99 ketersediaan produk susu yang tepat kuantitas dan kualitasnya serta memperoleh
manfaat dari setiap rantai nilai tambahnya. Sebagian besar konsumsi susu masyarakat Indonesia dalam bentuk susu
bubuk dan susu kental manis.Hal ini termasuk pengecualian dibanding negara- negara lain yang pada umumnya lebih banyak mengkonsumsi susu cair. Hal ini
memberi peluang bagi produsen termasuk koperasi susu untuk mengembangkan pasar bagi produk-produk susu cair. Di sisi lain, edukasi konsumen perlu
dilakukan secara efektif agar konsumen beralih kepada produk susu yang memiliki kandungan gizi yang lebih lengkap. Proporsi konsumsi Produk susu
masyarakat Indonesia tahun 2007 disajikan pada Gambar 25.
Gambar 25 Proporsi Konsumsi Produk Susu Indonesia Tahun 2007 Statistik Peternakan 2008
5.2 Produksi dan Populasi Sapi Perah
Produksi Susu segar di Indonesia tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan merespon peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per
kapita. Produksi susu segar ini sekitar 90 persen dihasilkan olah koperasi susu yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia GKSI.
Perkembangan produksi susu segar ditampilkan pada Gambar 26.
100
Gambar 26 Produksi Susu Segar pada Tahun 1991-2009 Populasi sapi perah di Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa. Kondisi ini
memiliki sejarah panjang sebagai proses saling mempengaruhi dengan keberadaan industri pengolahan susu IPS yang juga terkonsentrasi di pulau Jawa. Upaya
mengenalkan sapi perah di Indonesia dimulai sejak akhir abad XIX saat pemerintahan Hindia Belanda berkuasa dengan memfasilitasi pendirian usaha sapi
perah untuk memenuhi konsumsi susu bagi orang-orang Belanda yang sedang berada di Indonesia, khususnya Jawa. Untuk itu didatangkan bibit sapi perah
Fries Holland FH dari Belanda. Hal inilah yang menjadi cikal bakal peternakan sapi perah di pulau Jawa. Penyebaran populasi sapi perah di Indonesia
ditampilkan pada Gambar 27.
0,0 100,0
200,0 300,0
400,0 500,0
600,0 700,0
800,0
1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 Indonesia
Jawa Luar Jawa
101
Gambar 27 Populasi Sapi Perah Tahun 1991-2009 Kondisi produksi susu segar Indonesia saat ini, sebagian besar 91
dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor sapi perah per peternak yang tergabung dalam keanggotaan koperasi susu. Skala usaha ternak sekecil ini
jelas kurang ekonomis karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan hidup. Di sisi lain,
peternak menghadapi beberapa kendala manajemen usaha, antara lain penyediaan pakan, penanganan reproduksi dan pascapanen. Menurut beberapa penelitian
mengenai kelayakan usaha sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor sapi per peternak.
5.3 Kebijakan dan Kelembagaan Agroindustri Susu
Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan dalam rangka mengembangkan agroindustri di Indonesia, terutama untuk meningkatkan
produksi susu dalam negeri. Salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana produksi ternak penyediaan bibit sapi, peralatan,
pakan ternak dan obat-obatan dilakukan melalui koperasi persusuan yang tergabung dalam GKSI Gabungan Koperasi Susu Indonesia, industri pemasok
terutama industri pakan ternak, produsen obat-obatan untuk ternak dan pihak perbankan.
Berdasarkan Inpres Nomor 2 Tahun 1985 Bab II pasal 3 mengenai ruang lingkup, dinyatakan bahwa ruang lingkup kebijaksanaan persusuan meliputi
100 200
300 400
500 600
1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 Indonesia
Jawa Luar Jawa
102 perumusan kebijaksanaan dan pengendalian pelaksanaan kebijaksanaan dalam
rangka memperlancar kegiatan peningkatan produksi susu dalam negeri, industri pengolahan susu, industri pengguna bahan susu, pemasaran dan konsumsi susu.
Pada pasal 4 ayat 1 dinyatakan, produksi susu dalam negeri ditingkatkan melalui usaha modernisasi peternakan sapi perah rakyat yang dibina dalam wadah
koperasi susu. Ayat 2 menyatakan, dalam rangka meningkatkan produktivitas peternakan ternak perah dan mengembangkan swadaya peternak perah yang
dibina menjadi anggota koperasi, diadakan pembinaan dan pengembangan prasarana dan sarana penunjang sejak usaha pra produksi, produksi dan pasca
panen seperti penyediaan peralatan dan teknologi. Selanjutnya, dalam pasal 5 ayat 1, dinyatakan bahwa pengembangan
Industri Pengolahan Susu IPS diadakan di sentra produksi yang bertumpu pada kekuatan pada kekuatan produksi susu dalam negeri. Pada ayat 2 dinyatakan,
dalam setiap pendirian IPS wajib mengikutsertakan koperasi secara aktif. Surat Keputusan Bersama SKB Menteri Perdagangan dan Koperasi,
Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian, Nomor 236KpbVII1982, Nomor 341MSK71982 dan Nomor 521KptsUm1982 tentang pengembangan usaha
peningkatan produksi, pengolahan dan pemasaran susu dalam negeri. Pada pasal 3 ayat 1 berbunyi, pembinaan dan pengembangan usaha peningkatan produksi susu
di dalam negeri diatur oleh Menteri Pertanian. Dalam ayat 2 dinyatakan, Menteri Pertanian menyampaikan perkiraan produksi susu dalam negeri kepada Menteri
Perdagangan dan Koperasi. Pada pasal 4 ayat 1 menjelaskan bahwa pembinaan dan pengembangan IPS diatur oleh Menteri Perindustrian.
Kebijakan pemerintah dalam penyediaan bahan baku adalah SKB di atas dalam pasal 2 ayat 3 yang menegaskan untuk kepentingan penyerapan susu
produksi dalam negeri perusahaan dapat melengkapi peralatan yang diperlukan dengan izin DepartemenInstansi yang bersangkutan. Ayat 4 menyebutkan, impor
bahan baku susu hanya dapat dilaksanakan oleh importir umum maupun importir produsen. Dan ayat 5 menyatakan jumlah dan jenis bahan baku susu yang akan
diimpor oleh importir terdaftar seperti tersebut pada pasal 2 ayat 4 ditetapkan berdasarkan bukti realisasi penebusan dan pembelian susu produksi dalam negeri.
103 Berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor
274KPVII1982 tentang pola pengadaan penyediaan bahan baku susu untuk kebutuhan dalam negeri, dinyatakan dalam pasal 1 sampai dengan pasal 9. Dalam
pasal 2 dijelaskan mengenai perusahaan dan industri yang melakukan perdaganganpembelian susu adalah koperasi, IPS yang menggunakan susu
sebagai bahan baku utama, IPS yang menggunakan susu sebagai bahan baku penolong, industri pengepakan kembali repacking dan importir nasional
termasuk Persero Niaga. Pembelian susu yang dimaksud adalah seperti yang dinyatakan dalam pasal 1, yaitu susu murni produksi dalam negeri yang dihasilkan
oleh peternak sapi perah dan semua jenis susu yang diimpor dalam bentuk bahan baku.
Pada tahun 1985, Pemerintah mengeluarkan INPRES No. 2 Tahun 1985 tentang pembentukan satu forum untuk merumuskan kebijakan persusuan
nasional, yaitu Tim Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional. Salah satu fungsi tim koordiansi tersebut adalahmewujudkan SKB Tiga
Menteri Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian Perdagangan dan Menteri Koperasi tanggal 21 Juli 1982 tentang penyerapan susu segar dalam negeri yang
ditetapkan melalui rasio susu dan mekanisme bukti serap busep. Pada tanggal 2 Pebruari 1998, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden
INPRES No. 4 tahun 1998 yang merupakan implementasi nota kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan lembaga Dana Moneter Internasional IMF,
khususnya poin tentang program restrukturisasi struktural dengan menghapus monopoli Bulog, deregulasi perdagangan domestik pertanian dan pemotongan
maksimum 5 pajak bahan makanan. Inpres No. 4 tahun 1998 ini berisikan pencabutan beberapa ketentuan dalam Inpres No.2 tahun 1985 tentang Koordinasi
Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional, yaitu: 1 kewajiban Industri Pengolahan Susu IPS untuk menyerap susu lokal berdasarkan rasio serap dengan
susu impor, 2 kebijakan impor satu pintu atau impor melalui lembaga tataniaga tertentu, 3 kebijakan rasio susu, dan 4 semua ketentuan yang berkaitan dengan
pengendalian impor susu, kewajiban menyerap susu lokal dan pengendalian harga susu dalam negeri. Dengan INPRES ini, pertumbuhan agroindustri persusuan
nasional sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar.