseptual. Proses eksternalisasi ini mempengaruhi secara langsung proses konsensus dalam pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan. Namun, proses eksternalisasi tidak terbukti berpengaruh langsung terhadap inovasi yang dihasilkan.
0,51 -0,25
1,00 0,96
0,92 INOVASI
Manajemen
Proses
Produk
KAPABILITAS PEMECAHAN
MASALAH PENGAMBILAN
KEPUTUSAN KONVERSI
PENGETAHUAN
130 Inovasi yang paling dominan memberikan manfaat komersial bagi Koperasi
Susu adalah inovasi produk. Inovasi di Koperasi Susu tersebut dipengaruhi langsung oleh kegiatan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang
bersifat konsensus. Dari penelitian ini berhasil dikembangkan model penciptaan pengetahuan pada koperasi susu di Indonesia dengan indikator utama pada
masing-masing konstruk yang ditampilkan pada Gambar 36. Setelah tahap pemodelan SEM ini yang didapat hasil bahwa proses konversi
pengetahuan yang terjadi pada koperasi susu tidak menunjukkan hubungan yang langsung dan signifikan dengan inovasi yang dihasilkan, maka dipandang perlu
untuk merancang strategi agar proses konversi pengetahuan yang terjadi pada koperasi susu berpengaruh nyata terhadap inovasi-inovasi yang dihasilkan,
sehingga inovasi-inovasi yang dimiliki koperasi susu nantinya tidak hanya melalui satu jalur saja yang selama ini sudah dipraktekkan dalam aktivitas bisnis koperasi
susu. Untuk itu perlu dilakukan perancangan lebih lanjut untuk mengkaitkan
proses penciptaan pengetahuan untuk mendukung inovasi dalam suatu sistem yang terintegrasi dengan strategi bisnis Koperasi Susu. Menyadari bahwa capaian-
capaian implemetasi strategi harus terukur, maka dipilih pendekatan Balanced Scorecard yang telah dikenal luas sebagai konsep pengukuran kinerja organisasi.
Hasil-hasil dari pemodelan SEM menjadi dasar bagi pemilihan Key Performance Indicators Indikator Kinerja Kunci yang dijelaskan pada sub bab berikutnya.
131
Gambar 36. Model Penciptaan Pengetahuan pada Koperasi Susu di Indonesia Aset
Pengetahuan
Daya Serap
Akuisisi Pengetahuan
Kapabilitas Pemecahan Masalah
Pengambilan Keputusan
Konversi Pengetahuan
Inovasi
Manfaat komersial dari
produk
Aktivitas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dilakukan secara konsensus
Proses berbagi pengetahuan melalui eksternalisasi yang merupakan
pengubahan pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit
Daya serap organisasi berupa dukungan Koperasi untuk
mencari informasi yang dibutuhkan dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
Kepemilikan aset pengetahuan konseptual yang merupakan pengetahuan eksplisit yang
diartikulasikan melalui citra dan bahasa
Kolaborasi formal terutama dengan pihak Koperasi, Lembaga Keuangan dan pemasok sapronak sarana
produksi peternakan
132
6.3 Model Knowledge Management Scorecard KM-Scorecard
Knowledge Management Scorecard merupakan konsep yang diturunkan dari pendekatan Balanced ScorecardBSC yang dikenalkan Kaplan dan Norton
2004. Balanced scorecard menyediakan teknik Sesuai dengan kerangka tersebut maka disusun peta strategi sebagai langkah
awal proses penyusunan BSC dan memberikan artikulasi visual strategi organisasi. Peta strategi menggambarkan logika strategi, menunjukkan dengan
jelas sasaran proses internal dan aset tanwujud intangible assets yang dibutuhkan untuk mendukungnya. Peta strategi merepresentasikan bagaimana organisasi
menciptakan nilai dengan menggambarkan hubungan sebab akibat antara perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, proses internal, perspektif pelanggan
dan perspektif keuangan Patton 2007. Pada penelitian ini disusun peta strategi yang memfokuskan pada
tercapainya tujuan koperasi meningkatkan inovasi melalui penerapan manajemen pengetahuan. Hasil penyusunan peta strategi ditampilkan pada Gambar 37.
Gambar 37 Peta Strategi Koperasi Susu
Customer perspective
Meningkatnya Kepuasan
Pelanggan
Meningkatkan Kapasitas Inovasi
Nilai Jangka Panjang bagi
pemegang saham Financial
Perspective
Internal Perspective
Learning Growth
Perspective
Meningkatkan kapabilitas
pemecahan masalah Meningkatkan aset
pengetahuan
Mengembangkan kapabilitas penciptaan
pengetahuan
133 Berdasarkan peta strategi tersebut kemudian dipilih Key Performance
Indicators Indikator Kinerja Kunci yang merupakan serangkaian pengukuran yang difokuskan pada sejumlah aspek kinerja organisasi yang paling kritikal
untuk saat ini dan kesuksesan organisasi di masa mendatang Parmenter 2007. Hal ini penting bagi pemantauan dan pengukuran tingkat pencapaiannya. Dari
sasaran strategis yang telah disusun terpilih Indikator Kinerja Kunci IKK yang dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Penyusunan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Kunci
Perspektif Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Kunci
Finansial Peningkatan nilai
jangka panjang bagi pemegang saham
Knowledge Productivity Index penghematan dengan adanya
penerapan Manajemen Pengetahuan
Pelanggan Meningkatnya
kepuasan pelanggan Indeks kepuasan pelanggan utama
akuisisi pelanggan Proses Internal
Meningkatkan kapasitas inovasi
Jumlah pertemuan untuk mendiskusikan tentang Manajemen pengetahuan
Paper to electronic document ratio
Meningkatkan aset pengetahuan
Jumlah ide baru yang disampaikan individu kepada ketua tim
Jumlah hak kekayaan intelektual
Meningkatkan kapabilitas pemecahan
masalah peningkatan produk baru
penghematan waktu dengan adanya inovasi
Pembelajaran Pertumbuhan
Mengembangkan kapabilitas penciptaan
pengetahuan tingkat konversi ide
pengguna saluran knowledge sharing adopsi ide baru dari sumber eksternal
6.3.1 Perancangan Sistem Pakar KM-Scorecard for Dairy Cooperatives Kerangka Sistem yang Dirancang
Kerangka sistem yang dirancang ini merupakan pengembangan dari kerangka pemikiran sistem pakar yang telah dijelaskan pada Bab 3 tentang
metodologi penelitian. Pada kerangka sistem yang dirancang digambarkan urutan proses pembuatan sistem dari awal sampai dengan akhir, sehingga didapat sebuah
sistem pakar yang dapat digunakan untuk memberikan saran berupa diagnosis kinerja koperasi susu terkait penerapan manajemen pengetahuan. Kerangka sistem
ini digambarkan dalam bentuk diagram alir deskriptif formulasi pembuatan sistem pakar penilaian kinerja koperasi susu seperti yang ditampilkan pada Gambar 38.
134
Gambar 38 Diagram Alir Formulasi Sistem yang Dirancang
Mulai
Pemilihan Indikator Kinerja Kunci IKK dengan persyaratan: Data tersedia di koperasi susu
Komponen Sasaran Strategis untuk memperkuat pengambilan keputusan Input yang diperlukan dalam pembangunan sistem:
Perspektif KM-Scorecard Indikator Kinerja Kunci IKK
Nilai target untuk masing-masing IKK Nilai aktual untuk masing-masing IKK
Bobot untuk masing-masing IKK
Penentuan karakteristik fungsional dan operasional sistem: Penentuan parameter fuzzy
Output: Himpunan fuzzy untuk setiap parameter
Domain masing-masing Himpunan fuzzy Mengubah parameter fuzzy menjadi himpunan fuzzy
Selesai
Sesuai? Penyusunan rules dari IKK
Penentuan metode pemrosesan parameter dan rules Output:
Sekelompok rules Fungsi keanggotaan masing-masing himpunan fuzzy
Metode defuzzifikasi Penentuan arsitektur aplikasi
Output: Sistem Pakar Knowledge Management Scorecard for
Dairy Cooperatives KMaScD
YA TIDAK
135
Analisis Kebutuhan Sistem
Analisis kebutuhan sistem yang dilakukan oleh Knowledge Engineer KE merupakan tahap awal dalam perancangan aplikasi dengan metode waterfall cycle
model. Tahap analisis ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan sistem dan pengguna sistem, serta alur kerja dari sistem yang akan dibuat. Tahap analisis ini
sering disebut sebagai fase requirement yang akan mengumpulkan informasi tentang sistem dan aplikasi yang akan dibuat, menentukan siapa saja pengguna
dari sistem ini dan apa saja kebutuhan dari pengguna yang dapat diberikan oleh sistem.
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan pada fase analisis, ditentukan bahwa sistem yang dibuat merupakan sebuah sistem pakar untuk menilai kinerja koperasi
susu dalam menerapkan program manajemen pengetahuan. Diharapkan keberadaan sistem pakar ini dapat membantu pengguna sistem dalam menilai
sejauh mana tingkat keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan yang sedang dijalankan. Sistem ini hanya dirancang untuk mendukung upaya pencapaian target
kinerja koperasi susu. Penentuan perspektif balanced scorecard pada penelitian ini menggunakan
kerangka yang dikemukakan Kaplan dan Norton 2004. Kerangka ini digunakan karena merupakan kerangka yang cukup dikenal di Indonesia. Sasaran strategis
didapat dari model penciptaan pengetahuan pada koperasi susu yang dihasilkan dari model SEM yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya. Penentuan IKK
merujuk kepada pendapat Parmenter 2007 dan wawancara dengan Pakar. Mekanisme penarikan kesimpulan yang merupakan komponen penting
dalam sistem pakar, digunakan metode logika fuzzy. Metode ini dinilai cocok dalam pendekatan penyelesaian masalah karena dekat dengan cara berpikir
manusia dalam penarikan kesimpulan. Mengingat tidak adanya pedoman yang baku dalam dan pengharkatan yang pasti dalam proses penilaian kinerja koperasi
susu. Penalaran fuzzy yang digunakan adalah metode Mamdani. Penggunaan metode ini didasarkan pada kondisi dimana metode ini lebih banyak diterima dan
lebih cocok digunakan pada saat input diterima dari manusia Kusumadewi 2002. Sistem ini dirancang untuk dapat digunakan oleh Koperasi Susu dan anggota
yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan untuk mengakses aplikasi. Hasil